Cara belajar Weda Hindu
Ada orang yang berpendapat bahwa memahami ajaran Weda adalah sangat susah karena ada hal-hal yang memang sulit untuk dimengerti. pendapat ini memang sebagian ada benarnya kan ketika para tetua menyampaikan gagasan untuk mulai memaparkan ajaran weda dengan lebih ringan agar lebih mudah dipelajari, ada salah seorang teman yang nyeletuk;
- siapa yang (boleh) membaca kitab suci weda?
- bukankah kitab suci Weda sangat sulit dipahami?
- ah... janganlah kita terpengaruh pola pikir agama lain!
- bukankah setiap orang tidak boleh membaca weda?
- mengapa sedikit-sedikit harus kembali merujuk ke kitab suci?
- bukankah lontar-lontar warisan leluhur sudah cukup untuk menjadi pedoman?
terhadap pernyataan teman itu, kami benar-benar terkesima, apakah saya dan teman-teman lainnya telah salah langkah? bukankah Weda harus dipahami oleh semua orang, setiap umat manusia. Kitab Suci Weda jelas-jelas mengamalkan hal tersebut;
yethemam vacam kalyanim avadani janebyhah,
brahma rajanyabhyam sudraya caryaya,ca svaya caranaya ca (Yayurweda XXVI.2)
artinya:
hendaknya disampaikan sabdha suci ini ke seluruh umat manusia, cendikiawan-rohaniawan, raja/pemerintahan, masyarakat, para pedagang, petani dan para buruh, kepada orang-orangku dan orang asing sekalipun.
bertitik tolak dari mantra yayurweda diatas, agama hindu sesungguhnya agama misi, agama yang harus benar-benar disebar luaskan. pengertian misi disini tentunya berbeda dengan misi dalam usaha "koversi" seperti agama lainnya, melainkan karena keluhuran ajaran, memberikan pemahaman kepada orang-orang yang tertarik untuk mendalami dan mengikutinya.
"ibarat sebuah kolam karena airnya jernih, bunga teratainya harum, maka kodok dan kumbang pun berdatangan"
memahami weda tidaklah mudah, tetapi dari ribuan mantra weda itu, banyak mantra yang mudah dimengerti dan wajib dipahami umat manusia, karena mantra-mantra ini sangat relevan dalam kehidupan dewasa ini. didalam weda dapat dijumpai mantra-mantra yang bersifat "Rahasyajnana" atau "Adhyatmika" yang akan dapat dipahami bila mendapatkan bimbingan seorang guru rohani yang ahli.
Weda dipelajari secara berjenjang
untuk memahami mantra-mantra weda, maharsi walmiki dalam karya agungnya "Ramayana" menyatakan bahwa karya sastra yang bersumber pada sejarah itu dimaksudkan untuk mempermudah seseorang untuk memahami kitab suci Weda. demian pula maharsi Wyasa dalam Vayu Purana menyatakan:
Itihasa Puranabhyam Vedam Samupabrmhayet,
bibhetyalpasrutad vedo mamayam praharisyati (Vayu Purana I.20)
artinya:
hendaknya weda dielaskan melalui sejarah (itihasa) dan purana (sejarah mitologi kuno). weda merasa takut kalau seseorang yang bodoh membacanya, weda berpikir bahwa dia (orang yang) akan memukulnya.
Sloka vayu purana diatas diterjemahkan dalam Sarasamuccaya berbahasa Jawa Kuno sebagai berikut:
ndan sang hyang weda paripurnakena sira,maka sadhana sang hyang itihasa, sang hyang purana,apan atakut sang hyang weda ring wwang akedik aji,ling nira, andang hyang, haywa tiki umara rikami,ling nira mangkana rakwa atakut (sarasamuccaya 39)
artinya:
weda itu hendaknya dipelajari dengan sempurna melalui jalan mempelajari itihasa dan purana, sebab Weda itu merasa takut terhadap orang-orang yang sedikit pengetahuannya, sabdanya wahai tuan-tuan, janganlah tuan-tuan datang padaku, demikian konon sabdanya karena takut.
berdasarkan petikan diatas, maka untuk dapat memahami weda diperlukan pemahaman yang berjenjang dan komprehensif, maksudnya bahwa setiap orang yang ingin memahami pengetahuan weda sebaiknya memiliki refrensi yang luas, dari pengetahuan yang sederhana sampai pengetahuan yang lebih mendalam dan luas. kitab itihasa dan purana merupakan salah satu ensiklopedi dan sekaligus glossari kitab suci weda. didalam kitab itihasa baik ramayana dan mahabharata serta kitab purana dapat dijumpai penjelasan hal-hal yang masih samar di dalam weda, misalnya tentang keutamaan sungai gangga dan sungai-sungai lainnya di dalam weda, Wisnu adalah nama lain dari dewa surya dengan triwikramanya, penjelasan tentang para Dewa dan lainnya. didalam kitab itihasa dan purana dijumpai pula ajaran moral dan kekusilaan (sila) serta tradisi (acara) yang hidup dalam masyarakat.
pada masa yang silam Ramayana dan Mahabharata telah lama diterjemahkan kedalam bahasa jawa kuno (mangjawenkan Vilmikimata dan Wyasamata), demikian pula purana (sayang hanya satu purana dalam bahasa jawa kuno yakni BrahmandaPurana yang kita warisi). kitab Ramayana (kekawin jawa kuno) telah disusun pada abad ke VIII-IX di jawa tengah, pada dinasti Sanjaya, sedangkan Mahabharata disusun pada jaman Dhamawangsa Teguh di jawa timur dan tradisi penyusunan karya sastra ini terus berlangsung hingga jaman Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu terbesar di Asia Tenggara. usaha penerjemahan dalam bahasa jawa kuno ini, maksud utamanya tidak lain adalah untuk memudahkan memahami ajaran yang terkandung dalam kitab suci Weda dan susastra Hindu lainnya.
Weda wajib diketahui dan dipelajari
apakah perlu kitab suci weda dipahami umat manusia?menurut kami, weda mutlak harus dipahami, dipelajari dan dijadikan pedoman hidup, sebab weda adalah wayhu tuhan yang merupakan sumber dari ajaran dan hukum manusia. dari wedalah semua ajaran umat manusia khususnya ajaran hindu mengalir dan memberikan vitalitas bagi umat manusia. dengan memahami weda kita akan lebih mudah melihat perkembangan pengetahuan manusia. ajaran weda sesuai dengan sifatnya Anadi-Ananta dan Sanatana yakni tidak berawal, tidak berakhir dan bersifat abadi, maka ajaran weda senantiasa relevan dengan perkembangan jaman seperti pernyataan berikut ini;
na yam jaranti sarado na masa,na dyava indram avakarsayanti (Rgweda VI.24.7)artinya:
Tuhan tidak akan menjadikan dia tua, bulan dan demikian pula hari.umur manusia dapat menjadi tua, tetapi ajaran suci weda senantiasa diikuti oleh generasi-generasi berikutnya, dan membuktikan bahwa weda tetap relevan sepanjang masa. sangat banyak ajaran atau mutiara-mutiara indah yang terkandung dalam weda yang patut dipahami oleh umat manusia untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-harinya.
pada masa yang silam Ramayana dan Mahabharata telah lama diterjemahkan kedalam bahasa jawa kuno (mangjawenkan Vilmikimata dan Wyasamata), demikian pula purana (sayang hanya satu purana dalam bahasa jawa kuno yakni BrahmandaPurana yang kita warisi). kitab Ramayana (kekawin jawa kuno) telah disusun pada abad ke VIII-IX di jawa tengah, pada dinasti Sanjaya, sedangkan Mahabharata disusun pada jaman Dhamawangsa Teguh di jawa timur dan tradisi penyusunan karya sastra ini terus berlangsung hingga jaman Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu terbesar di Asia Tenggara. usaha penerjemahan dalam bahasa jawa kuno ini, maksud utamanya tidak lain adalah untuk memudahkan memahami ajaran yang terkandung dalam kitab suci Weda dan susastra Hindu lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar