Seorang putranya gugur di Blambangan
Pada suatu waktu di ruang balairung puri di desa Panji, I Gusti Ngurah Panji sedang
menerima punggawa para bendesa lengkap dengan pasukan Teruna Goak. Tidak
terkecuali hadir I Gusti Tamlang Sampun dan I Gusti Made Batan. I Gusti Ngurah
Panji mempertanyakan perihal putra beliau yang ada di Blambangan, antara lain
beliau berkata:
"E, kita Tamlang, angapa dadi tan prāpta anak manira, sang adiry eng
Barangbangan, an wuwus ingundang nguni. Pasobyahannya datĕng rakwânglawad
manira ring Weçakhamāsa. Bĕcik lalayar ing palwa. Wus pantaran ing
Jyeşthakamāsa, dadi durung prāpta anak manira. Lah, cĕttanĕn ri idĕpta!’’
(Wahai engkau Tamlang, mengapa anakku tidak hadir padahal sudah aku undang
dulu. Janjinya menghadap aku pada bulan ke 10. Baiknya , sekarang sudah masuk
bulan ke 11 belum juga datang. Wah apa alasan dirinya!)
I Gusti Tamlang segera menjawab:
"Inggih Gusti Ngurah, manawamangguh kewuh anak I gusti, siddhânglongi
panĕmaya, apan tan ana mātrā ning wrĕttā”.
( Benar Gusti Ngurah, barangkali menemukan kesulitan putra Gusti, sampai tidak
bisa hadir menepati janji, lagi pula tidak ada kabar berita).
Belum selesai berkata-kata, tiba-tiba ada suara riuh di pasar membuat orang semua
terkejut . Delapan orang mengaku dari Blambangan bergegas masuk kepuri. Orang-
orang itu berpakaian compang camping dan badannya penuh luka berdarah..
Mukanya pucat karena tidak makan selama dalam perjalanan di laut. Mereka
meloloskan diri untuk bisa melaporkan kepada I Gusti Ngurah Panji, bahwa
putranya telah gugur, wafat dikerubuti musuh dan terbunuh oleh keris Ki Baru
Surya.
I Gusti Ngurah Panji sangat kaget dan gusar mendengar gugurnya putranya di
Blambangan. Setelah mendapat petuah dan petunjuk oleh Bagawanta, I Gusti
Ngurah Panji dapat menengkan diri dan merencakan langkah-langkah yang segera
perlu diambil.
Laskar Teruna Gowak kalah di Blambangan.
Waktu itu warsa Içaka 1618 atau tahum 1696 M. Setelah seluruh laskar inti Teruna
Gowak serta seluruh balawadwa dan segala perbekalan senjata dan logistik siap,
maka segera serentak pasukan laskar berangkat dibawah pimpinan langsung I Gusti
Ngurah Panji.
Tidak diceritakan bagaimana perjalanan darat dan di laut, namun dapat begitu
sampai di pantai menginjakkan kaki di bumi Blambangan, pasukan dari Bali itu
mendapat perlawanan yang sengit. Rupanya pertahanan sudah dipersiapkan oleh
Pangeran Mas Sedah dan Pangeran Mas Pahit secara matang. Namun laskar inti
Teruna Gowak di bawah panglima pernag I Gusti Tamlang dan I Gusti Batan dapat
menerobos membuat laskar Blambangan kocar kacir. Namun pasukan belakang
Blambangan sudah dipersiapkan menghadang laskar Terna Goawak. Pertempuran
sengit luar biasa. Banyak laskar kedua pihak berguguran dan darah membasahi
tanah Blambangan. Namun tiba-tiba I Gusti Ngurah Panji memerintahkan I Gusti
Tamlang agar pasukan segera mundur. Memang kondisi pasukan Bali sudak
terdesak. Waktu sudah mulai gelap sangat berbahaya bagi laskar Bali dalam medan
yang asing. Mendengar perintah demikian, pasukan Bali segera menuju pantai
menyelamatkan diri. Mereka kecewa menemukan seluruh perahunya sudah porak
poranda. Mereka bergelantungan di pecahan perahu sambil berenang sekuatnya
menyeberangi Segara Rupek (Selat Bali) untuk mencapai pantai Bali.
Sedang bergelayut pada pecahan perahu, I Gusti Ngurah Panji terkejut melihat
beberapa ekor ikan lumba-lumba ( ikan julit) berenang mendekat dan kemudian tiba-
tiba membelok, sepertinya ingin menunutun rombongan untuk mendapatkan arah
yang benar menuju pantai Bali.
Sampilah mereka kembali di desa Panji. Rombongan I Gusi Ngurah Panji dan laskar
teruna gowak disambut oleh masyarakat dengan keprihatinan karena mendapatkan
kekalahan di Blambangan.
Entah berapa lama berlalu, I Gusti Ngurah Panji berusaha menata kembali strategi
penyerangan kembali ke Blambangan. Beliau didampingi oleh putra putri, kerabat
semua. Ikut hadir bagawanta beliau Ida Pedanda Sakti Ngurah. Disamping itu pula
hadir menantu beliau I Gusti Agung Anom dari Kapal Mengwi dan Raja Tabanan.
Dengan dukungan dan bala bantuan dari Mengwi dan Tabanan terbentuk pasukan
gabungan yang sangat besar dan tangguh untuk dipersapkan menyerang
Blambangan.
Penyerangan kembali ke Blambangan.
Içaka warsa 1619 atau tahun 1697, rencana yang besar pun rampung. Tidak lama
kemudian penyerangan ke Blambangan di laksanakan. Penyerangan pendahulu dari
arah Selatan dilaksanakan oleh laskar Tabanan. Pasukan perang Blambangan segera
menyongsong maka terjadi pertempuran sengit. Sedangkan dari arah Timur
serangan dilancarkan laskar Teruna Gowak pimpinan I Gusti Tamlang Sampun dan
I Gusti Made Batan. Tidak lama berselang laskar Mengwi menyusul.
Pangeran Mas Sedah berseru kepada I Gusti Ngurah Panji:
"Eh, kita Ngurah Paňji, mwa sira Bali, mĕnawângsa wirang; apan kasor nguni,
duk aparang eng kikisik. Pisan mangke takĕrana prĕbhāwa! Lah, Tangkĕpakĕn
lungid ing sangjatanta!”
(E, kau Ngurah Panji, dan semua dari Bali yang menuntut bela, karena kekalahanmu
dulu waktu bertempur di pantai. Sekarang datang menuntut balas! Wah, silakan
hadapi dengan pertempuran!)
I Gusti Ngurah Panji segera menjawab:
"Ih, Ki Dewa Mas Sĕdah, agung kitângucap, tan wruh lawan dosâgĕng,
dentâmĕjah anakku! Yan tan olih manirâmalĕs, mari manira mapanĕngĕran ki
Ngurah Panji Çakti!”
(E, Ki Dewa Mas Sedah, besar omonganmu, seperti tidak tahu hal dosa besar,
engkau telah membunuh anakku! Kalau tidak berhasil membalas, janganlah aku
diberi gelar Ki Ngurah Panji Sakti!)
Suasana sudah memanas. Pertempuran bersar-besaran sudah tidak bisa dielakkan
lagi. Dalam pertempuran itu, Pangeran Mas Pahit, yang lebih muda dari dua
bersaudara, gugur terbunuh oleh I Gusti Made Batan dengan keris Ki Bayu Çakti.
Yang lebih tua, Pangeran Mas Sedah mengerahkan pasukannya dengan perlawanan
sengit terhadap laskar Teruna Gowak. Pangeran Mas Sepuh langsung menyerang I
Gusti Ngurah Panji, namun dihadang oleh Panglima Teruna Gowak, I Gusti
Tamlang Sampun sehingga mendapat luka tusukan didadanya oleh Pangeran Mas
Sedah dengan keris Ki Baru Surya. I Gusti Tamlang Sampun diusung oleh laskar
Bali dan keadaannya selamat. Pangeran Mas Sedah ternyata juga terkena anak panah
senjata Tunjung Tutur sehingga langsung gugur.
Dengan gugurnya kedua Pangeran Blambangan,Pangeran Mas Sedah dan Pangeran
Mas Pahit, maka secara keseluruhan pasukan Blambangan langsung menyerah.
Wilayah kerajaan Blambangan menjadi kekuasaan I Gusti Ngurah Panji (Çakti).
Setelah berhasil menguasai Blambangan, I Gusti Ngurah Panji bersama-sama I
Gusti Agung Anom, menantunya, masuk keistana Dalem Blambangan. Kemudian
disusul oleh raja Tabanan. Dalam pertemuan itu raja Tabanan mengingatkan, bahwa
seluruh hasil kemenangan, termasuk segala harta benda jejarahan, tawanan perang
harus dibagi tiga samarata.
Tetapi I Gusti Ngurah Panji Çakti tidak membenarkan seperti itu. Yang berhasil
menaklukkan Pangeran Mas Sedah dan Pangeran Mas Pahit adalah pihak I Gusti
Ngurah Panji Çakti, bukan pihak raja Tabanan. I Gusti Agung Anom membenarkan
hal tersebut. Raja Tabanan marah, merasakan tidak adil dan karena itu beliau dengan
seluruh pasukan segera kembali ke Tabanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar