Catur Wara
Catur wara adalah nama dari sebuah pekan atau minggu yang terdiri dari 4 hari, dalam budaya Jawa dan Bali. dibali merupakan siklus empat harian dalam wewaran. Unsurnya ada empat yaitu Sri, Laba, Jaya dan Menala.
- Sri atau Seri artinya kemakmuran. Hari yang baik untuk para petani atau sektor agro. Hari ini panen dapat diandalkan, bibit akan mudah bersemi dan hama akan mudah ditaklukkan. Ternak lebih gemuk dan daging lebih lembut. Sebaiknya hari ini tidak baik untuk mengolah kayu atau bambu karena serat akan menguat dan logam akan aus serta tumpul. Yang lahir pada hari ini beroleh sifat sopan santun dan ramah tamah. Harus lebih banyak belajar dan rajin mencari pengetahuan baru.
- Laba artinya berhasil atau pemberian. Hari yang baik untuk para pedagang dan pengusaha non-agro. Logam dan bahan buatan akan berumur panjang, nampak lebih menarik dan mencapai kemampuan puncaknya. Sebaliknya hari ini tidak baik untuk membuat peralatan karena bahannya akan mengeras dan sulit dibentuk. Yang lahir pada hari ini beroleh sifat pantang menyerah dan dermawan. Harus lebih rendah hati dan membuka diri terhadap kritik dan saran.
- Jaya artinya kemenangan atau unggul. Hari yang baik untuk para prajurit dan pamong praja. Hari ini peraturan dan ketertiban akan dipandang sebagai hal penting, perintah dan anjuran akan ditanggapi dengan hormat. Sebaliknya hari ini tidak baik untuk menyatakan janji karena kalau meleset tidak akan ada yang bisa melupakan dan memaafkan. Yang lahir pada hari ini beroleh gagah berani dan berwibawa. Harus lebih mendalami keagamaan dan banyak bergaul dengan orang bijak.
- Menala atau Mandala berarti lingkungan atau daerah. Hari yang baik untuk para guru, orang tua dan seniman. Hari ini nasehat akan terdengar sampai lubuk hati, kejujuran akan mudah digali dan keindahan akan mudah dinikmati. Sebaiknya hari ini tidak baik untuk mencari untung karena banyak orang akan merasa dirugikan dan merasa tertipu. Yang lahir pada hari ini dikaruniai sifat teduh dan bersahaja. Harus memperluas pergaulan dan menjalin silaturahmi.
dalam sastra wariga, Uku Klau yang dikatakan mengadakan Catur Wara : 1. Shri, 2. Laba, 3. Jaya, 4. Mandala. Klau Linus artinya pusaran angin. Di Bali sendiri dikenal yang namanya angin ngelinus, maksudnya angin yang berputar, dan sekarang lebih popular disebut angin puting beliung. Adanya pusaran angin juga disebabkan oleh dominasi intensitas sinar Matahari yang berasal dari Alam Langit ke Bhuwana ( Alam Tengah ). Itu sebabnya Catur wara disebut juga Uriping Bayu ( Power Air ). Sesungguhnya, makna Catur Wara yang ada di Bhuwana Agung, sebagai petunjuk arah Mata Angin, yang muncul karena pancaran sinar Matahari yang berada di Garis Katulistiwa.
Agar pengetahuan yang telah diwariskan itu dapat dibuktikan, cobalah amati perjalanan matahari:
- pada Sasih Kasa, di mana Matahari terbit di Timur, bergerak mulai dari titik 23,5 derajat Lintang Utara dan terbenam di Barat Daya.
- pada Sasih Kapat matahari bergerak tepat di tengah-tengah Garis Katulistiwa, dan terbenam masih tetap di Barat Daya.
- Setelah Sasih Keenem, Matahari akan berbalik ke Utara, terbit di Timur Laut, terbenam pada petang hari di Barat Daya.
Berarti, ada dua sisi kebenaran dari Catur Wara, yakni satu pihak yang menyatakan bahwa kedudukan Shri di Timur Laut, karena memang Matahari terbit dari arah Timur Laut pada posisi 23,5 derajat Lintang Utara. Namun pada malam hari menuju ke arah Tenggara, dan terbenamnya semakin ke Barat Daya, secara bolak-balik. Di pihak lain dikatakan bahwa Matahari juga ada pada titik 23,5 derajat Lintang Selatan. Jadi, Catur Wara di Bhuwana Agung mempunyai dua urip yang berbeda, yakni :
- Shri, berkedudukan Timur Laut, urip-nya 6,
- Laba, berkedudukan di Barat Daya, urip-nya 3,
- Jaya, berkedudukan di Barat Laut, urip-nya 1,
- Mandala, berkedudukan di Tenggara, urip-nya 8
Di pihak lain ada juga kebenaran seperti berikut ini :
- Shri, berkedudukan di Utara, urip-nya 4,
- Laba, berkedudukan di Timur, urip-nya 5,
- Jaya, berkedudukan di Selatan, urip-nya 9,
- Mandala, berkedudukan di Barat, urip-nya 7
Namun makna intinya adalah bahwa Alam Langit selalu menurunkan berkah kehidupan, sehingga dunia selalu dalam keadaan Shri. Laba, artinya berkat kasih alam yang selalu menguntungkan semua makhluk hidup. Jaya, artinya berkat alam selalu menang karena kuasaNya. Mandala, artinya alam selalu memvibrasikan amreta-nya ke Bhuwana yang maha luas.
Kebenarannya diungkap dengan :
- Shri, disimbulkan dengan Bhatari Gangga sebagai Dewi Kemakmuran, di mana kemakmuran itu berasal dari Amretha yang terkandung di air yang terjatuh dari Alam Langit, dan di waktu pagi menjadi embun ( damuh ) yang membasahi bumi
- Laba, dengan simbolis Bhatara Bayu sebagai Dewa Penggerak Semesta – suatu kekuatan yang menggerakkan kehidupan di alam ini. Secara kodrati berperan sebagai energi – daya penggerak alam. Dan pada Manusia adalah sebagai daya penggerak fisik
- Jaya ( keunggulan ) disimbulkan dengan Sanghyang Sangkara. Berkat alam semesta karena kuasa Tuhan selalu mendominasi alam kehidupan
- Mandala ( wewidangan, wawasan yang luas ) yang disimbolkan dengan Sanghyang Kencana Widhi, yakni berkat alam semesta yang menjangkau seluruh ruang lingkup alam kehidupan
Pengaruh Catur Wara di Bhuwana Agung terhadap Bhuwana Alit :
- Shri, sebagai penikmat pandangan ( mata )
- Laba, penikmat pendengaran ( telinga )
- Jaya, sebagai penikmat penciuman ( hidung )
- Mandala, sebagai ungkapan mimik muka ( wajah )
Mithologi Catur Wara
Mitos yang sering dituturkan, bahwa:
- Hyang Angga “ dibunuh “ empat kali, dan urip sebanyak empat kali pula, makanya Shri urip-nya 4.
- Sanghyang Bayu terbunuh lima kali, dan urip lima kali, makanya Laba urip-nya 5.
- Sanghyang Purusa terbunuh sembilan kali, urip sembilan kali, makanya Jaya urip-nya 9.
- Sanghyang Kencana Widhi terbunuh delapan kali, urip delapan kali, makanya Mandala urip-nya 8.
Pengaruh Catur Wara di Bhuwana Alit terhadap Watak Kelahiran
( Prewatekan manut Catur Wara )
Catur wara dinaungi oleh sifat-sifat Bhagawan ( Bhaga dan wan – hak dan wewenang pribadi ). Jelasnya, Catur wara menandakan manusia dilahirkan akibat perbuatan yang sewenang-wenang, terutama dalam menggunakan hak dan kewenangan yang telah diberkatkan oleh alam ( Sanghyang Embang ).
Shri, di bawah naungan Bhagawan Bregu.
Shri artinya amretha. Semua manusia membutuhkan santapan untuk dapat bertahan hidup. Kelahiran pada waktu Shri menandakan bahwa di kehidupan terdahulu dia sudah hidup berkecukupan secara material, namun kurang bisa mengelolanya, dalam arti segalanya hanya untuk memuaskan egonya sendiri. Apa yang dimakan dan diminum serta nafas yang dihirupnya menjadi Tri mala, yakni : Moha, Mada dan Kasmala, bukannya menjadi Tri Kaya Parisudha. Hal ini berbanding terbalik dengan keberadaan Shri yang ada di Bhuwana agung yang memberkatkan sifat kasih alam kepada semua kehidupan. Pembawaan kelahiran Shri adalah kepuasannya didapat hanya dengan memandang sesuatu. Tajam penglihatannya.
Saran. Apa pun yang anda miliki pada kesempatan hidup ini cobalah untuk berbagi kepada sesama, tanpa membeda-bedakan. Kewibawaan dan kharismatik merupakan potensi yang melekat dalam diri, serta dapat dijadikan landasan yang baik sebagai seorang enterprenur, human resources, public relation, dan sejenisnya. Karena dengan berbuat seperti itu berarti pelunasan dari hutang karma masa lalu yang pada kesempatan hidup ini seharusnya bisa dilunasi.
Laba, dianungi oleh Bhagawan Kanwa.
Kelahiran pada waktu Laba menandakan bahwa dulunya dia lebih banyak hanya menikmati hidup daripada melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik dan benar. Watak kelahiran laba umumnya periang, murah rejeki, karena di alam bawah sadarnya masih banyak melekat kenikmatan duniawi masa lalunya. Sesungguhnya, watak yang terbawa lahir saat ini merupakan pahala dari masa lalu yang menghukum dirinya, maka dia dilahirkan kembali pada dina laba. Namun kelahirannya saat ini merupakan suatu keberuntungan, karena diberikan kesempatan untuk menghapus karma wasana yang buruk tersebut, yakni dengan lebih banyak melakukan aktifitas yang bermanfaat buat orang banyak. Pembawaan kelahiran Laba adalah tajam pendengarannya.
Saran. Renungkan motto ini : manusia lahir ringan bagaikan kapuk, saat tumbuh dan berkembang menjadi berat seberat batu. Kemudian, saat ajal menjelang sepatutnya menjadi ringan seringan kapuk. Artinya, pada kehidupan saat ini menjauhlah dari kenikmatan duniawi secara perlahan, serta kikislah beban psikis yang tertumpuk di alam bawah sadar ini.
Jaya, dinaungi Bhagawan Janaka.
Watak kelahiran Jaya, sangat cerdik dan unggul, serta gagah berani. Terlahir kembali, karena kecerdikan dan keberanian di masa lalunya dikendalikan oleh ego personalnya. Maksudnya, digunakan untuk tujuan yang kurang baik, arogan, serta suka menindas yang lemah. Pembawaan kelahiran Jaya, tajam atau sensitif dengan penciumannya.
Saran. Kendalikan ego personal, manfaatkan kecerdikan sejajar jujur, dan pandanglah hidup sebagai sebuah kompetisi, serta tunjukkan keberanian di mana saja untuk tujuan yang baik dan benar.
Mandala, dinaungi Bhagawan Narada.
Pembawaan kelahiran Mandala, berwawasan luas, suka berpetualang. Cenderung sebagai penikmat hidup, kurang menyukai kehidupan yang monoton, mau menang sendiri dan susah diatur, lebih menyenangi hidup bebas, serta peduli dengan penderitaan orang lain. Sejatinya, dengan kebebasan yang tidak terarah itulah yang menghukumnya sehingga terlahir kembali pada dina Mandala. Pembawaan kelahiran Mandala suka dukanya nampak pada ekspresi mimiknya ( wajahnya ).
Saran. Hiduplah secara bebas dan terkendali, dalam pengertian jangan sekali-kali melompati “ pagar pendek “, karena hanya kita sendiri yang mampu membatasi atau pun mengendalikan ego personal tersebut. Gunakan kebebasan itu di mana saja untuk tujuan yang baik dan benar.
demikian ulasan wewaran - Catur Wara, semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar