Sekilas Sloka tentang Ketuhanan, Filsafat, Etika dan Upacara
KETUHANAN
Dalam Sarasamuscaya, 35. Menyebutkan sbb :
Ekam yadi bhavecchastram sreyo nissamcayam bhavet’ bahutvadiha sastranam guham creyah pravesitam. (Sarasamuscaya, 35).
Artinya :
Yan tunggala keta Sang Hyang Agama, tan sangcaya ngwang irikang sinanggah hayu, swargapawargaphala, akweh mara sira, kapwa dudu paksanira sowing-sowang-hetuning wulangun, tan anggah ring anggehakena, hana ring guhagahwara, sira sang hyang hayu.
Terjemahan :
Sesungguhnya hanya satu tujuan agama, mestinya tidak sangsi orang yang disebut kebenaran, yang dapat membawa ke surga atau moksa, semua menuju kepadanya, akan tetapi masing-masing berbeda caranya, disebabkan oleh kebingungan, sehingga yang tidak benar dibenarkan; ada yang menyangka,bahwa di dalam gua yang besarolah tempatnya kebenaran itu.
Sesungguhnya hanya satu tujuan agama, mestinya tidak sangsi orang yang disebut kebenaran, yang dapat membawa ke surga atau moksa, semua menuju kepadanya, akan tetapi masing-masing berbeda caranya, disebabkan oleh kebingungan, sehingga yang tidak benar dibenarkan; ada yang menyangka,bahwa di dalam gua yang besarolah tempatnya kebenaran itu.
Sarasamuscaya, 171. Juga menyebutkan sbb :
”na danadduskaratam trisu lokesu vidyate, arse hi mahati trsna sa ca krcchrena labhyate” (Sarasamuscaya, 171).
Artinya :
Sebab di tiga dunia ini tidak ada yang lebih sulit dilakukan dari pada berdana punia (bersedekah), umumnya sangat besar terlekatnya hati kepada harta benda, karena dari usaha bersakit-sakitlah harta benda itu diperoleh.
”dhanani jivitam caica pararthe prajna ut srajet, sannimittam varam tyago vinace niyate sati”
Artinya :
Maka tindakan orang yang tinggi pengetahuanya, tidak sayang merelakan kekayaan, nyawanya sekalipun, jika untuk kesejahteraan umum; tahulah beliau akan maut pasti datang dan tidak adanya sesuatu yang kekal; oleh karena itu adalah lebih baik berkorban ( rela mati ) demi untuk kesejahteraan umum.
”yasya pradanavandhyani dhananyayanti yanti ca, sa lohakarabhastreva cvannapi na jivati” (Sarasamuscaya, 179).
Artinya :
Kekayaan seseorang datang dan pergi (mengalami pasang surut), bila tidak dipergunakan untuk berdana punia, maka mati namanya, hanya karena bernafas bedanya, seperti halnya puputan pandai besi.
Sarasamuscaya, 261. Dalam terjemahan menyatakan bahwa :
Carilah uang itu berdasarkan Dharma.
Selanjutnya gunakanlah perolehan itu untuk mewujudkan tiga tujuan hidup.
Sarasamuscaya, 21. Menyatakan sbb :
Kunang ikang wwang gumawayikang subhakarma, janmanyan sangke rig swarga delaha, litu hayu maguna, sujanma, sugih, amwiirya, phalaning subhakarmawasana tinemuya. (Sarasamuscaya, 21).
Artinya :
Maka orang yang melakukan perbuatan baik kelahirannya dari sorga kelak akan menjadi orang yang rupawan,gunawan,muliawan, hartawan, dan berkekuasaan; buah hasil perbuatan yang baik didapat olehnya.
Indram mitram varunam agnim ahur Atho divyah sa suparno garutman Ekam sadvipra bahudavadhanty Agnim yamam matarisvanam ahuh (Reg Veda I.164.46).
Artinya :
Mereka yang menyebut-Nya dengan Indra, Mitra, Varuna, dan Agni, Ia yang bersayap keemasan Garuda, Ia adalah Esa, para maharsi (viprah) memberinya banyak nama, mereka menyebut Indra, Yama, Matarisvan.
Bhagavadgita XI.40. menyebutkan sbb :
Namah puras tas artha prstha taste Mamostu te sarvata eva sarva Ananta vi rya mitavikramastvam Sarvam samapnosi sarvah. (Bhagavadgita, XI.40).
Artinya :
Hormat pada-Mu pada semua sisi, O Tuhan. Engkau adalah semua yang ada, tak terbatas dalam kekuatan, tak terbatas dalam keperkasaan. Karena itu engkau adalah semua itu.
Svestasvara Upanisad II.17. Mengatakan ssb :
Yo devo’gnayu yo’psu, yo visvam bhuvanama visesa, Yo asadishu yo vanaspatisu, tasmai devaya namo namah. (Svestasvara Upanisad II.17).
Artinya :
Sujud pada Tuhan yang berada dalam api, yang ada dalam air yang meresapi seluruh alam semesta yang ada dalam tumbuh-tumbuhan yang ada dalam pohon-pohon kayu.
Kitab Maha Nirvana Tantra dan Brahma Sutra, I.1.2. Sehubungan dengan itu kitab suci Bhagavadgita, XI.55 dan XVIII.65 dalam terjemahan menyatakan sbb :
“Yang bekerja bagi-Ku, menjadikan Aku sebagai tujuan tertinggi,
berbakti kepada-Ku tanpa kepentingan pribadi, tiada bermusuhan terhadap segala insani, dialah yang datang kepada-Ku, oh Pandawa“
”Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbakti pada-Ku, bersujud pada-Ku, sembahlah Aku engkau akan tiba pada-Ku, Aku berjanji setulusnya padamu sebab engkau Ku-kasihi“
Kitab suci Yajur Veda IX.22,23, Atharva Veda XII.1.2 serta Veda Smrti VII.13,14 dan 18 yang dalam terjemahannya berbunyi sebagai berikut :
” Kami menghormati Ibu Pertiwi. ( Yajur Veda, IX.22 )
“Semoga kami waspada menjaga dan melindungi bangsa dan negara kami” ( Yajur Veda, IX.23 )
“Semoga kami dapat berkorban untuk kemuliaan bangsa dan negara kami” ( Athrva Veda, XII.1.2 )
”Karena itu hendaknya jangan seorangpun melanggar undang – undang yang dikeluarkan oleh pimpinan negara, baik karena menguntungkan seseorang maupun yang merugikan pihak yang tidak menghendakinya “ ( Veda Smrti, VII.13 )
”Demi untuk itu, Tuhan telah menciptakan Dharma, pelindung semua makhluk, penjelmaannya dalam wujud undang – undang merupakan bentuk kejayaan Brahman Yang Esa” ( Veda Smrti, VII.14 )
Kitab suci Isa Upanisad, 6. Menyatakan sbb :
” Kami menghormati Ibu Pertiwi. ( Yajur Veda, IX.22 )
“Semoga kami waspada menjaga dan melindungi bangsa dan negara kami” ( Yajur Veda, IX.23 )
“Semoga kami dapat berkorban untuk kemuliaan bangsa dan negara kami” ( Athrva Veda, XII.1.2 )
”Karena itu hendaknya jangan seorangpun melanggar undang – undang yang dikeluarkan oleh pimpinan negara, baik karena menguntungkan seseorang maupun yang merugikan pihak yang tidak menghendakinya “ ( Veda Smrti, VII.13 )
”Demi untuk itu, Tuhan telah menciptakan Dharma, pelindung semua makhluk, penjelmaannya dalam wujud undang – undang merupakan bentuk kejayaan Brahman Yang Esa” ( Veda Smrti, VII.14 )
Kitab suci Isa Upanisad, 6. Menyatakan sbb :
”Yas tu sarvani bhutani atmanyevanupa yati sarva bhutesu catmanam tato na vijugupsate” (Isa Upanisad, 6)
Artinya:
Dia yang melihat semua mahluk pada dirinya (Atman) dan dirinya (Atman) sendiri pada semua mahluk, Dia tidak lagi melihat adanya sesuatu perbedaaan dengan yang lain.
FILSAFAT / TATTWA
Orang yang kebingungan akan menyangka bahwa kebenaran itu dianggap bukan kebenaran. Seperti juga ada yang menganggap kebenaran terdapat di dalam gua. Dengan mengetahui tujuan agama, maka kebingungan seperti itu tidak terjadi lagi.
Brahmaghna ca sarape ca core bhagnavrate sate, niskrtivihita sabdih jrtahgne nasty niskrtih (Sarasamuscaya, 322).
Brahmagnha ngaraning mamati brahmana, humilangaken sang hyang brahma mantra kunang, tan yatna ri sira, surapa ngaraning manginum madya, an pakabrata tan panginum madya, cora kunang, bhgnabrata ngaraning manglebur brata, atyanta gongning ngaraning manglebur brata, atyanta gongning papanika kabeh, tathapin mangkana hana pamrayascitta irika, kunang papaning krtaghna, tan patambanika, tan kawenang pinrayacitta.
Artinya :
Brhmaghna artinya membunuh brahmana dan menghilangkan brahma mantra, tidak mengindahkan Beliau. surapa artinya meminum minuman keras; orang yang menjalankan brata tidak dibenarkan meminum minuman keras; tidak boleh mencuri; bhgnabrata namanya jika melebur (membatalkan) brata; kelewat besar dosanya; namun dmikian masih ada penebusanya; akan tetapi dosa krtaghna (tak tahu berterima kasih ) tak ada obatnya, tak ditebus.
Jadi dosa besar jika manusia membatalkan bratanya dan meneguk minuman keras. Brata itu menghantarkan manusia sebenarnya kepada surga yang akan diraihnya nanti. Seperti juga yang terdapat pada sloka ini :
Samklistakarmanamatipramadam bhuyo nrtam cadr dabhaktikam ca, vicitaragam bahumayinam na ca naitan niseveta naradhaman sat. (Sarasamuscaya, 325).
Nihan lwirning tan sangsargan, wwang mangulahaken pisakit, parapida duracara, wwang gong pramada, wwang mithyawada, wwang tan apangeh kabhatinya, wwang gong raga, wwang sakta ring madya, nahan tang nem kanistanin wwang, tan yogya siwin.
Artinya :
Inilah misalnya orang yang tidak patut dijadikan kawan bergaul, orang yang mengusahakan penyakit dan kesedihan kepada orang lain, serta buruk laku, orang yang sangat alpa, orang yang kata-katanya bohong dusta, orang yang terikat hatinya kepada minuman keras, keenam orang yang sangat keji itulah, yang patut dihindarkan.
Selain mabuk minum-minuman keras, disebutkan juga tidak baik menjadi orang yang mabuk kebangsawanan, mabuk kerupawanan, dan mabuk kepintaran. Sesungguhnya itu menimbulkan ketidaktenangan hati di dunia. Seperti pada sloka berikut :
Vidyamado dhanamadasttrtiyo’ bhijanairmadah, mada hyete valiptanameta eva satam damah. (Sarasamuscaya, 337).
Nihan sangskepaning mangdadyaken mada ring durjana widya, dhana, abhijana, widya ngaran sang hyang aji, widyamada ngaraning wero kapuhara denira, dhana ngaraning masmanik, salwirning wibhawa, dhanamada ngaranikang mada kawangun denya, abhijana ngaraning kawwangan abhijanamada ngaraningkang wero kapuhara denya, nahan tawakning mangddyaken mada ring durjana, kunang ri sangn sajjana, mangddyaken kopasaman ika.
Artinya:
Inilah secara singkat hal-hal yang menimbulkan kesombongan pada si durjana; widya, dhana, abhijana, widya artinya ilmu pengetahuan, widyamada artinya rasa bangga yang diakibatkan ilmu pengetahuan; dhana adalah kekayaan emas dan permata, segala rupa kekayaan; dhanamada disebut kesombongan yang ditimbulkan oleh kekayaan itu; abhijana artinya keturunan yang mulia; abhijanama artinya mabuk akan bangsawan; itulah bentuk-bentuk yang menimbulkan rasa angkuh pada si durjana; sebaliknya sang sajan bentuk-bentuk itu menyebabkan timbulnya ketenangan hati.
ETIKA / SUSILA
Susila atau etika merupakan upaya (karma) manusia mempergunakan keterampilan fisiknya (angga/raga)dan cerdas rohani (suksma sarira) manusia terdiri atas pikiran (manas), kecerdasan (buddhi) .dan kesadaran murni (atman) yang dapat berfungsi sebagai saranauntuk memecahkan berbagai masalah tentang bagaimana manusia hidup dan berbbuat baik (saputra). Kitap sarasamuscaya menyebutkan sebagai berikut :
manusah sarvabhutesu varttate vaiu saubhasuhe,asubhasue samasvitam subhesveva vakyaret. Ri sakiwang srwa bhuta,ikingjanma wwang juga wenang gumayana kening subha –subhakarma iking janma, kuneng akena ring subhakarna juga ikang asubha karma phalaning dadi wwang. (Sarasamuscaya, 2).
Artinya :
Dari sedemikian banyaknya semua mahkluk yang hidup , yang di lahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat berbuat perbuatan yang baik-buruk itu adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik juga manfaatnya menjadi manusia.
Demikianlah manfaat hidup menjadi manusia sebagai di sebutkan dalam kitab suci Weda. manusia hendaknya selalu mengupayakan prilaku yang baik dengan sesamanya memperlakukan orang dengan baik sesungguhnaya adalah sama dengan memperlakukan diri sendiri dengan baik juga (tatwam asi), prilaku seperti itu patut di upayakan harus di lestarikan dalam setiap tindakan kita sebagai manusia, setiap induvidu hendaknya berfikir dan bersifat professional menurut guna dan karma. Di antara makhluk hidup, manusia merupakan makhluk paling istimewa, makhluk yang paling sempurna karena memiliki Tri Pramana (bayu, sabda, idep). Dengan idep manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta mampu melebur perbuatan buruk ke dalam perbuatan baik. Menyadari hal tersebut maka janganlah sia-siakan kesempatan lahir sebagai manusia untuk berbuat baik (susila), agar tujuan kita lahir ke dunia bisa tercapai.
Dalam kitab Sarasamuscaya, sloka 160 disebutkan sebagai berikut :
“Silam pradhanam puruse tadyaseha pranasyati, na tasya jivitenartho duh silam kinprayojanam, Sila ktikang pradhana ring dadi wwang, hana prawrtti ning dadi wwang dussila, aparan ta prayojananika ring hurip, ring wibha, ring kaprajinan, apan wyartha ika kabeh, yan tan hana silayukti”. (Sarasamuscaya, 160).
Artinya :
Susila itu adalah yang paling utama, pada titisan sebagai manusia. Jika ada perilaku titisan sebagai manusia itu tidak susila, apakah maksud orang itu dengan hidupnya, dengan kekuasaan, dengan kebijaksanaan, sebab sia-sia itu semuanya jika tidak ada kesusilaan. Ajaran susila hendaknya terapkan di dalam kehidupan kita di dunia ini, karena di dunia inilah tempat kita berkarma.
UPACARA
Atharwa Weda XXI.1.1 menyebutkan :
Satyambrihadh rtam ugram diksa tapo
Brahma yajna prithivim dharayanti (Atharwa Weda XXI.1.1).
Artinya :
Kebenaran, hukum abadi yang agung dan penyucian diri pengendalian diri, doa dan ritus (Yajna) inilah yang menegakkan bumi.
Saha yajnahprajah srstva purovacaprajapatih
‘anenaprasavisadhauam esa vo stu ista-kama dhuk
Artinya:
Sesungguhnya sejak dulu dikatakan, Tuhan setelah menciptakan manusia melalui yajna (Bhagawadgita III.10), berkata : dengan (cara) ini engkau akan berkembang, sebagaimana sapi merah yang memenuhi keinginanmu (sendiri).
Satyam brhadrtamugram diksa,
Tapo brahma yadnya Prthiwimdharayanti (Atharwa Weda)
Artinya :
Sesungguhnya satya, rta, diksa, tapa, brahma dan yadnya yang menyangga dunia.
Yajna ngaraning manghanaken homa (Wrhaspati Tattwa)
Artinya :
Yajna artinya mengadakan homa
Yajna ngaranya “Agnihotradi” kapujan Sang Hyang Siwagni pinakadinya (Agastya Parwa)
Artinya:
Yajna artinya “Agnihotra” yang utama yaitu pemujaan atau persembahan kepada Sang Hyang Siva Agni.
Bhagavadgita, III.9 menyebutkan :
Setiap melakukan pekerjaan hendaknya dilakukan sebagai
Yajna dan untuk yajna.
Bhagavadgita, III.12 menyebutkan :
Para deva akan memelihara manusia dengan memberikan kebahagiaan. Karena itu manusia yang mendapatkan kebahagiaan bila tidak membalas pemberian itu dengan yajna pada hakikatnya adalah pencuri. Kemudian sloka selanjutnya menyebutkan bahwa orang yang terlepas dari dosa adalah orang yang makan sisa persembahan atau yajna. Maka sebelum menikmati makanan, kita harus mempersembahkan makanan itu pada Tuhan. Kita makan prasadam (lungsuran = bahasa Bali) artinya makan anugrah Tuhan.
Bhagavadgita, VII.16 menyebutkan :
“Chaturvidha bhayante mam Janah sukrtino ,rjuna Arto jijnasur artharthi Jnani ca bharatasabha” (Bhagavadgita, VII.16)
Artinya :
Ada empat macam orang yang baik hati memuja padaku, wahai Bharatasabha, mereka yang sengsara, yang mengejar ilmu, yang mengejar artha dan yang berbudi Arjuna.
Dalam kitab Sarasamuscaya, 81. Disebutkan dalam terjemahannya sbb :
Demikianlah hakikatnya pikiran tidak menentu jalannya, banyak yang dicita-citakan terkadang berkeinginan, terkadang penuh keragu-raguan, demikianlah kenyataanya, jika ada orang yang dapat mengendalikan pikiran pasti orang itu memperoleh kebahagiaan baik sekarang maupun didunia lain.
Demikianlah hakikatnya pikiran tidak menentu jalannya, banyak yang dicita-citakan terkadang berkeinginan, terkadang penuh keragu-raguan, demikianlah kenyataanya, jika ada orang yang dapat mengendalikan pikiran pasti orang itu memperoleh kebahagiaan baik sekarang maupun didunia lain.
Kitab Bhagavadgita VII.8 memberi petunjuk sbb :
“Raso ‘ham apsu kaunteya, prabha ‘smi sasisuryayoh, Pranavah sarvavedeshu, sabdah khe paurusham nrisu” (Bhagavadgita VII.8)
Artinya :
Aku adalah rasa dalam air, Kunti putra, Aku adalah cahaya pada bulan dan matahari. Aku adalah huruf aum dalam kitab suci Weda, Aku adalah suara diether dan kemanusiaan pada manusia.
Kitab Sarasamuscaya, I.4. Menyebutkan :
Iyam hi yonih prathma yonih prapya jagadipe Atmanam sakyate tratum karmabhih sublalaksanaih Apan ikang dadi wwang uttama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya Tinulung awaknyasangkeng sangsara, makasadanang subhakarma Hinganina kotamamaningdadi wwang ika. (Sarasamuscaya, I.4).
Artinya :
Sebab menjadi manusia sungguh utama juga, karena itu, ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara dengan jalan karma yang baik, demikianlah keistimewaan menjadi manusia.
Kitab Bhagavadgita IV.28 sbb :
“Dravya-Yajnas tapa-yajna, yoga-yajnas tathapare,Svadhyaya, jnana yajnas ca yatayah samstia vratah. (Bhagavadgita, IV.28).
Artinya :
Ada yang mempersembahkan harta, ada tapa, ada yoga, dan yang lain pula pikirkan yang terpusat dan sumpah berat, mempersembahkan ilmu dan pendidikan budi.
Sloka Bhagavadgita menjelaskan hal ini sbb :
“ye yatha mam prapadyante, tams tathai ‘va bhayamy aham Mam vartma .nuvartante, manushyah partha sarvasah”
Artinya :
Dengan jalan manapun (beryajna) ditempuh manusia kearah-Ku, semuanya Ku-terima dari mana-mana semua mereka menuju jalan-Ku oh Partha.
demikianlah Sekilas Sloka tentang Ketuhanan, Filsafat, Etika dan Upacara, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar