Sri Magada Nata / Arya Yasan - Raja Tabanan II
Arya Pucangan I, Putera sulung Arya Keceng tidak tertarik
memegang pemerintahan. Maka kerajaan Pucangan (Buwahan) diperintah oleh adiknya
Arya Pucangan II bergelar Arya Ngurah Tabanan.
Adapun Kyai Tegeh Kori pindah ke Badung, di sebelah
selatan Setra Badung. Beliau memerintah wilayah Badung, membuat bendungan di
Pegat. Selanjutnya menurunkan warga besar yang disebut Para Gusti Tegeh.
Sedangkan yang paling bungsu seorang perempuan tetap tinggal di istana
Pucangan.
Sri Megada Nata mempunyai putera :
- Arya Ngurah Langwang
- Ki Gusti Made Kaler / Utara ( menurunkan Keluarga Besar Jero Subamya )
- Ki Gusti Nyoman Dawuh / Pascima (Menurunkan Keluarga Besar Jero Pameregan)
- Ki Gusti Ketut Dangin / Wetaning Pangkung ( Menurunkan Pragusti Lod Rurung, Kesimpar & Srampingan )
- Ki Gusti Samping Boni ( Menurunkan Pragusti Ersania, Kyayi Nengah & Kyayi Titih )
- Ki Gusti Nyoman Batan Ancak ( Menurunkan Pragusti Ancak & Angligan )
- Ki Gusti Ketut Lebah
Arya Pucangan II meneruskan kewajiban ayahnya, sering
datang menghadap Dalem Ketut yang bergelar Sri Smara Kepakisan di Suwecapura,
Gelgel. Di istana Suwecapura, Arya Pucangan II sempat melakukan kesalahan,
menutupi rambut salah seorang putera Dalem, yang menyebabkan Dalem marah dan
memberikan ganjaran.
Dalem mengutus Arya Pucangan II ke Majapahit untuk
menyelidiki situasi di sana. Tidak diceritakan perjalannya, sampai di
Majapahit, dilihat sunyi, sepi negara itu, kelam kabut pikiran pejabat dan
rakyat, karena mengalami masa-masa peralihan Islamisasi. Arya Pucangan II
kembali pulang ke Bali, tidak diceritakan perjalannnya.
Sampai di Bali Arya Pucangan II menuju Suwecapura
melaporkan situasi di Majapahit. Setelah selesai menghadap dan pamit, beliau
mendengar adiknya perempuan bungsu yang diambil oleh Dalem, diberikan oleh
Dalem kepada Kyai Asak di Kapal, adik dari Kyai Petandakan, treh Nararya
Kepakisan. Arya Pucangan II setelah mengetahui adiknya diperlakukan demikian,
merasakan sakit hati, betapa beratnya hukuman yang diberikan oleh Dalem.
Arya Pucangan II
akhirnya memutuskan meletakkan jabatan sebagai penguasa, menyerahkan kekuasaan
kepada putera sulungnya Arya Ngurah Langwang. Beliau kemudian menuju ke hutan
ke arah Barat Daya dari istana Pucangan, dan beristirahat di desa Kubon
Tingguh.
Desa Kubon Tingguh tempat beliau berduka cita. Di sini
beliau didampingi, menikah lagi dengan seorang puteri Bendesa Pucangan,
melahirkan seorang putera bernama Kyai Ketut Bendesa atau disebut juga Kyai
Ketut Pucangan. Setelah Kyai Ketut Bendesa dewasa, diajak ke istana Pucangan
mendampingi kakaknya Arya Ngurah Langwang. Ki Gusti Ketut Bendesa / Sirarya
Ketut Pucangan/ Sirarya Notor Wandira yang mana selanjutnya menurunkan
Raja-Raja dan Pratisentana Arya Kenceng di Badung / Denpasar.
Diceritakan Kyahi Ketut Bendesa atau Kyahi Wuruju
Pucangan setiap malam beliau tidak tidur dirumah, melainkan dirumah-rumah penduduk.
Pada suatu malam seorang penduduk melihat api dan setelah didekati ternyata
hilang, dan yang terlihat ternyata Si Arya Ketut Pucangan. Orang mengetahui
bahwa Si Arya Ketut sangat sakti. Beliau disuruh memotong pohon beringin yang
tumbuh diwilayah Kerajaan dan beliau naik sampai kepuncak dan memotong pohon
itu sampai bersih. Beliau dengan enaknya duduk diatas puncak, lalu
diperintahkan untuk turun oleh Raja. Setelah peristiwa itu lalu diberi nama
Sang Arya Ketut Notor Wandira, dan Raja memberinya sebuah keris yang yang
bernama I Ceklet. Setelah dewasa Arya Notor Wandira mengambil istri dari desa
Buwahan dan berputra 2 orang yaitu :
- Kyahi Gde Raka
- Kyahi Gde Rai
Setelah Arya Notor Wandira mempunyai 2 orang putra,
beliau ingin mendapatkan kesucian dan wibawa, lalu pergi ke Gunung Giri di
Beratan yang bernama Watukaru. Setelah berapa waktu lalu mendapat wangsit yang
memerintahkan agar pergi ke Gunung Batur meminta berkah kepada Batari Danu.
Sambil menunggu hari baik, beliau berjalan-jalan sampai di desa Tambyak dan
tiba-tiba bertemu dengan seorang anak kecil hitam kulitnya, gigi putih, muncul
dari pecahan batu di Pura Tambyak, kemudian diajak pulang dan diberi nama Ki
Tambyak Tudelaga. Tudelaga adalah namanya yang pertama. Setelah hari baik, Sang
Arya disertai oleh Ki Tambyak pergi menuju Selagiri. Kepergiannya nyasar sampai
ke Pura Panrajon. Disana beliau semadi memuja Dewa, dan muncullah Sanghyang
Panrajon dan berkata agar melanjutkan perjalanan ke Batur. Setelah membatalkan
semadinya disertai oleh Ki Tambyak berangkatlah beliau ke Selagiri dan segera
melakukan yoga semadi tanpa cacat. Kemudian muncullah Bhetari Danu dan bersabda
bahwa Bhetari akan memenuhi kehendaknya asal mau menjunjungnya melintasi danau
dan Sang Arya tidak menoleh dan dengan hati teguh memenuhi perintahnya.
Ditengah Danau Bhetari menyampaikan sesuatu dan berkata bahwa engkau akan
mendapatkan kebahagiaan dalam pemerintahan, dan engkau hendaknya pergi ke
negara Badung menemui Sang Anglurah Tegeh Kori. Setelah itu beliau pulang ke
Buwahan. Setelah berapa lama beliau lalu pergi kedaerah Badung diikuti oleh
istrinya dan Ki Tambyak dan bermalam dirumah Buyut Lumintang. Besoknya
melanjutkan perjalanan disertai oleh Ki Buyut kedaerah Tegal dan masuk ke Istana
Kyahi Anglurah Tegeh Kori dan mengadakan pembicaraan.
Arya Pucangan II
wafat di Kubon Tingguh, kemudian dilaksanakan upacara dengan semestinya. Kerajaan Pucangan (Tabanan) di pimpin oleh Arya Ngurah Langwang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar