Menyelamatkan I Gusti Ngurah Jelantik
Entah berselang berapa lama, ada terdengar berita, oleh I Gusti Anglurah Panji,
bahwa cucunya I Gusti Ngurah Jelantik, sudah lama berada kembali ke Gelgel
karena diperlukan Dalem di Gelgel. Namun I Gusti Ngurah Jelantik mendapatkan
posisi dirinya dalam keadaan yang dirasakan sangat sulit, karena mengingat keadaan
sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Kalau saja tidak karena dipanggil oleh Dewa
Agung Jambe, mungkin beliau masih berada di Selantik, wilayah Mengwi.
Untuk mengembalikan wibawa kerajaan Gelgel kembali seperti dulu sangat sulit.
Tugas yang diembannya dirasakan sungguh berat terutama beban pikiran. Apalagi
kalau diingat pengalaman kakeknya di Gelgel dahulu, yang penuh pengorbanan dan
penderitaan oleh kedengkian I Gusti Agung Maruti masih terngiang. Yang menjadi
pikirannya sekarang hanyalah untuk minta bantuan kepada I Gusti Ngurah Panji,
kakeknya, di Buleleng (Den Bukit) untuk melepaskan diri dari tekanan perasaan
seperti sekarang ini.
Oleh karena demikian keadaannya, I Gusti Ngurah Jelantik melayangkan selembar
surat ke Den Bukit minta bantuan kakek beliau, tak lain adalah I Gusti Ngurah
Panji. I Gusti Ngurah Panji segera pergi ke puri Jelantik diwilayah Gelgel lengkap
dengan pasukan inti Teruna Gowak untuk berjaga-jaga. Didapatkan orang-orang
yang berada dalam istana sangat sedih dalam hati, terutama Ki Gusti Ngurah
Jelantik, menceriterakan kesusahannya, Setelah selesai daya upayanya, akhirnya
atas perintah I Gusti Anglurah Panji, mereka serempak pergi dari daerah Gelgel,
mencari tempat menuju ke desa Tojan daerah Blahbatuh.
I Gusti Ngurah Panji selanjutnya memandu di perjalanan, lalu beristirahat di daerah
utara desa Beng Gianyar, ada tanaman-tanaman penduduk di sana berupa kacang
tanah, dimakan oleh gajah tunggangan beliau I Gusti Ngurah Panji, karenanya ada
wilayah yang bernama Kacang Bedol, sampai sekarang, oleh karena gajah
tunggangan beliau memakan kacang yang ada di sana, tidak diceritakan perjalanan
beliau yang mengungsi, lalu tiba di daerah Tojan, dijemput oleh Ki Bendesa Wayan
Karang. Sesampai di Tojan, I Gusti Ngurah Panji berkata kepada cucunya, I Gusti
Ngurah Jelantik:
"Singgih, gusti ngurah, ki bendeça puniki prēsiddha mūla pra menak ing Bali:
ipun siddha pagamĕlin manira angibukin gūmi n i gusti iriki. Munggw ing
mangkin i gusti jumĕnĕng iriki, i gusti andrĕweni sadagingipun ....''
(Artinya: Demikian gusti ngurah, ki bendesa Wayan Karang adalah berasal dari pra
menak di Bali yang aku beri memegang wilayah untuk i gusti di sini. Sekarang, i
gusti tinggal menetap di sini dan memiliki segala isinya...")
I Gusti Ngurah Panji memberikan kekuasaan berpenduduk 14000 orang, meliputi
daerah Batur, Tihing Ambwa, Sekar-Mukti, Bon Manuk, Trunyan, Songan,
Bayung, Sekar Dadi, Catur dan Batur seisinya.
Selanjutnya I Gusti Ngurah Panji membangun puri lengkap dengan pura.Gajah
tunggangan beliau, digembalakan di daerah bagian barat laut daerah Tojan, itulah
sebabnya bernama daerah Angon Liman, Bangun Liman nama lainnya sampai
sekarang, dan di bagian timurnya ada semak belukar, tempat beliau I Gusti
Anglurah Panji berburu, dinamakan desa Buruwan sampai sekarang.
I Gusti Ngurah Jelantik membentuk laskar Truna Tojan dengan 200 orang yang
berada di Blahbatuh. Kedudukan I Gusti Ngurah Jelantik sudah menetap di
Blahbatuh didampingin oleh I Gusti Nyoman Tusan yang membangun puri di Bona,
sedangkan I Gusti Pring di wilayah Blahbatuh.
Pusaka Ki Pangkaja Tattwa Dihadiahkan Ke Blahbatuh
Dalam seuatu upacara piodalan di Pura Gedong Blahbatuh, I Gusti Ngurah Panji
secara khusus melalukan persembahyangan. Hal itu dilakukannya mengingat usia
beliau yang uzur mendekati seratus tahun. Beliau sudah menekuni hal spiritual,
kekuasaan duniawi sudah dilepaskan dan dilimpahkan kepada para sentana.
Entah berapa hari beliau Ki Gusti Ngurah Panji Sakti berada di Blahbatuh, oleh
karena sudah handal kedudukan Ki Gusti Ngurah Jelantik, bukan main senangnya
beliau berdua dalam hubungan keluarga, sama-sama memperingatkan perjanjian
saling mengadakan pengakuan, paprasan, sehingga tidak luntur rasa cinta kasih dan
keteguhan ikatan kekeluargaannya, serta keturunannya, suatu kedudukan untuk
cucunya kemudian. Sesudah sama-sama menyepakati ikrar itu, Ki Gusti Ngurah
Panji Sakti, menunjukkan kebesarannya, dengan menghadiahkan tombak Ki
Pangkajatatwa*), kepada cucunya, Ki Gusti Ngurah Jelantik, sebagai pemberian
resmi kepada cucu, tujuannya sebagai tanda sampai di kemudian hari. Setelah beliau
selesai memberikan wejangan kepada anak cucunya tentang ajaran Kamahayanikan,
serta tata cara memimpin wilayah, I Gusti Anglurah Panji memberikan beberapa
cincin di antaranya sebuah cincin bermata ratna kastubha. Setelah seluruh rangkaian
upacara selesai, I Gusti Ngurah Panji Sakti kembali pulang ke Buleleng (Den
Gunung). Beliau moksa di puri Panji Buleleng, demikian ceritanya.
Keterangan *). Ki Pangkajatatwa juga disebut dengan nama Ki Tunjungtutur
adalah sebuah sumpitan, pipa dengan anak panah yang ditiup. Bahasa Belanda
"blaasroer" atau "blaaspijp".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar