Google+

Peristiwa Penting yang dialami Pasek Padang Subadra

Peristiwa Penting yang dialami Pasek Padang Subadra

Ki Pasek Padang Subratha Meninggalkan Tulamben.

Pada suatu hari sekitar tahun caka 1602 (tahun 1680M), di desa Tualaben diadakan sabungan ayam. Ketika itu tiga anak buah perahu merapat di Pantai Tulamben. Anak buah perahu yang terdiri dari orang-orang bugis turun ke darat. Tatkala itu di arena sabungan ayam akan berlaga sepasang ayam jago yaitu antara ayam berbulu buwik tersebut .Orang-orang perahu memberi tahu bahwa isi taruhannya adalah seluruh isi ketiga buah perahu miliknya. Akan tetapi pemilik ayam itu tidak memberikan dan mengatakan bahwa ayam itu tidak dijual.

Oleh karena itu mereka menuntut orang-orang Desa Tulamben, membayar sejumlah taruhan sesuai dengan perjanjian .Akan tetapi orang-orang Desa Tulamben tidak mau memenuhi tuntutan mereka . Hal ini dilakukan oleh orang-orang Desa Tulamben ,karena mereka mengira bahwa orang-orang perahu tersebut tidak akan berani berbuat apaapa, mengingat orang-orang Desa Tulamben jumlahnya jauh lebih banyak .Apabila orang-orang perahu itu berani bertindak dan berbuat keonaran, maka mereka akan dikeroyok oleh orang-orang Desa Tulamben, serta perahu mereka dan seluruh isinya akan dirampas.


Dalam kekacauan demikian ,timbul kekacauan di Desa Tulamben ,kekacauan itu disebabkan olek kutukan bhatara di Kapurancak dan Pura Bulakan . Menurut kepercayaan , kesalahan yang pernah dilakukan yakni adalah orang-orang Desa Tulamben telah berani menjual batu yang dikeramatkan .Kemudian pada hari Jumat paing, wara dungulan, orangorang perahu tersebut membelah batu keramat yang dapat dibeli dari salah seorang pemimpin Desa Tulamben.Dari dalam batu tersebut didapatkan tujuh buah prasati cili emas serta emas dan intan yang tak ternilai harganya. Orang-orang erahu itu selanjutnya meneruskan pertempuran melawan orang-orang Desa Tulamben,yang menyebebkan tidak sedilkit jatuh korban dari rang Desa Tulamben.

Sesudah berapa lamanya Wayan Pasek Sadra di Desa Sibetan ,pada suatu hari terjadi kekacauan di Desa Sibetan . Sebab itu Wayan Pasek pindah lagi ke Desa Pasangkan .Sedang rakyatnya berjumlah 400 kepala keluarga ditinggalkan di Desa Sibetan seterusnya menghamba kepada I Gusti Lanang Putu yakni Putra dari I Gusti Nengah Sibetan Benjo .Akan tetapi keluarga mereka terpisah tempat tinggalnya ,namun perkuburannya tetap menjadi satu yaitu di Alas tunggal . Demikianlah kisah hancurnya Desa Tulamben .

Gede Pasek Subratha Sebagai Patih Kyayi Agung Dhimade

Pada sekitar tahun caka 1587 setelah wafatnya Sri Sagening Dalem Gelgel ,kedudukan beliau digantikan oleh putra nya yaitu I Dewa Dhimade, dengan gelar Abhiseka Sri Dhimade, sedangkan patih yang dijabat oleh I Gusti Agung Maruti

Ketika pemerintahan Dalem Gelgel Sri Dhimade, Patih I Gusti Agung Maruti memerintahkan I Gusti Karangasem untuk menyerang Lombok dan Sumbawa yang pada waktu itu dikuasai oleh Makassar. Penyerangan ke Lombok memperoleh kemenangan,lalu I Gusti Karangasem mengirim utusan kepada Dalem gelgel, untuk memohon penjelasan siapa yang akan ditugaskan memerintah Pulau Lombok . Utusan tersebut terditi dari tiga orang. akan tetapi ketiganya mati terbunuh ,dan tidak dapat diketahui siapa pembunuhnya dan apa latar belakangnya.

Setelah wafatnya Sri Dhimade dengan meninggalkan dua orang putra nya yang masih anak-anak, lalu I Dewa Jambe pindah dari Desa Guliang ke Desa Sidemen. Ia bertempat tinggal sebelah utara Puri Singharsa, sedang I Dewa Pamayun tetap tinggal di Desa Guliang. Hanya I Gusti Agung Maruti setelah berkuasa di Gelgel bergelar Kyayi Agung Dhimade, dengan patihnya diangkat Gde Pasek Subratha bergelar Ki Dukut Kertha.

Kyayi Agung Dhimake ,hanya berkuasa di Gelgel dan sekitarnya  sedang daerah-daerah lainnya masih setia kepada Dalem. Para Kasatrya dan Arya yang tidak mau dibawah perintah Kyayi Dhimade meninggalkan Gelgel ,sedang bagi mereka yang maiu di bawah perintah Kyayi Agung Dhimade gelarnya diturunkan.

Puri Gelgel dapat dikurung dan kyayi Agung Dhimade terdesak .Lalu bersama keluarganya ,ia mengundurkan diri dari Gelgel menuju ke Barat .Yang menuju Sukawati, ada juga yang yang terus menerus menuju Hutan Jimbaran ,di daerah Badung. Peristiwa ini terjadi pada sekitar tahun caka 1599, kyayi Agung Dhimade diiring oleh rakyatnya tidak kurang dari 800 orang. Di dalamnya terdapat keturunan dari Gede Pasek Subratha ,dan sejak itu Kyayi Agung Dhimade kembali bernama I Gusti Agung Maruti. I Gusti Agung Maruti mempunyai tiga orang putra laki perempuan yaitu:

  1. I Gusti Agung Putu Agung, bertempat tinggal di Desa Keramas wilayah Gianyar 
  2. I Gusti Istri Ayu Made, diperistri oleh pedanda Wanasara 
  3. I Gusti Agung Anom, bertempat tinggal di Desa Kapal  wilayah Badung

Keturunan Gde Pasek Subratha ikut di Desa Keramas, selanjutnya disana ia membangun rumah sebagai tempat tinggal serta mendirikan pamerajan sebagai tempat suci untuk memuliakan dan memuja arwah suci para leluhurnya .Keturunannya ada juga yang pindah dan bertempat tinggal di Kota Gianyar.

Luh Pasek Dikawini Oleh I Gusti Wayan Yasa.

Sesudah ayahnya terbunuh di Bukit Pegat wilayah Desa Kutuh, Kintamani, I Gusti Tajeran melarikan diri ke daerah Karangasem . Dari sini kemudian I Gusti Tajeran berkelana sampai di Gunung Batukaru. Disana ia melakukan tapa ,dan entah berapa bulan lamanya ada sabda dari Hyang Maha Kuasa, agar I Gusti Tajeran melihat ke sebelah Tenggara. Setelah turun-temurun tinggal di desa Sunantaya, akhirnya keturunannya bernama I Gusti Wayan Yasa kawin dengan seorang perempuan bernama Luh Pasek keturunan dari Mpu Ketek. Dari perkawinannya ini, ia menurunkan tiga orang anak laki perempuan bernama Ni Gusti Ayu Nyoman Sari.Mereka itu tinggal di Desa Sunantaya dan inilah yang menurunkan I Gusti Sunantaya di Desa Sunantaya, Penebel, wilayah Tabanan, dan I Gusti Ayu Tajeran adalah keturunan Arya Kepakisan.

Made Pasek Cedok Diangkat Menjadi Patih

Sesudah wafatnya Raja Gianyar I Dewa Manggis Dhirangki atau I Dewa Manggis VI, kedudukan beliau digantikan oleh putranya bergelar I Dewa Manggis Dhisatria atau I Dewa Manggis VII, dengan Patih kerajaan ialah Made Pasek Cedok keturunan Kyayi Agung Pasek Padang Subadra.

Mengenai pengakatan Made Pasek Cedok sebagai Patih kerajaan Gianyar, dikisahkan keselamatanyya tidak terjamin apabila tinggal di Puri Agung Gianyar . Karena Puri Agung Gianyar telah dikepung oleh pasukan dari I Dewa Gde Kapandean yang bersenjata lengkap ,kemudian puri Agung Gianyar dapat diduduki oleh I Dewa Gde Kapandean ,dan peristiwa ini terjadi pada akhir tahun 1848 M.

Dalam kedudukannya sebagai patih, Made Pasek Cedok segera mengadakan pembersihan ke dalam, dengan bertindak tegas tanpa pilih bulu. Siapa saja yang bersalah akan dijatuhi hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Ke Dalam aparatur pemerintahan dibenahi ,kehidupan rakyat diperhatikan dan seluruh aspek kehidupan hingga kehidupan rakyat berangsur-angsur menjadi lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya serta keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi lebih mantap. Hubungan ke lain kerajaan dipererat dan ribuan pasukan Kerajaan Gianyar bergabung dengan pasukan kerajaan Klungkung, membantu Kerajaan Buleleng berperang melawan pasukan Belanda.

Utusan Belanda Diketahui

Kemudian timbul sengketa dengan kerajaan Bangli akibat wilayah Tampaksiring dan Payangan yang semula bernaung di bawah kerajaan Bangli, membelot kepada Kerajaan Gianyar seluruh Desa yang berada di wilayah Tampaksiring dan Payangan saat itu menjadi wilayah Kerajaan Gianyar.

Sejak itu wilayah Kerajaan Gianyar bertambah luas dan kejadian ini menimbulkan kecurigaan warga Bangli. Usaha Kerajaan Bangli dengan bantuan Belanda tidak berhasil. Untuk itu pemerintah Belanda mengirim seorang patih dari Banyuwangi . Mereka mengatakan lebih senang berada di bawah kekuasaan Raja Gianyar dibandingkan berada dibawah kekuasaan Raja Bangli. Dikatakan bahwa Raja Bangli sangat kejam menindas rakyat, kesalahan-kesalahan yang belum dapat dibuktikan, dan karena hanya fitnah semata-mata sudah dijatuhi hukuman berat dan tidak berperikemanusiaan . Mereka semua mengaku para kepala desa dari dua wilayah tersebut . Berdasarkan gerak-gerik mereka . Patih Pringgokusumo yakin bahwa mereka itu benar-benar rakyat dari tampaksiring dan Payangan dengan maksud mengetahui keinginan rakyat dari dua wilayah tersebut ,ia anggap tidak ada manfaatnya.

Berdasarkan pengalaman itu ,dianggapnya sudah culup jelas mengenai keinginan rakyat di kedua wilayah tersebut ,yakni secara spontan menyatakan secara spontan menyatakan lebih senang berada di bawah pimpina Raja Gianyar .

Demikian politik patih kerajaan Gianyar Made Pasek Cedok yang berhasil dalam mengelabuhi utusan Belanda,dan mempertahankan wilayah Payangan dan Tampaksiring menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Gianyar.

Undang-Undang Demi Keselamatan Kerajaan Gianyar.

Pada masa kepemimpinan Patih Made Pasek Cedok, demi keselamatan dan kesejahteraan Kerajaan Gianyar mengeluarkan peraturan baru. Di sana mereka diberi surat izin .Barang siapa melanggar ,berani mengajak tamu tanpa melaporkan terlebih dahulu ,mereka yang ditumpangi menginap dihukum denda 10.000. Apabila tamu itu kehilangan/kecurian ,yang mengajak tamu tersebut harus membayar kerugian seharga barang-barang yang hilang kepada tamunya.”

Patih Made Pasek Cedok Terhindar Dari Bahaya

Pada suatu ketika Patih Made Pasek Cedok berada di Karangasem dan tidak kurang seminggu disana.Ia selalu di incar oleh mata-mata Kerajaan Klungkung untuk dibinasakan. Tatkala sedang berbicara dalam sidang dengan pemuka-pemuka rakyat karangasem ,tiba-tiba datang budaknya brnama I Mileh. Begitu pula diketahui oleh mata-mata dari Klungkung yang ditugaskan di Kota Karangasem ,khususnya untuk memata-matai Patih Made Pasek Cedok.

Dengan peristiwa ini Raja Klungkung merasa diperdaya oleh I Mileh lebih dahulu sudah melarikan diri kembali ke Gianyar untuk menjemput Made Pasek Cedok. Sementara itu Made Pasek Cedok sedang ada di Desa Gunungrata dengan membawa barang-barang pemberian Raja Karangasem ,berupa pakaian selengkapnya, uang dan lain sebagainya.

Tipu Muslihat Patih Made Pasek Cedok berhasil

Made Pasek Cedok dengan tipu muslihat pernah membuat Raja Bangli kecewa. Kekecewaan itu disebabkan oleh terbunuhnya orang kesayangan Raja Bangli di Desa Guliang .

Pada suatu hari serombongan orang dari Badung hendak memuja Bangli . Sampai di Gianyar mereka kemalaman. Oleh sebab itu rombongan tersebut bermalam di rumah Made Pasek Cedok. Mereka ditempatkan di kamar yang bersebelahan dengan kamar tidur Made Pasek Cedok. Setelah tengah malam ,datang serombongan orang-orang ke rumah Made Pasek Cedok.Mereka menyatakan dirinya berasal dari Desa Guliang. Tujuannya itu antara lain untuk menyerahkan diri ke Gianyar karena mereka tidak sanggup lagi menderita penderitaan atas Raja Bangli. Penyataan mereka diterima oleh Made Pasek Cedok dengan saran supaya mereka bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan dari tindakan Raja Bnagli. Sambil menunggu kedatangan pasuka Kerajaan Gianyar di Desa Guliang. Made Pasek Cedok memberikan hadiah berupa pakaian , sekayu , kain putih, candu, uang dan lain-lainnya sebagai pengikat kesetiaan mereka.

Tak terkira marahnya Raja Bangli tanpa perhitungan dan penelitian terlebih dahulu lalu Raja Bangli memerintahkan membunuh I Beneh. Setelah I Beneh terbunuh Raja Bangli baru sadar bahwa tindakannya sangat keliru. Beliau sangat menyesal Sebab pendekar kepercayaannya telah tewas terbunuh akibat perbuatannya sendiri. Padahal I Beneh sama sekali tidak bersalah. Tindakan itu sangat merugian kerajaan Bangli. Dan sebaliknya menguntukan Kerajaan Gianyar. Dengan matinya I Beneh, sejak itu rakyat di Desa-desa perbatasan tidak lagi terganggu dan merasa aman sentosa karena orang yang ditakuti sudah tidak ada lagi. Demikian tipu muslihat patih kerajaan Gianyar yang telah berhasil memperdaya lawan-lawan. Puncak kejayaan Raja Gianyar adalah ketika diperintak Made Pasek Cedok.

Serangan Pasukan Kerajaan Bangli Digagalkan.

Pada bulan April 1868 Raja Klungkung dari Bangli mulai dilancarkan. Rencana yaitu menyerang Kerajaan Gianyar bersama-sama dengan Raja Badung dan Mengwi. Kerajaan Gianyar diserang dari segala penjuru .Dari sebelah timur oleh pasukan Kerajaan Klungkung , dari sebelah timur laut dari keeajaan Bangli,dari barat oleh pasuka kerajaan Badung,dan dari Barat Laut dari kerajaan Mengwi. Patih kerajaan Gianyar tidak kehilangan akal karena rencana ini lebih dahulu telah diketahui. Itulah sebabnya jauh-jauh hari ia sudah mengadakan persiapan dengan sebaik-naiknya.

Maju mundurnya pasukan Kerajaan Gianyar , Badung dan Mengwi yang bertempur itu telah diatur sedemikian rupa ,karena para pemimpin pasukan masing-masing kerajaan telah bersepakat mengatur terlebih dahulu . Baik penyerangan maupun pertahanan sudah diatur sedemikian rupa,sehingga tidak ada lagi korban berjatuhan, terutama korban jiwa dan harta benda yang berharga.

Sebaliknya pertempuran di fron timur dan timur laut sungguh sungguh hebat dan dari sebelah Kerajaan Gianyar digempur oleh pasukan Kerajaan Klungkung. Dari sebelah timur laut diserang oleh Pasukan Kerajaan Bnagli. Pertempuran ini berjalan dari pagi sampai sore hari tanpa mengenal istirahat. Karena itu pasukan Kerajaan Bangli tidak memperoleh kemajuan sedikitpun apalagi menduduki dan menguasai wilayah kerajaan Gianyar , berkat pimpinan ketut Pasek . Pasukan kerajaan Gianyar diperkuat oleh I Dewa Made Meranggi dari Gianyar keturunan Ksatrya taman bali yang dahulu tatkala hancurnya kerajaan Taman bali mengungsi ke Gianyar . Demikian kepemimpinan I Ketut Pasek di front pertempuran Desa Gunung Brata yang berhasil menggagalkan serangan pasukan Kerajaan Bangli.

Desa Apuan Membelot ke Bangli

Desa Apuan yang terletak di perbatasan Kerajaan Gianyar ,dengan Kerajaan Bangli,termasuk wilayah Kerajaan Gianyar yang diperintah oleh I Dewa Gde Ratna Kania salah seorang putra raja Gianyar. Tetapi I Dewa Gde Rania tidak berkedudukan di desa Apuan karena kesehatannya sering terganggu . Dengan sangat berat hati dan terpaksa ,Wayan Rebut diriingi oleh rakyatnya berjumlah sekitar 200 orang dating ke Giannyar menghadap ke Raja Gianyar I Dewa Manggis VIII. Kedatangannya itu bertujuan melaporkan tindakan dawuh Batan yang brutal dan sewnang-wenang. Alasannya hukuman itu dianggap menghina kedudukan anaknya selaku penguasa Desa Apuan , Raja Gianyar sangat lemah menghadapi istrinya itu, sehingga beliau tidak berani mengambil keputusan , sebab desa Apuan tersebut merupakan wilayah kekuasaan putranya.

Wayan Rebut yakin ,bahwa Kerajaan Gianyar tidak masih sekuat dahulu, lalu ia pulang ke desa Apuan ,merencanakan mengadakan pemberontakan kepada Raja Gianyar. Dugaannya ternyata benar. Di kalangan pembesar Kerajaan Gianyar ,sudah terdapat keretakan serta timbul cekcok antara satu dengan yang lainnya. Hal ini ia tahu dari berita-berita yang didengar selama menginap di Kota Gianyat,di rumah sanak keluarganya Ki Pasek keturunan dari Made Pasek Cedok bekas Patih Kerajaan Gianyar.

Adapun Saran Ketut Pasek, hanyalah kritik semata-mata yaitu untuk member kesempatan kepada Rakyat Desa Apuan dan pasukan Kerajaan Bangli, memperkukuh benteng pertahanannya. Sesungguhnya rencana pembelotan ini diketahui oleh Made Pasek Cedok, walaupun sebenarnya kedua bersaudara tersebut yaitu Made Pasek Cedok bersama adiknya Ketut Pasek, tidak dapat menyetujui pembelotan tersebut. Hal ini dapat diketahui dari dari kata-kata Made Pasek Cedok pada suatu rapat. Ia mengatakan ,bahwa pamucu sebelah timur laut wantilan puri Agung Gianyar hampir roboh.

Peristiwa ini sama seperti kejadian rakyat Tampaksiring dari Payangan, tatkala mereka disebut menyerahkan diri kepada raja Gianyar yang lampau. Penolakan Raja Bangli itu dipandang cukup beralasan ,sebab itu Raja Klungkung tidak berani mendesak.Apabila terus didesak ,dikhawatirkan Raja Bangli menjadi salah terima. Kemarahan Raja Bangli dianggap lebih merugikan daripada kekecewaan Raja Gianyar. Menghadapi kenyataan ini, Ketut Sara sungguh kecewa dan cemas hati. Setibanya di Gianyar ia segera mengerahkan pasukan Kerajaan Gianyar untuk menggempur Desa Apuan. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan bulan Maret 1884. Di bawah pimpinan Ketut Sara, pasukan Kerajaan Gianyar menggempur Desa Apuan. Sehingga terjadilah pertempuran hebat antara pasukan Kerajaan Gianyar melawan pasukan Kerajaan Bangli. Dalam pertempuran ini pasukan Kerajaan Bangli dapat menundukan pasukan Kerajaan Gianyar yang tidak sedikit menimbulkan korban, baik yang gugur maupun yang luka-luka. Oleh karena hari sudah menjelang malam, pasukan Kerajaan Gianyar yang mulai merosot semangat juangnya mengundurkan diri, lalu kembali ke Gianyar, Dengan demikian berat usaha Ketut Sara merebut Desa Apuan.

Masyarakat sangat menyayangkan Raja Gianyar yang menyerahkan pimpinan pemerintahan Kerajaan Gianyar kepada Ketut Sara ,ipar Raja Gianyar yakni adik Dari isteri Raja Ni Jro Nyeri. Demikianlah ikhwal membelotnya Desa Apuan terhadap Kerajaan Gianyar,yang dilakukan oleh kepala Desa Wayan Rebut, yang masih menjadi satu kawitan dengan Made Pasek Cedok, karena Wayan Rebut juga Warga Pasek.

Gde Subratha Ikut Pasek Gelgel di Desa Songan

Pada sekitar tahun 1891, pasukan Peliatan, Ubud dan Tegalalang menyerbu Negara dari segala penjuru. Dalam sekejap, kota Negara menjadi lautan api. Serangan itu memang dilakukan secara mendadak serentak dan sontak. Jenazah Cokorda Oka, bekas pegawai Negara yang masih disemayamkan di purinya turut terbakar bersama seluruh puri menjadi satu .

Pada waktu itu seluruh tokoh masyarakat Gianyar ditangkap dan ditawan di Bangli, di antaranya ada yang dihukum mati. Di antara tokoh masyarakat Gianyar yang ditawan di Bangli, terdapat Gde Subratha keturunan bekas patih kerjaan Gianyar Made Pasek Cedok. Dalam keadaan yang demikian. Perbekel Desa Songan Made Pasek bersama perbekel Desa Abang Made Pasek karena merasa berasal dari satu kawitan yaitu sama-sama Warga Pasek, memberanikan diri menghadap Raja Bangli. Di sana Made Pasek dari Songan bersama Made Pasek dari Abang , mohon kepada Raja Bangli agar Gde Subratha bebas dari hukuman.

Lama-kelamaan setelah Pulau Bali seluruhnya dukuasai oleh Belanda , maka Gde Subratha kembali ke rumahnya di Banjar Sangging di Kota Gianyar untuk melanjutkan kehidupan sebagai ahli waris dari leluhurnya seperti Made Pasek Cedok. Dahulu ,tatkala Gde Subratha diajak ke Desa Songan ,ia dijadikan sahabat akrab oleh seorang Sanghyang sanak saudara dari Perbekel Desa Lebih. Demikianlah kisan hanya Gde Subrata yang pernah ikut tinggal di Desa Songan, Kintamani, diajak oleh kluarga Made Pasek Perbekel Desa Songan.

Keturunan Mpu Kananda dan Kisah Seorang Pemangku Palsu

Alkisah Mpu Kananda menikahi gadis pilihannya, putri Mpu Swethawijaya. Dari hasil pernikahannya itu, lahirlah seorang anak laki-laki diberi nama Sang Kuladewa. Sesudah dwijati, bergelar Mpu Swethawijaya. Gelar ini persis sama dengan kakeknya dari pihak perempuan.

Pada suatu hari datanglah orang-orang Desa Besakih dengan maksud menjemput Wira Sang Kulputih, agar memuja suatu yadnya. Tatkala itu, wira Kulputih tidak ada di pasraman. Yang ada adalah I saGotha seorang diri. Orang-orang Besakih yang datang ke pasraman itu tidak mengenal wajah Wira Sang Kulputih. Oleh karena itu ,I Gotha yang disangka Wira.

Sampai di istana para Mpu ini diterima dengan sopan santun sebagaimana layaknya seorang sulinggih yakni Panditha,dan kemudian kepada Para Mpu ini ditanya oleh Raja Sri Dangdang gendis, siapa gerangan diantara Mpu ini dapat .berdiri di ujung tombak .Walaupun para Mpu ini dapat berbuat sebagaimana pertanyaan Sri Dandanggendis yaitu berdiri di ujung tombak ,namunpara mpu tidak mau melaksanakan karena merupakan sebuah pantangan bagi seorang panditha untuk berbuat seperti itu,sebab itu berdasarkan kesaktian, sedang para Mpu sudah melaksanakan kebajikan dan kedharmaan.

Selanjutnya para Mpu tersebut meninggalkan Kediri atau Daha , semula menuju Desa Panjiwan yang berada di bawah kekuasaan Tumapel, kemudian dari sana para Mpu pindah lagi ada yang menuju Pasururan dan tempat lain, sedang Mpu Purwartha tetap tinggal di Desa Panjiwan. Sesudah bermukim di Desa Panjiwan bersama kedua orang puteranya, pada suatu hari Ken dedes ditinggal sendirian di Pasramannya Mpu Purwartha, dan saat itulah AdhipatI Tumapel Tunggul ametung datang untuk meminang Ken dedes, yang sangat cantik, oleh karena Mpu Purwatha sedang berpergian, Ken Dedes dilarikan oleh Tunggul Ametung ke Tumapel ,dan terus dikawini, dan ketika Mpu Purwtha pulang ke Pasramannya didapatkan pasramannya kosong dan putrinya Ken dedes sudah tidak ada . Setiap orang yang ditanyai tentang putrinya tidak ada yang bias memberikan jawaban.

Kemudian Tunggul Ametung benar mati ditikam keris milik Ken Arok ,dan Ken Dedes yang dalam keadaan hamil lalu dikawini oleh Ken Arok ,yang selanjutnya menurunkan Raja-raja di tanah Jawa. Sedang kakak kandung dari Ken Dedes bernama Mpu Purwa, kemudian kawin dengan putrinya Arya tatar,lalu berputra bernama De Pasek Tatar.

Lama kelamaan ,mereka masing-masing menurunkan anak ,sebagai berikut:

De Pasek Tatar Pipid 

di banjar Kaler Desa Pipid ,seterusnya menurunkan Pasek Tatar Pidpid di Desa Pidpid,dan di desa lainnya di seluruh Bali.

De Pasek Tatar Telengan 

di Banjar Tengah Desa Gagelang, kemudian menurunkan:

  • Pasek Tatar Telengan di banjar Telunwayah desa Talibeng, 
  • Pasek tatar Buruan di Banjar Buruan Desa Tampaksiring,
  • Pasek Tatar Kayuputih Di Desa Bebandem,
  • Pasek Tatar Kalangayar di Banjar Kalangayar desa Talibeng, dan sebagainya. 

Anak Bandesa Telengan dikawini oleh I Gusti Kaloping Pada sekitar tahun 1472 Dalem gelgel Sri Waturenggong wafat lalu kedudukannya digantikan oleh puteranya bergelar Sri Pamayun . Oleh karena beliau masih anak-anak pemerintahannya didampingi oleh paman-pamanya. Pada awalnya pemerintahan berjalan dengan baik ,kemudian tiba pada masa kaliyugha terjadi persekongkolan antara I Dewa Anggungan dengan Patih I Gusti Batanjeruk dan kawan-kawannya, untuk menggulingkan pemerintahan dan merebut kekuasaan dari Delem Sri Bengkung. Yang ambisi menduduki tahta kerajaan sebagai Dalem ialah I Dewa Anggunan salah seorang paman dan pendamping pemerintahan Dalam Sri Pamayun.

Sebelum eksekusi itu dilaksanakan pada suatu malam I Gusti Made Paduwungan bersama I Gusti ayu Meranggi melarikan diri dari Sedemen ke dalam hutan. Sesudah beberapa bulan bersembunyi di dalam hutan ,lalu mereka menuju Besakih untuk sembahyang memohon keselamatan,dan dari sana terus menuju desa Balian dan akhirnya kedesa Bakas. Di Desa Bakas mereka diterima baik oleh Pasek Sadang Subrada selaku kepala Desa Bakas dan oleh karena I Gusti Made Paduwungan mengaku keturunan dari Pasek Padang Subrada. Selanjutnya di sana I Gusti Made Paduwungan dikawinkan dengan I Gusti Ayu Meranggi oleh Pasek Padang Subadra,kemudian menurunkan 4 orang anak lakilaki, masing-masing bernama Gde Meranggidhana, Made Paduwungan, Nyoman Kayuan dan Ketut Batuan.

De Pasek Tatar Mangku Baleagung Bukit Cemeng 

di bukit Cemeng Desa Bugbug ,menurunkan seorang anak bernama Pasek Tatar Ngis di banjar Ngis kelod desa Ngis ,selanjutnya menurunkan Pasek Tatar Tumbu di banjar Tumbu kelod desa Tumbu, seterusnya menurunkan Pasek Tatar di Banjar Desa Datah.

De Pasek Tatar di Gelgel 

berputera seorang laki-laki bernama Gurun De Pasek Panataran sangat taat dan setia kepada Dalem Gelgel Sri Waturenggong yang mulai naik tahta pada tahun I caka 1382, menggantikan kedudukan ayahnya yang telah wafat yakni Sri Smara Kepakisan .
Gurun De Pasek Panataran menurunkan 3 orang anak laki-laki:

  1. Paseh di Desa Telengan,daerah Karangasem,
  2. Pasek Panataran, kemudian ditugaskan di Denbukit bertempat tinggal di Banjar Baleagung Buleleng 
  3. Nyoman Pasek Tatar,

Pasek Panataran di desa Telengan menurunkan seorang anak laki-laki bernama De Pasek Tatar Baleagung, sedang Nyoman Pasek Tatar ikut Dewa Pamayun dari Desa Gelgel pindak ke Perasi, kemudian pindah ke Desa Tulamben daerah Karangasem,lalu menurunkan dua orang laki-perempuan bernama Ni Luh Pasek Panataran, selanjutnya diperistri oleh anaknya De Pasek Subratha. 

Adapun De Pase Tatar kawin dengan Ni Luh Tatar kemudian menurunkan dua orang anak laki-perempuan , masing-masing bernama Gde Pasek dan Ni Luh Sani. Tatkala terjadi kekacauan di Desa Tukadkaling, anaknya De Pasek Tatar semuanya melarikan diri dari Desa Tukadkaling menuju Desa Tianyar,selanjutnya bertempat tinggal di Banjar Bila Desa Tianyar, sedang Gde Pasek Penataran kawin dengan Ni Luh Gelgel, kemudian diiringi oleh rakyatnta sebanyak 50 orang, selanjutnya bertempat tinggal di Desa Pidpid.

Entah berapa lama Gde Bila bertempat tinggal bersama-sama Pasek Salulung di Desa Tajun, lalu Gde Bila di suruh oleh Pasek Salulung pindah dari Desa Tajun ke dalam hutan tamblang, lalu di dalam hutan tersebut gde bila membangun pondok sebagai tempat pemukimannya.

Gde Bila bertempat tinggal di dalam hutan tamblang tersebut disertai oleh lima orang yaitu I Tuwa, I Geta, I Giling, I Carukcit semuanya orang-orang Bali Aga. 
Dengan berpenduduk 6 kepala keluarga , lalu disana Gde Bila membangun sebuah banjar dan diberi nama Bilatua , dan lama-kelamaan banyak orang banjar datang dan bermukim di sana, sehingga sejak saat itu penduduk banjar bilatua tersebut menjadi bertambah banyak. Selaku pimpinan banjar tersebut ditetapkan Gde Bila disamping tugasnya sebagai penyarikan dengan bergelar Gde Nyarikan, kemudian Gde Nyarikan menurunkan tiga anak laki-perempuan , masing-masing bernama:

  1. Gde Nataran ,
  2. Ni Luh Made Bila, dan 
  3. Ni Luh Nyoman Anyar, dikawinkan oleh Pasek Manikan. 

Mereka ini kadang-kadang tidak mempergunakan jati diri atau sebutan Pasek Tatar ,melainkan hanya disebutkan Pasek Bale Agung secara turun-temurub,dan dari peristiwa ini tidak jarang menimbulkan kekeliruan di dalam menyelusuri lalintihan.

Ni Nyoman Rai Serimben Dikawini Oleh R.Soekemi Sostridiharjo. 
Entah berapa lama Ki Pasek Tatar Baleagung Buleleng. Kemudian ada salah seorang keturunannya bernama Ni Nyoman Rai Serimben secara niskala ditunjuk oleh Bhatara yang dimuliakan dan dipuja langsung di Desa Baliagung menjadi Balian di Pura Desa Baliagung. Untuk mengindari hal-hal yang tidak diinginkan ,maka kedua mempelai ini lalu berlindung di rumah seorang anggota polisi di Singaraja .Tatkala pihak keluarga perempuan menjemputnya,anggota polisi tersebut melarang dengan penjelasan bahwa kedua mempelai tersebut berada di dalm perlindungannya,

De Pasek Tatar Panataran di Banjar Panataran desa Kendran

menurunkan Pasek Tatar di banjar Kwan Desa Tejakula dan Pasek Tatar di banjar Apityeh desa Patemon.

De Pasek Tatar Campaga 

di banjar desa Campaga kemudian menurunkan Pasek Tatar Lebah di banjar Lebah desa Datah lalu menurunkan Pasek Tatar Kalakah di Desa Pipid.

De Pasek Tatar Sidembunut 

di banjar Sidembunut desa Campaga,menurunkan dua orang anak .

Adapun Pasek Tatar di banjar Belangsingha desa saba , mempunyai dua orang anak lakilaki.

Demikianlah keturuna Mpu Ketek , Mpu Kanada,dan Mpu Wiradnyana dan perkembangannya,yaitu putra pertama, kedua dan ketiga dari Mpu Gnijaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar