Google+

Cokorda Ngurah Ketut (1929-1939) - Babad Tabanan

Pada Tahun 1906, Terjadi Perang Puputan Badung dimana Raja Denpasar I Gusti Ngurah Made Denpasar dan Raja Pemecutan beserta pembesar pembesar kerajaan tewas dalam perang Puputan Badung, Menyusul kemudian Ida Ratu Singasana Tabanan I Gusti Ngurah Rai Perang (yang juga bergelar I Gusti Ngurah Agung Tabanan) yang Nuek Raga di puri Denpasar Badung disertai Putra Mahkota Tabanan I Gusti Ngurah Gede Pegeg yang Tewas dengan jalan meminum Sari. Puri Singasana Tabanan kemudian dijarah dan dihancurkan oleh serdadu Belanda. Putri putri Raja di Puri Singasana, Sagung ayu Oka dan Sagung ayu Putu, kemudian berpindah ke Puri anom , dimana tahun 1910 Sagung Ayu Putu menikah dengan I Gusti Ngurah Anom, bertempat di Puri Anom saren Taman (sekarang disebut Puri Anom saren Kawuh) dan Sagung Ayu Oka menikah dengan Arthur Maurits Cramer, seorang klerk kontrolir berkebangsaan Belanda pada tahun 1912.
Putra Putra Raja di Puri Dangin dan  Kerabat-kerabat dekat  Raja di Puri mecutan dan Puri Denpasar kemudian di buang ke Lombok. Puri Dangin, Puri denpasar dan Puri Mecutan karena tidak berpenghuni kemudian di ratakan dengan Tanah. 


10 Tahun kemudian mereka semua dikembalikan ke Tabanan. Masing masing ditampung oleh kerabat puri. Puri dangin ditampung di Puri Anyar, sedangkan Puri Mecutan dan Puri Denpasar, ditampung di Puri Anom Tabanan. Kemudian Puri Dangin membangun kembali Puri di sebelah selatan Puri Anyar dan di Jegu(Sebelah selatan Jero Oka Jegu), Puri Mecutan membangun Puri di sebelah selatan Puri Anom, dan Puri denpasar membangun Purinya kembali di Sebelah Timur Jero Gede Kompyang. Pada Tahun 1929, Pemerintah Belanda membentuk 8 negara Bestuur berdasarkan Standblad no 226 tertanggal 8 Juli 1929, dimana kepala Negara Bestuur itu disebut Bestuurder. 8 Negara bestuur itu antara lain, Tabanan, Badung, Jembrana, Buleleng, Gianyar, Karangasem, Bangli dan Klungkung. Untuk Tabanan, diangkatlah I Gusti Ngurah Ketut, Putra terkecil dari I Gusti Ngurah Putu di Puri Mecutan Tabanan. Kemudian Belanda merubah lagi Tata Pemerintahan, berdasarkan Standblad no 529, tertanggal 1 July 1938 , status Negara Bestur ditingkatkan menjadi Zelfbestuur Landschapen, dimana kepalanya tetap dijabat oleh I Gusti Ngurah Ketut. Kemudian Pemerintah meningkatkan kembali status Negara berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda, no 21 tertanggal 7 July 1938, ZelfBestuur lanschapen ditingkatkan menjadi Daerah Swa Praja, dan dipimpin oleh seorang Raja. Dimana Raja Raja ini kemudian oleh pemerintah Belanda dilantik dan diangkat sumpahnya pada tanggal 29 July 1938 di Pura Besakih, bertepatan dengan Hari Raya Galungan. Gelar Raja untuk Tabanan& Badung adalah Cokorda, untuk Gianyar, jembrana, Bangli & Buleleng adalah Anak Agung, untuk Karangasem bergelar Anak Agung Agung Anglurah, untuk Klungkung diberi gelar Dewa Agung. Untuk Tabanan kepala Swapraja ini tetap dijabat oleh I Gusti Ngurah ketut dari Puri Mecutan Tabanan, kemudian diabhiseka dengan gelar Cokorda. Jika diurut kemudian, inilah generasi yang diturunkan oleh Cokorda I Gusti Ngurah Ketut, dari Puri Mecutan Tabanan

Cokorda Ngurah Ketut Berputra :
  1.  I Gusti Ngurah Gede      
  2. I Gusti Ngurah Alit Putra
  3. I Gusti Ngurah Raka
  4. Sagung Mas
  5. I Gusti Ngurah Agung
selanjutnya digantikan oleh putra sulungnya bernama I Gusti Ngurah Gede , bergelar Cokorda Ngurah Gede .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar