Upakara dan Upacara Bhuta Yadnya
Bhuta Yadnya adalah yadnya yang ditujukan kepada Bhuta Kala yang mengganggu ketentraman hidup manusia. Bagi masyarakat Hindu bhuta kala ini diyakini sebagai kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang sering menimbulkan gangguan serta bencana, tetapi dengan Bhuta Yadnya ini maka kekuatan-kekuatan tersebut akan dapat menolong dan melindungi kehidupan manusia.
Adapun tujuan Upacara Bhuta Yadnya adalah disamping untuk memohon kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar beliau memberi kekuatan lahir bathin, juga untuk menyucikan dan menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang disebut bhuta kala tersebut sehingga dapat berfungsi dan berguna bagi kehidupan manusia.
seperti yang telah dijelaskan dalam Artikel Panca Yadnya dimana menurut Chandogya Upanisad, 3.14.1, yang intinya menerangkan bahwa Tuhan dapat menciptakan segala-galanya yang ada di dunia ini. Ciptaan itu seperti manusia, binatang atau hewan, tumbuh-tumbuhan, bumi, bulan, matahari, bintang, benda-benda yang besar, benda-benda yang kecil yang nampak dan yang tidak tampak oleh mata, benda halus, termasuk juga kekuatan alam yang dapat menguntungkan kehidupan manusia ini, makhluk-makhluk lainnya yang dapat menganggu kehidupan manusia di dunia ini, seperti para bhuta kala, jin, setan serta yang lainnya. Terhadap kesemuanya itu manusia wajib menghormatinya dan memberikan persembahan. Jadi manusia wajib pula melaksanakan upacara keagamaan yang ditujukan kehadapan makhluk bawahan atau dengan para butha kala.
Menyimak makna sloka Manawa Dharmasastra III.70 yang juga menyebutkan tentang Persembahan Bali (bhuta yadnya dan manusa yadnya), tentu kewajiban umat untuk beryajna tertuju pada seluruh aspek kehidupan di dunia ini, juga halnya melaksanakan upacara bhuta yajna merupakan usaha yang mulia dan terhormat. Melalui pelaksanaan bhuta yajna terselip makna untuk menyelamatkan dan memperhatikan kekuatan alam semesta termasuk para bhuta kala walaupun dalam tingkat kedudukannya memang lebih rendah dari manusia. Para bhuta dan kala perlu diberikan persembahan demi untuk keselamatan bersama.
Jangankan para bhuta dan kala itu dikatakan suka menganggu kehidupan ini, yang dikatakan memiliki suatu sifat pengganggu, pemarah, pengacau dan yang lainnya, maka manusia pun kalau kita sadari juga sama memiliki sifat-sifat seperti bhuta dan kala. Menangnya manusia memiliki kelebihan akal dan pikiran, namun akal dan pikirannya terkadang sering kacau balau, sering bingung, sering marah, sering mengamuk, dan sebagainya, Semua sifat itu tiada lain sebenarnya juga merupakan sifat dari bhuta kala.
Di dalam kitab Ramayana ada ditegaskan “ragadi musuh maparo rehati tonggawannya tan madoh ring awak”, yang maksudnya bahwa musuh itu tidak jauh tempatnya yaitu di dalam hati atau di dalam diri manusia itu sendiri. Di samping itu juga ditegaskan dalam pelajaran agama yaitu mengenai Sad Ripu, bahwa pada diri manusia terdapat enam jenis musuh yang timbul dari sifat-sifat manusia itu sendiri, yang antara lain : kama artinya sifat penuh nafsu indrya, loba artinya sifat loba dan serakah, krodha artinya sifat kejam dan pemarah, madha adalah sifat mabuk-mabukan dan kegila-gilaan, moha adalah sifat bingung dan angkuh sedangkan matsarya adalah sifat dengki dan iri hati.
Musuh yang ada di dalam diri manusia disebut dengan sad ripu, musuh dalam diri itu memang sangat ganas dan kejam sekali dan dapat menjerumuskan diri sendiri. Dalam diri manusia juga memiliki sifat yang dapat menggelapkan jalan hidup kita yang dikenal dengan sapta timira dan banyak lagi yang lainnya. Untuk itu bagaimana manusia itu dapat mengendalikannya, agar tidak sampai merusak dirinya sendiri. Salah satu usaha manusia untuk mengupayakannya adalah dengan melaksanakan upacara bhuta yajna. Upacara bhuta yajna ini memiliki makna spiritual yang merupakan usaha untuk menghormati, menyelamatkan, dan meningkatkan derajat kehidupan para bhuta kala itu sendiri.
Kemudian kalau kita perhatikan kitab Agastya Parwa ada pula menegaskan tentang makna upacara bhuta yajna yang menyebutnya dengan istilah walikrama, yang antara lain ada dinyatakan :
seperti yang telah dijelaskan dalam Artikel Panca Yadnya dimana menurut Chandogya Upanisad, 3.14.1, yang intinya menerangkan bahwa Tuhan dapat menciptakan segala-galanya yang ada di dunia ini. Ciptaan itu seperti manusia, binatang atau hewan, tumbuh-tumbuhan, bumi, bulan, matahari, bintang, benda-benda yang besar, benda-benda yang kecil yang nampak dan yang tidak tampak oleh mata, benda halus, termasuk juga kekuatan alam yang dapat menguntungkan kehidupan manusia ini, makhluk-makhluk lainnya yang dapat menganggu kehidupan manusia di dunia ini, seperti para bhuta kala, jin, setan serta yang lainnya. Terhadap kesemuanya itu manusia wajib menghormatinya dan memberikan persembahan. Jadi manusia wajib pula melaksanakan upacara keagamaan yang ditujukan kehadapan makhluk bawahan atau dengan para butha kala.
Menyimak makna sloka Manawa Dharmasastra III.70 yang juga menyebutkan tentang Persembahan Bali (bhuta yadnya dan manusa yadnya), tentu kewajiban umat untuk beryajna tertuju pada seluruh aspek kehidupan di dunia ini, juga halnya melaksanakan upacara bhuta yajna merupakan usaha yang mulia dan terhormat. Melalui pelaksanaan bhuta yajna terselip makna untuk menyelamatkan dan memperhatikan kekuatan alam semesta termasuk para bhuta kala walaupun dalam tingkat kedudukannya memang lebih rendah dari manusia. Para bhuta dan kala perlu diberikan persembahan demi untuk keselamatan bersama.
Jangankan para bhuta dan kala itu dikatakan suka menganggu kehidupan ini, yang dikatakan memiliki suatu sifat pengganggu, pemarah, pengacau dan yang lainnya, maka manusia pun kalau kita sadari juga sama memiliki sifat-sifat seperti bhuta dan kala. Menangnya manusia memiliki kelebihan akal dan pikiran, namun akal dan pikirannya terkadang sering kacau balau, sering bingung, sering marah, sering mengamuk, dan sebagainya, Semua sifat itu tiada lain sebenarnya juga merupakan sifat dari bhuta kala.
Di dalam kitab Ramayana ada ditegaskan “ragadi musuh maparo rehati tonggawannya tan madoh ring awak”, yang maksudnya bahwa musuh itu tidak jauh tempatnya yaitu di dalam hati atau di dalam diri manusia itu sendiri. Di samping itu juga ditegaskan dalam pelajaran agama yaitu mengenai Sad Ripu, bahwa pada diri manusia terdapat enam jenis musuh yang timbul dari sifat-sifat manusia itu sendiri, yang antara lain : kama artinya sifat penuh nafsu indrya, loba artinya sifat loba dan serakah, krodha artinya sifat kejam dan pemarah, madha adalah sifat mabuk-mabukan dan kegila-gilaan, moha adalah sifat bingung dan angkuh sedangkan matsarya adalah sifat dengki dan iri hati.
Musuh yang ada di dalam diri manusia disebut dengan sad ripu, musuh dalam diri itu memang sangat ganas dan kejam sekali dan dapat menjerumuskan diri sendiri. Dalam diri manusia juga memiliki sifat yang dapat menggelapkan jalan hidup kita yang dikenal dengan sapta timira dan banyak lagi yang lainnya. Untuk itu bagaimana manusia itu dapat mengendalikannya, agar tidak sampai merusak dirinya sendiri. Salah satu usaha manusia untuk mengupayakannya adalah dengan melaksanakan upacara bhuta yajna. Upacara bhuta yajna ini memiliki makna spiritual yang merupakan usaha untuk menghormati, menyelamatkan, dan meningkatkan derajat kehidupan para bhuta kala itu sendiri.
Kemudian kalau kita perhatikan kitab Agastya Parwa ada pula menegaskan tentang makna upacara bhuta yajna yang menyebutnya dengan istilah walikrama, yang antara lain ada dinyatakan :
“Tawur muang kapujan ing tuwuh pamungwan kunda wulan makadi walikrama, ekadasadewata mandala ya bhuta yajna ngaranya…” (Lontar Agastya Parwa)Dalam kutipan tersebut mengandung arti : Bhuta yajna adalah tawur (caru) dan selamatan kepada segala tumbuh-tumbuhan persembahan dalam periuk bulan, seperti Balikrama dan persembahan di atas altar / lapangan kepada sebelas dewata atau ekadasa dewata itu dinamakan bhuta yajna. Apa yang dinyatakan dalam kutipan di atas itu merupakan wujud pelaksanaan dari pada upacara bhuta yajna yaitu dengan mempersembahkan tawur atau caru sebagai upacara selamatan kepada para bhuta, sebagimana yang ditegaskan di atas dinamakan Balikrama atau Bhuta yajna.
Bhuta Yadnya, pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu
- Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan kecil seperti segehan dan yang setingkat.
- Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan sedang (madya) yang disebut "caru".
- Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan yang besar (utama).
a. Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan yang kecil.
Upacara ini di sebut dengan “Segehan“, dengan lauk pauknya yang sangat sederhana seperti bawang merah, jahe, garam dan lain-lainnya. Jenis-jenis segehan ini bermacam-macam sesuai dengan bentuk dan warna nasi yang di gunakannya. Adapun jenis-jenisnya adalah Segehan Kepel dan Segehan Cacahan, Segehan Agung, Gelar Sanga, Banten Byakala dan Banten Prayascita.
b. Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan yang sedang (madya)
Tingkatan upacara dalam tingkatan madya ini di sebut dengan “ Caru “. Pada tingkatan ini selain mempergunakan lauk pauk seperti pada segehan, maka di gunakan pula daging binatang. Banyak jenis binatang yang di gunakan tergantung tingkat dan jenis caru yang di laksanakan. Adapun jenis-jenis caru tersebut adalah Caru ayam berumbun ( dengan satu ekor ayam ), Caru panca sata ( caru yang menggunakan lima ekor ayam yang di sesuaikan dengan arah atau kiblat mata angin ), Caru panca kelud adalah caru yang menggunakan lima ekor ayam di tambah dengan seekor itik atau yang lain sesuai dengan kebutuhan upacara yang di lakukan, dan Caru Rsi Gana.
c. Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan yang besar (utama)
Tingkatan yang utama ini di sebut dengan Tawur misalnya Tawur Kesanga dan Nyepi yang jatuhnya setahun sekali, Panca Wali Krama adalah upacara Bhuta Yadnya yang jatuhnya setiap sepuluh tahun sekali, dan Eka Dasa Rudra yaitu upacara Bhuta Yadnya yang jatuhnya setiap seratus tahun sekali.
Artikel yang terkait dengan Upakara dan Upacara Bhuta Yadnya antara lain:
Demikianlah sekilas tentang Upakara dan Upacara Bhuta Yadnya, semoga bermanfaat.
Artikel yang terkait dengan Upakara dan Upacara Bhuta Yadnya antara lain:
Demikianlah sekilas tentang Upakara dan Upacara Bhuta Yadnya, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar