Google+

Tuhan memiliki Dua Tangan, atau bertangan banyak?

Tuhan memiliki Dua Tangan, atau bertangan banyak?

Kritik Vedantik atas Kultus Sosok Krishna
dalam Bhagavad Gītā 11.45–46 & 11.51

Ketika Ketakutan Dijadikan Teologi

Dalam tradisi sektarian seperti Hare Krishna, sloka-sloka Bhagavad Gītā 11.45, 11.46, dan 11.51 kerap dijadikan dalih bahwa bentuk dua tangan Krishna adalah wujud asli Tuhan , sedangkan Viśvarūpa hanyalah wujud sesaat. Mereka mengutip Arjuna yang “lega” setelah Krishna kembali ke bentuk sebelumnya, lalu menyimpulkan: itulah Tuhan yang sejati .

Tapi mari kita dekati teks ini dengan jernih, dalam kerangka Vedānta , bukan dalam bias konsekuensi bentuk.

Bhagavad Gitā 11.45: Arjuna Takut, Bukan Tunduk

dṛṣṭvedaṁ mānuṣaṁ rūpaṁ tava saumyaṁ janārdana |
idānīm asmi saṁvṛttaḥ sa-cetāḥ prakṛtiṁ gataḥ ||

"Melihat kembali bentuk-Mu yang lembut dan manusiawi ini, wahai Janārdana, sekarang aku merasa tenang dan pikiranku kembali normal."

Tafsir Vedānta:

Arjuna tidak sedang memuji bentuk Krishna, melainkan mengaku ketakutan setelah melihat Viśvarūpa — wujud Tuhan sebagai segala yang ada dan tiada , yang mengandung kengerian waktu dan kehancuran (lihat 11.32: kālo'smi loka-kṣaya-kṛt ).

Kelegaan Arjuna menunjukkan ketidaksiapan spiritualnya , bukan keunggulan bentuk Krishna.

Vedānta menegaskan bahwa kelekatan terhadap bentuk adalah cermin ketidaksempurnaan pemahaman . Dalam Bṛhadāraṇyaka Upaniṣad 3.8.8 disebutkan bahwa Tuhan tidak dapat dijangkau melalui mata, pikiran, atau ucapan — hanya melalui penyangkalan atas segala bentuk ( neti neti ).


Bhagavad Gitā 11.46: Permintaan Manusiawi, Bukan Teologi Mutlak

kiriṭinaṁ gadinaṁ cakra-hastam icchāmi tvāṁ draṣṭum ahaṁ tathaiva |
tenaiva rūpeṇa catur-bhujena sahasra-bāho bhava viśva-mūrte ||

"Aku ingin melihat-Mu kembali dalam rupa seperti sebelumnya, dengan mahkota, gada, cakra — bentuk empat tangan itu, wahai Viśva-mūrti."

Tafsir Vedānta:

Permintaan Arjuna untuk melihat bentuk Viṣṇuik (catur-bhuja) adalah kerinduan terhadap yang familiar , bukan pengakuan terhadap bentuk absolut. Viśvarūpa terlalu dahsyat — ia melampaui logika, bentuk, dan moralitas.

Dalam Advaita, ini disebut adhyāropa-apavāda — bentuk dipakai untuk mengantarkan ke memori, lalu dilepas.

Sloka ini bukan dasar doktrin, tapi cermin kelemahan batin . Yang sejati tak memegang cakra, tak mengenakan mahkota — karena Tuhan sejati tak berbentuk ( nirākāra ), tak terbatas ( ananta ), dan * melampaui segala upādhi (atribut).


Bhagavad Gitā 11.51: Tuhan Mengalah, Bukan Merendah

svakaṁ rūpaṁ darśayām āsa bhūyaḥ
āśvāsayām āsa ca bhītaṁ bhūyaḥ ||

"Ia kembali menampakkan rupa lamanya dan menenangkan Arjuna yang ketakutan."

Tafsir Vedānta:

Krishna tidak kembali ke bentuk dua tangan karena itu bentuk Tuhan tertinggi , melainkan karena Arjuna belum siap menghadapi kenyataan yang tanpa bentuk dan tanpa batas . Ia mengalah demi menjaga proses pembelajaran spiritual.

Ini adalah bentuk belas kasih, bukan dogma teologis.

Brahman tidak berubah. Brahman tidak berwujud. Brahman tidak memegang cakra atau menunggang kereta. Yang melakukan itu semua adalah manifestasi, bukan substansi.


Kritik Tajam untuk Kultus Sosok Krishna

Kelompok seperti Hare Krishna menggunakan sloka-sloka ini untuk mengajarkan bahwa bentuk Krishna adalah bentuk absolut Tuhan. Tapi argumen ini rapuh, karena:

  1. Ketakutan Arjuna bukan bukti bentuk Krishna lebih tinggi, tapi bukti bahwa manusia sulit mengungkap kebenaran hakiki.

  2. Krishna tidak pernah menyatakan bentuk-Nya yang dua tangan adalah Tuhan yang mutlak.
    Justru Ia berkata di 11.54:

    “hanya dengan bhakti yang bebas dari kelekatan (ananya), seseorang dapat benar-benar mengenal-Ku.”

  3. Pemujaan bentuk berarti menyembah manifestasi, bukan substansi.
    Dalam Muṇḍaka Upaniṣad 1.1.6: tad vijijñāsasva tad brahma — “Itulah yang harus disadari: Brahman, bukan wujud manusia, bukan avatar, bukan sosok.”

Sebagai Penutup: "Baik Bentuk, Raih Brahman"

Sloka Bhagavad Gita 11.45–46–51 adalah kisah tentang seorang pejuang spiritual yang belum siap mengungkap hakikat sejati. Krishna menghormati proses itu , tapi tidak menetapkan bentuk-Nya sebagai bentuk absolut .

Tuhan yang sejati tidak bisa dilihat oleh mata, tidak bisa dijangkau oleh doa yang memuja nama, tidak bisa dipeluk oleh keyakinan yang melekat pada bentuknya.

Ia hanya dapat disadari — sebagai Kesadaran itu sendiri.

Bhagavad Gita bukan kitab sektarian. Ia adalah panduan menuju mokṣa , bukan penyembahan terhadap tubuh dua tangan.

Jangan jatuh cinta pada kulit-nya.
Jatuh cintalah pada kebeningan Kesadaran yang membawa dari keheningan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar