Google+

Moralitas Hindu dalam menciptakan keharmonisan hidup

Moralitas Hindu dalam menciptakan keharmonisan hidup

Oleh Ida Bagus Wika Krisna

Om Asato mà sad gamaya
tamaso mà jyotir gamaya
Mrtyor mà amrtam gamaya
(Brhad Aranyaka Upanisad I.3.28)
Terjemahan :
Om, Tuntunlah kami dari ketidaknyataan menuju yang nyata
Tuntunlah kami dari kegelapan menuju yang terang
Tuntunlah kami dari kefanaan menuju keabadian



Manusia hidup dalam keseharian banyak melakukan aktifitas baik maupun buruk. Hal ini terjadi karena pada dasarnya manusia tidak dapat diam sesaatpun tanpa melakukan aktifitas. Ini merupakan hukum alam karena manusia diikat oleh hukum kerja. Seringkali kehidupan yang semakin kompleks, kemilau kemewahan dunia material dan keinginan untuk mencapai kenikmatan, seringkali memaksa manusia untuk semakin jauh dari ajaran dan nilai-nilai agama. Semakin jauhnya manusia dari ajaran-ajaran agama karena memang manusia terlahir dari ke-papa-an dan di belenggu dari awidya. Namun demikian keadaannya berbahagialah kita dapat menjelma menjadi manusia sebagai mehluk tertinggi, karena manusia dapat memperbaiki diri dari segala perbuatan buruk menjadi perbuatan baik. Dalam kitab Sarasauscaya (2-7) kita dapati berbagai keterangan tentang kelahiran, visi dan misi menjelma menjadi manusia, yang intisarinya adalah sebagai berikut :
  1. Di antara sekian penjelmaan di dunia, terlahir menjadi manusia merupakan kesempatan yang paling baik dengan memperbaiki diri dengan jalan berbuat baik, melenyapkan pahala dari karma-karma buruk di masa lampau.
  2. Seseorang hendaknya tidak menyesal dan berkecil hati menjelma sebagai manusia, walaupun tidak sempurna sekalipun, sebab dalam diri manusia ditumbuhkan rasa mensyukuri, sebab sangat sulit mendapatkan kesempatan menjelma sebagai manusia.
  3. Terlahir sebagai manusia merupakan kesempatan yang sangat utama, sebab hanya manusia yang dapat menolong dirinya sendiri terlepas dari penderitaan, atau bahkan membantu orang lain.
  4. Akan sia-sia terlahir sebagai manusia apabila tidak berusaha untuk memperbaiki diri.
  5. Tujuan terpenting dalam kelahiran manusia adalah untuk memperbaiki diri untuk mencapai kebahagiaan hidup, mencapai sorga atau bahkan tidak terlahir kembali.
  6. Menjelma sebagai manusia merupakan kesempatan menerima pahala perbuatan baik ataupun buruk dimasa lalu dan dan berkarma sebagai persiapan kehidupan mendatang.
  7. Sangat sulit lahir sebagai manusia dan sangat singkat (seperti kerdipan petir), oleh sebab itu manfaatkanlah sebaik-baiknya untuk berkarma baik sehingga terwujud kehidupan yang damai dan sejahtera.

Dari intisari ajaran kitab Sarasamuscaya tentang kelahiran sebagai manusia maka seseorang hendaknya selalu berusaha untuk mensyukuri kehidupannya, walaupun sangat buruk sekalipun. Menyadari bahwa kehidupan ini sangat singkat karena kita tidak pernah mengetahui kapan kematian akan menjemput kita, maka setiap detik waktu hendaknya selalu dimanfaatkan untuk berbenah diri dan berkarma baik, karena walaupun kita dahulu hidup penuh dosa maka perlahan-lahan akan mampu memperbaikinya, seperti segelas air yang tercemari oleh setitik tinta maka perlahan-lahan akan kembali jernih apabila kita terus menuangkan air yang jernih kedalamnya.

Dalam rangka untuk mengisi hidup ini secara lebih baik, maka hindu mengajarkan umatnya untuk selalu berlindung dalam Dharma, karena dengan Dharmalah manusia mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

Dharma yang berasal dari kata “dhr” berarti menyangga dalam artian dharma adalah yang menyangga dunia ini beserta isinya, baik Bhuana Alit sampai Bhuana Agung serta merupakan hukum semesta .
Dharma secara umum didefinisikan sebagai “ kebajikan” dan “ kewajiban”.
Dharma dalam Maha Nirwana Tantra merupakan sesuatu yang mesti dipegang erat- erat, misalnya ialah hukum, kebiasaan , adat istiadat, agama, kasih sayang, kebenaran, keadilan, kewajiban, prestasi dan moralitas,
jadi dharma tidak lain dari sekumpulan prinsip- prinsip yang utuh dan kekal (Sanatana) yang menyangga seluruh alam semesta ini menjadi suatu kesatuan baik pada bagian- bagiannya maupun pada keseluruhannya, hidup atau mati.“ sesuatu yang menunjang dan mempersatukan seluruh mahluk di alam semesta”.

Dharma dicanangkan untuk menciptakan dan memberikan keutuhan hidup . Dharma itu menunjang dan memelihara, karena Dharma itu menunjang dan mempersatukan, maka ia disebut Dharma. Dengan Dharma umat manusia dipertahankan.
Jadi Dharma itu bukan merupakan aturan bikinan ( artificial), tetapi merupakan kaidah ( prinsip) untuk hidup benar. Ciri- ciri Dharma sama dengan ciri- ciri kebaikan , yaitu prilaku yang baik (achara). Melalui perbuatan baik itu Dharma diwujudkan sehingga dicapailah kemasyuran secukupnya di dunia ini dan di alam –alam selanjutnya. Para Resi menggunakan achara sebagai sumber dari semua tapa. Dharma bukan sekedar prinsip- prinsip untuk kehidupan yang baik, tetapi juga penerapan prinsip- prinsip itu. Perbuatan yang dilandasi oleh prinsip- prinsip kebenaran , dapat menjadi manusia sejahtera senang hidupnya di dunia ini, di surga, dan bahkan bisa mencapai kebebasan mutlak. Dharmapun meliputi hasil dari perbuatan baik itu Dharma mengatur pahalanya, landasan dari sanatana dharma ialah relevansi (Shruti) seperti tercantum di dalam sastra- sastra, seperti ; Smrti , Purana , dan Tantra.

Di dalam kitab Sarasamuccaya sloka 14 , kata Dharma diartikan sebagai berikut:

Ikang dharma ngarannya, henuning mara ring swargaika
Kadi gatining prahu, anhenuning banyaga nentasing tasik
(Kadjeng, 1987; 15).
Artinya :
Dharma adalah jalan untuk pergi ke sorga; sebagai halnya perahu, sesungguhnya adalah merupakan alat bagi pedagang untuk mengarungi lautan.

Di dalam Sarasamuccaya kata Dharma didefinisikan sebagai jalan menuju sorga. Di dalam kitab Wrhaspati Tattwa, dharma tersebut mulai dijabarkan satu persatu mengenai ciri dari dharma itu sendiri . Wrhaspati Tattwa menyebutkan sebagai berikut :

Sila ngaraning mangraksacara rahayu, yajna ngaraning mang
hanaken homa, tapa ngaraning umatindrianya,tan wineh ring
wisayanya,dana ngaraning weweh,prawrajya ngaraning wiku,
anasaka bhiksu ngaraning diksita, yoga ngaraning magawe
samadhi nahan pratyeka ning dharma ngaranya.
( Putra, 1988 ; 22).
Artinya :
Dharma adalah perbuatan mulia, Yadnya , tapa, dana punia, meninggalkan keluarga , hidup dari sedekah dan yoga. Sila artinya melakukan perbuatan yang baik . Yadnya artinya melaksanakan pemujaan api . Tapa artinya menjadi biku yang melakukan tapa brata. (anasaka ?). Bhiku artinya seorang yang di- diksita . Yoga berarti melakukan meditasi.

Dari Sloka tersebut diatas kita menjadi sadar betapa pentingnya tatanan bertingkah laku dalam kehidupan menjadi manusia, yang tentu membuatnya berbeda dengan mahluk lain, sejauh manapun kekuasaan, kewibawaan, kebijaksanaan dan pemahaman terhadap tattwa tidak akan ada gunanya bila tidak menjalankan apa yang disebut susila. Mengenai mengapa ajaran etika atau susila itu sangat penting maka didalam kekawin Niti Sastra sargah 3.2 menyebutkan ;

Surud nikanang artha ring greha hilangnya tan ana winawannya ya pejah,
Ikang mamidara swa wandhu suruding pamasaran umulih pada nangis,
Gawe hala hajeng manuntun angiring manuduhaken ulah tekeng tekan,
Halinganika ring dadi wwang I sedeng hurip angulaha dharma sadhana.
Artinya :
Jika orang meninggal dunia harta bendanya tinggal di rumah, tidak dibawanya /orang yang melawat dan keluarganya hanya mengantarkan sampai kuburan, lalu pulang sambil menangis/ hanya kejahatan dan kebajikan yang mengikuti, dan menunjukkan jalan ke akhirat/ oleh karena itu selama hidup ini kita berbuat baik sebagai bekal untuk mencapai sorga //

Di dalam agama Hindu, ajaran yang paling mendasar mengajarkan etika adalah konsep “TAT TWAM ASI” dan ajaran Karmaphala, yang mendidik dan mengarahkan manusia Hindu untuk berpegang pada tatanan tingkah laku di dalam kehidupannya, guna mampu hidup secara benar , maka hindu mengajarkan beberapa hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu dan dipegang selalu di dalam proses menemukan pengertian antara benar dan salah yaitu :
  1. Desa, Kala, Patra. Desa artinya tempat , Kala berarti waktu dan Patra artinya kitab- kitab suci .
  2. Pratyaksa, Anumana, Agama. Pratyaksa artinya memperoleh kebenaran melalui pengamatan langsung, Anumana artinya memperoleh kebenaran melalui logika berfikir, Agama artinya memperoleh kebenaan atas dasar pertimbangan orang lain yang dapat dipercaya.
  3. Sastratah, Gurutah, Swatah. Sastratah artinya pertimbangan atas dasar ajaran sastra, Gurutah artinya pertimbangan atas dasar ajaran guru, Swatah artinya pertimbangan atas dasar pengalaman.

Ketiga pedoman ini menjadi sangat penting untuk mengetahui sejauh mana tingkah laku manusia itu, tetap berpegang teguh terhadap sesuatu yang dianggap benar. Karena hal tersebut diatas memainkan peranan penting dalam menentukan hidup setiap manusia terhadap sifat relativitas sesuatu yang dianggap benar.

Apabila dijabarkan relativitas kebenaran adalah sebagai berikut :
  1. Kebenaran dalam suatu kelompok masyarakat belum tentu benar bagi masyarakat lainnya.
  2. Sesuatu yang dianggap benar pada suatu zaman belum tentu benar pada zaman setelahnya.
  3. Sesuatu yang diangap benar bagi sesuatu agama belum tentu benar bagi agama lainnya.

Guna mampu dan tetap berpegang pada sesuatu yang benar maka “Wiweka“ lah yang memegang peranan penting, karena didalam diri manusia terdapat dua kecendrungan yang selalu berlawanan, maka penerapan ajaran Susila itu tergantung pada diri manusia, sejauh mana ia mampu mengelola konflik internal sehingga mampu menguasai diri dengan bantuan Wiweka.

Adapun tujuan dari etika adalah “ untuk membina hubungan yang selaras atau hubungan rukun antar seseorang ( Jiwatma ) dengan mahluk hidup sekitarnya, hubungan yang selaras antara keluarga , yang membentuk masyarakat dengan masyarakat sendiri, antara satu bangsa dengan bangsa lainnya, dan antara manusia dengan alam sekitarnya”. (Mantra, 1993 ; 5),

lalu apa yang terjadi bila ia melanggar etika yang berlaku ?

Secara agama maka Tuhanlah yang akan “ menghukumnya” (Sorga Neraka), di dalam hidup bermasyarakat maka masyarakatlah yang menghukumnya, dan secara pribadi maka rasa bersalahlah yang mengganggunya.

Di dalam Siwa Tattwa secara umum aturan mengenai tata cara bertingkah laku tidaklah banyak diuraikan, karena ajaran ini bukanlah untuk orang awam tetapi khusus untuk para pendeta , sehingga ia melampaui batasan baik dan buruk, karena sasarannya adalah kelepasan.

Namun dilihat dari apa yang tersirat didalam ajaran ini, maka motifasi yang melandasi ajaran etika dalam Siwatattwa yaitu konsep “Tat Twam Asi” karena seluruh yang ada ini sesungguhnyalah Siwa ( evolusi semesta). Dengan begitu kita sadar bahwa sesungguhnya semesta ini adalah Siwa begitu pula diri kita, dari sini kita belajar untuk selalu menghormati mahluk lain seperti kita menghormati diri kita sendiri.

Selain itu pula di dalam Siwatattwa, menunjukan kepada kita mengenai awal dari keterikatan manusia yaitu pikiran dari pengaruh Tri Guna, yang didalam Wrhaspati Tattwa ,16 disebutkan :

Ikang citta hetu nikang atman pamukti swarga,citta hetuning atma tibeng naraka, citta hetu nimitanyan pangdadi tiryak, citta hetunyan pangjanma manusa, citta hetunyan pamanggihaken kamoksan mwang kalepasan, nimittanya nihan;
Artinya ;
Pikiran yang menyebabkan atma menikmati sorga. Pikiran yang menyebabkan atma jatuh ke neraka. Pikiran menyebabkan menjadi binatang. Pikiran menyebabkan lahir sebagai manusia. Pikiran menyebabkan mencapai moksa dan kelepasan. Adapun sebabnya demikian :
  1. Pikiran Sattwika yaitu prilaku yang sungguh- sungguh jujur dan kokoh , mengetahui perbedaan antara sesuatu dan batas- batasnya, ia memahami Siwa Tattwa, pandai, dan manis tutur katanya.
  2. Pikiran Rajah yaitu prilaku yang kejam , pemarah, dan menakutkan, congkak, suka memperkosa, panas hati, lobha, melakukan perbuatan kasar dengan tangan, melakukan perbuatan kasar dengan kaki , berkata- kata kasar , tidak ada rasa kasih, kurang waspada dan suka mengatasi.
  3. Pikiran Tamah yaitu fikiran yang dihinggapi rasa takut, payah, kotor, mabuk, suka tidur, sesat pikiran (suka menfitnah), suka membunuh, ceroboh, keruh hati.

Darisini secara tersirat kita menemukan akar dari permasalahan hidup ini, pikiran itulah segala penyebab dari keadaan manusia, baik sorga maupun neraka, menjelma sebagai manusia, sebagai binatang atau yang lainnya, maka dari itu pikiranlah yang pertama kali harus dikendalikan dan dikuasai karena pikiranlah yang menjadi poros dan inti penggerak semua indria, dari sini pula kita menemukan awal dan konsep dari ajaran karmaphala yaitu hasil dari setiap tindakan yang kita lakukan,

adapun ajaran karmaphala secara lebih rinci terdiri dari ;
  1. Sancita karmaphala ialah sisa perbuatan kita di kehidupan terdahulu kita nikmati sekarang.
  2. Prarabda karmaphala ialah perbuatan kita sekarang hasilnya dinikmati sekarang juga.
  3. Kriyamana karmaphala ialah sisa perbuatan kita yang sekarang dinikmati pada kehidupan mendatang.

Setelah kita mengetahui bahwa pikiran sebagai akar dari permasalahan hidup ini, maka untuk mengendalikannya, pikiran harus diarahkan menuju sesuatu yang suci, begitu pula perkataan dan perbuatan, karena manusia mencakup tiga hal yaitu Sabda, Bayu dan Idep, maka dari itu ketiganya harus diarahkan menuju kesucian, mengenai hal ini maka ada yang disebut Tri Kaya Parisudha ( tiga perbuatan yang suci) yang terdiri dari;
  • Manacika : berfikir yang benar, yang secara lebih spesifik berarti tidak menginginkan milik orang lain, tidak berfikir buruk pada orang lain dan tidak mengingkari hukum karmaphala.
  • Wacika : bertingkah laku yang benar. Yang berarti tidak mencaci maki (ujar ahala), tidak berkata kasar(ujar apregas), tidak memfitnah (ujar pisuna), tidak ingkar janji (ujar nitya).
  • Kayika : berbuat dan bertingkah laku yang benar, yang secara nyata berarti tidak menyiksa, tidak mencuri dan tidak berjina.

Tri Kaya Parisudha adalah tiga hal yang harus di penuhi sebagai konsep etika didalam di dalam Siwa Tattwa, namun dalam usaha untuk lebih mengerti maka perlu dijabarkan secara lebih lanjut sehingga semakin nyata dan semakin membumi, untuk mendukung Tri Kaya Parisudha maka ada yang disebut Catur Upaya Prawerti yang membenahi karakter, di mulai dari dalam diri sendiri terlebih dahulu.
  • Arjawa artinya kejujuran
  • Anresangsa artinya tidak mementingkan diri sendiri
  • Dama artinya kesabaran, introspeksi diri Indria
  • Nigraha artinya tidak dikuasai nafsu

Setelah berbenah dari dalam diri sendiri, baru di wujudkan dalam bentuk tingkah laku dalam berinteraksi dengan sesama, baik dengan manusia, dengan binatang dan bahkan dengan tumbuh-tumbuhan atau dengan mahluk lainnya, sebagai sesama kreasi Siwa.Yang dimaksud yaitu Catur Paramita yang terdiri dari;
  • Metri – budi luhur dalam bentuk suka menolong
  • Karuna – budi luhur dalam bentuk belas kasih
  • Mudita – budi luhur dalam bentuk menyenangkan orang lain
  • Upeksa – budi luhur dalam bentuk menghargai orang lain sama dengan diri sendiri

Guna mewujudkan ajaran Catur Paramita secara lebih nyata maka ada yang disebut Sad Paramita yang terdiri dari ; Sad Paramita yaitu enam perbuatan untuk mewujudkan Catur Paramita.
  • Dana – dana punia,beramal sedekah.
  • Sila – melaksanakan perbuatan yang baik.
  • Ksanti – sabar, suka memaafkan.
  • Wirya – keteguhan hati.
  • Pradnya – bijaksana.
  • Dyana – Penuh perhatian.

Selain itu pula didalam Wrhaspati Tattwa juga menganjurkan dilaksanakannya Dasa Sila didalam kehidupan sehari –hari untuk menunjang pelaksanaan dari ajaran Sadangga yoga, adapun Dasa Sila yaitu;
  1. Ahimsa artinya tidak membunuh.
  2. Brahmcarya artinya tidak mengumbar nafsu.
  3. Satya artinya tidak dusta dalam berkata- kata,
  4. Awyawaharika artinya tidak berperkara , tidak berjual beli, tidak membenarkan dan menyalahkan.
  5. Asteya artinya tidak mencuri, tidak mengambil milik orang lain bila tanpa perjanjian.
  6. Akroda artinya tidak marah besar.
  7. Guru Susrusa artinya berbakti pada guru.
  8. Sauca artinya setiap hari mengucapkan mantra- mantra , dan menyucikan badan.
  9. Aharalaghawa artinya tidak makan berlebihan.
  10. Apramada artinya tidak sembrono

Dari paparan tentang pembagian dan penjelasan dari moralitas dalam agama Hindu, manusia dengan segala kekurangannya ‘tan hana wwang Swasthya’ hendaknya berusaha untuk mengikutinya secara bertahap dan sedikit demi sedikit. Perlahan-lahan bangkit dari kegelapan, kesalahan, dan menuju terang kebenaran.

Sumber: hinduraya.wordpress.com/2009/02/17/moralitas-hindu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar