Benarkah Sri Krishna: Ayah Ibu Semesta?
“Ketika Tuhan Disempitkan Menjadi Sosok Berwujud”
Dalam belantara spiritualitas modern, ada gelombang keyakinan yang semakin menguat—yakni bahwa Krishna bukan sekadar seorang guru spiritual atau pahlawan epik dalam Mahābhārata, tetapi adalah ayah dan ibu dari seluruh alam semesta , satu-satunya Tuhan yang menjelma, pemilik eksklusif segala ciptaan dan kesadaran.
Pernyataan ini tak jarang diulang dengan penuh emosi, lengkap dengan kutipan Bhagavad Gītā 9.17 dan mantra-mantra pemujaan dari Brahma-saṁhitā . Dalam benak para pengikutnya, Krishna bukan hanya tokoh sejarah atau avatar , tetapi Tuhan mutlak, pribadi ilahi yang melampaui segalanya dan menyerap segala bentuk keilahian lain ke dalam dirinya. Ia disebut sebagai sumber segala sesuatu, awal mula segala sesuatu yang ada, bahkan disebut sebagai “ayah dan ibu dari semesta ini.”
Namun di baliknya muncul pertanyaan mendasar:
Bagaimana mungkin seseorang yang secara tekstual dilahirkan oleh seorang ibu dan memiliki ayah biologis , dapat diklaim sebagai ayah dan ibu dari alam semesta ?
Apakah pernyataan ini dapat dibenarkan dari sudut pandang śruti (wahyu Veda)?
Ataukah ini hanya sebuah eksaltasi bhakti (pemujaan emosional) yang mempersonalisasi Tuhan sesuai dengan bentuk yang dicintai?
Inilah permasalahan sentral dalam banyak paham bhakti-sektarian: penyempitan konsep Tuhan universal menjadi figur pribadi yang bersejarah, berwujud, berkeluarga, bahkan memihak golongan tertentu. Seolah-olah Tuhan Sang Tak Terbatas bisa dikemas dalam sosok berambut pirang, bermain seruling, dan beristri banyak.
Dalam tulisan ini, kita akan menguraikan benang-benang kabur dari klaim tersebut secara jernih dan kritis, namun tetap dengan dasar Vedantik dan penghormatan terhadap teks. Kita akan mengupas:
-
Kontradiksi antara keilahian Krishna dan keberadaan orang tua biologisnya
-
Makna alegoris dari sloka-sloka seperti BG 9.17
-
Penjelasan dari śruti (Veda dan Upanishad) yang membedakan antara Brahman universal dan personifikasi avatāra
Kita tidak akan menyerang keimanan, tetapi menegakkan ajaran yang murni dan logis , sebagaimana diajarkan oleh para ṛṣi dan dibukukan dalam teks utama agama Hindu.
ARGUMEN 1: Krishna Memiliki Orang Tua Biologis – Maka Ia Bukan Ayah-Ibu Semesta Secara Literal
Salah satu cara paling logis untuk membantah klaim bahwa “Krishna adalah ayah dan ibu dari alam semesta ini” secara harfiah adalah dengan menunjukkan bahwa Krishna sendiri dilahirkan sebagai anak manusia , lengkap dengan biologi orang tua.
1.1 Sloka Mahābhārata & Harivamsa: Krishna Dilahirkan dari Devakī dan Vasudeva
Dalam Mahābhārata (Ādi Parva) dan Harivamsa Parva , kelahiran Krishna dijelaskan sebagai peristiwa bersejarah:
devakyāṁ vasudevād vai jāto viṣṇur upendra-rūpadhṛk
“Dari rahim Devakī dan benih Vasudeva, Viṣṇu lahir dalam wujud Upendra (Krishna).”
— Harivamsa Parva 1.57.20
Begitu pula dalam Bhāgavata Purāṇa 10.3, secara jelas dijelaskan:
“Tuhan Yang Mahatinggi muncul dari rahim Devakī dalam bentuk empat tangan, dan kemudian berubah menjadi bayi biasa.”
Pernyataan ini menegaskan bahwa Krishna bukan sekadar “muncul” di dunia, tetapi dilahirkan melalui rahim seorang ibu , yaitu Devakī. Ini adalah proses biologi yang tak mungkin dialami oleh Tuhan transenden yang aja (tidak lahir, tidak mati), sebagaimana dijelaskan dalam Upanishad:
ajo nityaḥ śāśvato 'yaṁ purāṇo
“Ia tidak dilahirkan, kekal, abadi, dan purba.”
— Bhagavad Gita 2.20
1.2 Kontras dengan Veda & Upaniṣad: Tuhan Tak Berayah dan Tak Beribu
Dalam Śvetāśvatara Upaniṣad 6.9 , dijelaskan:
na tasya kāryaṁ karaṇaṁ ca vidyate
na tat-samaś cābhyadhikaś ca dṛśyate
“Ia tidak memiliki pekerjaan atau alat, dan tidak ada yang setara ataupun lebih tinggi darinya.”
saṁbhūtaṁ yoniṁ vā na vidmahe
“Kami tidak mengetahui asal mula kelahiran-Nya.”
— Atharvaveda 10.8.28
Ini membedakan secara jelas antara Tuhan yang sejati ( Brahman ) dan bentuk-fenomenal seperti Krishna yang dilahirkan dan berinteraksi dalam waktu dan ruang .
Mari berpikir logis
Jika Krishna benar-benar memiliki orang tua biologis , maka ia tidak mungkin secara literal menjadi ayah dan ibu dari alam semesta ini . Paling jauh, pernyataan Bhagavad Gitā 9.17:
pitāham asya jagato mātā dhātā pitāmahaḥ
“Aku adalah ayah dunia ini, ibu, penopang, dan kakek…”
...harus dipahami secara metaforis , sebagai ungkapan bahwa kesadaran ilahi (Brahman) yang menghidupi dan menopang alam semesta , menyatakan dirinya melalui Krishna.
Dengan demikian, Krishna dalam Bhagavad Gitā bukan sedang memproklamasikan keakuan personalnya , tetapi menyuarakan suara Brahman (sebagaimana dijelaskan oleh Śaṅkara dalam Bhāṣya-nya).
ARGUMEN 2: Sloka Bhagavad Gītā Adalah Suara Brahman, Bukan Pemujaan Personal Krishna
Pernyataan dalam Bhagavad Gītā seperti "Akulah ayah semesta", "Akulah awal dan akhir", atau "Akulah segala Veda" sering disalahpahami sebagai klaim personal dari Krishna sebagai individu. Namun ketika ditelaah secara lebih mendalam dalam terang śruti dan penafsiran filosofis, justru yang bersuara dalam Bhagavad Gitā adalah Brahman , bukan Krishna sebagai tokoh sejarah.
2.1 Bukti dari Bhagavad Gitā Sendiri: Pemisahan antara Tubuh dan Jati Diri
Krishna menyatakan:
śarīraṁ yad avāpnoti yac cāpy utkrāmatīśvaraḥ
“Saat sang penguasa (īśvara) mengambil tubuh atau meninggalkannya…”
— Bhagavad Gita 15.8
Di sini Krishna sendiri berbicara sebagai īśvara , penguasa tubuh dan pikiran, bukan tubuh itu sendiri. Ini sejajar dengan ajaran utama dari Kaṭha Upaniṣad :
aṇor aṇīyān mahato mahīyān ātmasya jantor nihito guhāyām
“Ia lebih halus dari yang paling halus, lebih besar dari yang paling besar, tersembunyi di dalam hati semua makhluk.”
— Kaṭha Upaniṣad 1.2.20
Jadi, ketika Krishna berkata “Akulah ini dan itu”, yang berbicara adalah Kesadaran Murni (Brahman) dalam bentuk ekspresi yoga dan kebijaksanaan, bukan Krishna sebagai sosok pribadi/individu.
2.2 Dukungan dari Śaṅkara Bhāṣya: Krishna = Upādhi, Bukan Tuhan Personal
Dalam komentarnya terhadap Bhagavad Gitā , Ādi Śaṅkarācārya tidak pernah menafsirkan Krishna sebagai Tuhan yang personal dalam wujud terbatas. Ia menganggap Krishna sebagai alat pengajaran , sebagai manifestasi fungsional Brahman , yang berbicara untuk menyampaikan kebenaran non-dualistik.
“brahmaiva gītāśāstre śrī-kṛṣṇa-rūpeṇa upadiśati”
“Brahman sendiri dalam mengajarkan bentuk Krishna dalam kitab Gītā ini.”
Dengan kata lain, Krishna bukanlah objek pujaan , tetapi saluran ajaran — dan ajarannya adalah ajaran non-dualitas: Atman adalah Brahman .
2.3 Upaniṣad Menegaskan: Tuhan Tak Memiliki Nama atau Bentuk
na tasya pratimā asti
“Tidak ada bentuk atau gambaran bagi-Nya.”
— Yajurveda 32.3
yasya nāma mahad yaśaḥ
“Dia dikenal hanya melalui kebesaran-Nya, bukan melalui nama.”
— Ṛgveda 1.164.46
Krishna sebagai nama atau sosok tidak mungkin menjadi sumber segala sesuatu dalam pengertian mutlak. Hanya kesadaran universal (Brahman) yang tak berbentuk dan tak terikat waktu-lah yang memenuhi syarat sebagai "ayah dan ibu semesta".
Telaah Kritis:
Pernyataan Krishna seperti:
“pitāham asya jagato…” (Bhagavad Gita 9.17)
...tidak boleh ditarik ke arah pemujaan pribadi, tapi perlu dibaca sebagai pernyataan metafisis dari Kesadaran Murni melalui medium Krishna. Sama seperti Iśāvāsya Upaniṣad yang menyuarakan suara Ātman, begitu pula Gītā yang menyuarakan suara Brahman dalam bahasa dialogis antara Krishna dan Arjuna.
ARGUMEN 3: Tuhan dalam Veda dan Upaniṣad Tak Lahir dan Tak Memiliki Orang Tua
Salah satu pijakan paling kuat dalam mengungkap pemahaman keliru tentang Krishna sebagai "ayah dan ibu semesta" secara literal adalah otoritas tertinggi Veda dan Upaniṣad , yang secara konsisten menyatakan bahwa Tuhan (Brahman, Īśvara, Ātman) tidak lahir, tidak diciptakan, dan tidak diciptakan secara pribadi seperti manusia . Ia berada di luar sebab-akibat, ruang-waktu, dan nama-bentuk.
3.1 Sloka Veda : Tuhan Tak Beranak dan Tak Diperanakkan
na tasya pratimā asti
“Ia tidak memiliki bentuk atau representasi apa pun.”
— Yajurveda 32.3
na jāyate mriyate vā kadācin
“Ia tidak dilahirkan, tidak mati, dan tidak pernah menjadi.”
— Kaṭha Upaniṣad 2.18 / Bhagavad Gītā 2.20
apāṇi-pādo javano grahitā
“Tanpa tangan dan kaki, namun mampu menciptakan dan menopang.”
— Śvetāśvatara Upaniṣad 3.19
tad ejati tan naijati, tad dūre tad u antike
“Ia bergerak, namun tidak bergerak. Ia jauh, namun juga dekat.”
— Īśā Upaniṣad 5
Semua ini menunjukkan bahwa Tuhan sejati dalam Veda tidak mungkin memiliki tubuh , apalagi memiliki orang tua, suku, atau silsilah biologis seperti Krishna.
3.2 Rigveda: Tuhan Melampaui Segala Nama dan Sosok
eko devo viśvābhūtāntarātmā
“Tuhan itu Esa, Ia adalah jiwa dari semua makhluk.”
— Regveda 1.164.46
śṛṇvantu viśve amṛtasya putrā ā ye dhāmāni divyāni tasthuḥ
"Dengarlah wahai anak-anak keabadian! Kalian yang menetap di dunia cahaya ilahi!"
— Rgveda (kutipan ini juga dikutip oleh Śaṅkara dalam Vivekacūḍāmaṇi)
Sloka ini menegaskan bahwa semua makhluk adalah bagian dari keabadian , bukan hanya pengikut Krishna atau satu bentuk avatar tertentu. Tuhan dalam Rigveda bukanlah entitas personal, melainkan kesadaran ilahi yang meresap ke seluruh alam semesta.
3.3 Upaniṣad: Tuhan Tak Memiliki Ibu, Ayah, atau Keturunan
yasya na vidyate mātuḥ pitaiva na janitā
“Dia tidak memiliki ibu, ayah, ataupun asal-usul.”
— Śvetāśvatara Upaniṣad 6.9
ajām ekāṁ lohita-śukla-kṛṣṇāṁ
“Ia yang tak dilahirkan, satu-satunya, berwarna merah-putih-hitam (tamas-rajas-sattva)…”
— Śvetāśvatara Upaniṣad. 4.5
Ini secara langsung bertentangan dengan kisah kelahiran Krishna, yang justru memiliki ibu (Devakī), ayah (Vasudeva), paman (Kaṁsa), bahkan anak dan istri .
3.4 Sloka Atharvaveda: Tuhan Tak Tersentuh Oleh Proses Materi
yaḥ sarvajñaḥ sarvavid yasya jñānamayam tapah
“Ia yang Maha Tahu, yang pengetahuan-Nya adalah tapas itu sendiri.”
— Muṇḍaka Upaniṣad 1.1.9
yo devānām prabhavaś codbhavaś ca
“Ia adalah asal dan pengontrol para dewa.”
— Śvetāśvatara Upaniṣad . 6.5
Krishna sendiri dalam Bhagavad Gitā menyatakan:
ahaṁ sarvasya prabhavo mattah sarvaṁ pravartate
“Akulah asal segala sesuatu.”
— Bhagavad Gita 10.8
Namun ini harus dipahami sebagai suara Brahman , bukan klaim pribadi Krishna sebagai individu sejarah. Karena individu tak mungkin menciptakan para dewa, alam semesta, dan waktu.
Konklusi Filsafat:
Jika Krishna dilahirkan, memiliki keluarga, menangis saat bayi, menikah, dan akhirnya mati karena panah berbisa (Mausala Parva, Mahābhārata) , maka tak mungkin ia adalah "ayah dan ibu semesta" dalam arti literal dan ontologis.
Satu-satunya Tuhan sejati menurut Veda adalah Brahman :
satyaṁ jñānam anantaṁ brahma
“Brahman adalah kebenaran, kesadaran, dan tak terbatas.”
— Taittirīya Upaniṣad 2.1.1
ARGUMEN 4: Kematian Krishna dalam Mahābhārata Membatalkan Klaim Ketuhanannya
Klaim bahwa Krishna adalah “ayah dan ibu alam semesta” secara literal otomatis runtuh bila kita memeriksa bagaimana Krishna mati menurut Mahābhārata, khususnya dalam Mausala Parva (Parva ke-16). Tidak hanya kematian yang tragis dan manusiawi, tetapi juga menunjukkan bahwa Ia tunduk pada hukum karma dan kala , dua prinsip yang tidak mungkin berlaku atas Tuhan Mutlak.
4.1 Mahābhārata – Mausala Parva : Krishna Mati Dipanah Pemburu
"Jara, seorang pemburu, mengira bahwa kaki Krishna yang sedang beristirahat adalah seekor rusa. Ia melepaskan panah, dan menembus tubuh Krishna. Ketika Jara mendekat, ia menyadari bahwa ia telah membunuh Krishna..."
– Mahābhārata, Mausala Parva, adhyaya 7–8
Sloka versi IAST:
“saṃcintya mṛgayūthāni mṛgaś ca hṛta-cetanaḥ
śarābhyāṃ prahitau bāṇau kṛṣṇaṃ vivyādha pāṇḍavaḥ”
“Dengan pikiran yang membayangkan dan melihat dari jauh, pemburu itu melepaskan panah yang menembus Krishna.”
Makna Filsafati:
Tuhan yang sejati menurut Upanishad tidak pernah lahir, tidak berubah, tidak mati , dan tidak terpengaruh oleh hukum duniawi.
na jāyate mriyate vā kadācit
“Ia tidak dilahirkan dan tidak mati kapan pun.”
— Kaṭha Upaniṣad 2.18, Bhagavad Gītā 2.20
4.2 Tubuh Krishna Ditinggalkan dan Hanyut
Dalam narasi lanjutannya, diceritakan bahwa pemakaman Krishna dibiarkan diserahkan dan disembah oleh para sisa Yādava yang masih hidup. Tak ada pelepasan tubuh secara ajaib, tak ada naik ke Vaikuṇṭha dengan tubuh fisik, tak ada mukti langsung.
Ini menunjukkan bahwa tubuh Krishna adalah benda fana , tunduk pada waktu dan kehancuran. Ini jelas berbeda dengan sifat Brahman :
nirvikalpo nirākāraḥ śuddho buddhātma-nirguṇaḥ
“Brahman tidak bersifat, tanpa rupa, murni, dan tak tergenggam oleh atribut.”
— Mandūkya Kārikā 1.17
4.3 Kontras Tajam dengan Ajaran Upaniṣad dan Weda
Sementara Krishna mati, Brahman abadi . Ia tak terlahirkan, tak mati, dan tidak berubah:
ajo nityaḥ śāśvato 'yaṁ purāṇo
“Tak lahir, kekal, abadi, purba.”
— Bhagavad Gita 2.20
tasyaitasya kalāḥ sarvāḥ prāṇā eva prajāḥ smṛtāḥ
“Semua bentuk hanyalah bagian kecil dari-Nya.”
— Muṇḍaka Upaniṣad 2.1.1
Jadi jika Krishna benar-benar Tuhan Yang Maha Tinggi, ia tidak akan mengalami kematian secara biologis, disebabkan oleh panah dari seorang pemburu, dan terjadinya seperti makhluk biasa. Kematian ini adalah ciri avatāra līlā – manifestasi fungsional untuk tujuan dharma – bukan eksistensi Tuhan yang mutlak .
4.4 Penutup Argumen
Jika seseorang:
-
dilahirkan dari rahim (Devaki),
-
memiliki ayah (Vasudeva),
-
beranak dan beristri (Rukmiṇī, Satyabhāmā, dll),
-
dan mati tersebar di hutan karena panah,
...maka ia tak mungkin disebut ayah dan ibu semesta dalam arti ontologis absolut , sebagaimana dijelaskan dalam Ṛgveda , Yajurveda , dan Upaniṣad .
Kesimpulan Besar:
Krishna sebagai individu historis dan avatar dalam Mahābhārata adalah wujud fungsional, bukan Brahman itu sendiri.
Mengangkat Krishna sebagai satu-satunya pusat penyembahan dan mempersonifikasikan Brahman ke dalam sosok Krishna—sebagai ayah dan ibu semesta—adalah distorsi bhakti yang dorongan pembedaan antara avatar dan sumber sejatinya.
Seperti api yang muncul dari kayu, Tuhan muncul dalam bentuk avatar, namun api sejatinya tetap ada di luar kayu itu sendiri.
Jika Krishna benar-benar ayah dan ibu semesta, maka tidak mungkin ia dilahirkan dari rahim Devakī, memiliki ayah bernama Vasudeva, menangis saat bayi, bercinta dan beranak-pinak, hingga mati dipanah pemburu dan membusuk di hutan seperti manusia biasa. Ketuhanan sejati tidak tunduk pada hukum ruang, waktu, seproduk imajinasi religius yang berbungkus bhakti.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar