Mengapa Banyak Sekte Mengabaikan Śruti dan Berpegang pada Cerita?
Ketika Wahyu Ditinggalkan, Cerita Dijadikan Tuhan
Di zaman sekarang, banyak yang mengaku spiritual—tapi yang dibaca bukan Upaniṣad, yang dihafal bukan mahāvākya, yang dijadikan dasar agama malah kisah-kisah karangan penuh warna: Purāṇa, Itihāsa, dan dongeng guru-guru modern.
Sekte seperti Hare Krishna dan kultus Sai Baba justru mengabaikan Sruti, dan menjadikan cerita sebagai pijakan keimanan. Padahal, Sruti adalah suara murni Brahman, sedangkan Purāṇa hanyalah suara penyair dan politik religi.
Sruti = Wahyu; Cerita = Komentar Manusia
"Śrutiḥ tu Vedāḥ" – Manusmṛti 2.10
“Śruti adalah Veda. Semua yang lain hanyalah turunan.”
Sruti—seperti Veda dan Upaniṣad—adalah sabda ilahi (apauruṣeya): bukan ciptaan manusia. Ia lahir dari samādhi para ṛṣi.
Sedangkan Purāṇa dan kisah-kisah lainnya adalah Smṛti—hasil ingatan, tafsir, dan legenda. Bahkan pengarangnya bisa dilacak: Vyāsa, Lomaharṣaṇa, dan belakangan bahkan pengikut sekte.
Jadi mengganti Sruti dengan Purāṇa adalah seperti membuang peta asli dan mengikuti rumor.
Sekte Menyukai Cerita Karena Mudah Dimainkan dan Dikultuskan
Upaniṣad mengajarkan:
"tat tvam asi" – Chāndogya Upaniṣad 6.8.7
“Engkau adalah Itu (Brahman).”
Kalimat ini tidak memberi ruang untuk kultus. Ia menyuruhmu menyadari Tuhan di dalam diri, bukan di luar, bukan pada figur, bukan pada japa.
Tapi sekte-sekte seperti Hare Krishna dan Sai Baba tidak bisa membangun kekuasaan dari kesadaran batin. Maka mereka:
-
Pilih kisah-kisah tokoh populer (Krishna, Sai Baba)
-
Ulang-ulang narasi ajaib dan kelahiran avatāra
-
Jadikan ibadah dan pengulangan nama sebagai doktrin
Mereka lebih suka mitos, karena mitos bisa dikendalikan. Sruti tidak.
Cerita Memberi Figur untuk Disembah, Sruti Menghancurkan Dualitas
Sekte ingin kamu menyembah sosok luar. Krishna jadi dewa definitif. Sai Baba jadi “Tuhan turun”.
Padahal Sruti berkata:
"na tasya pratimā asti" – Yajur Veda 32.3
“Tuhan tidak memiliki bentuk atau representasi.”
"ayam ātmā brahma" – Māṇḍūkya Upaniṣad 1.2
“Diri ini adalah Brahman.”
Artinya, Sruti tidak butuh juru selamat.
Tidak ada avatāra. Tidak ada manusia suci yang wajib diikuti.
Yang ada hanya ātman dan brahman—yang satu dan sama.
Sekte Membenci Sruti Karena Sruti Membebaskan
Sruti berkata:
-
Kamu tidak butuh orang suci untuk menyelamatkanmu
-
Kamu tidak perlu lahir kembali untuk diselamatkan
-
Kamu hanya perlu menyadari dirimu adalah kesadaran itu sendiri
Ini mengguncang industri agama. Maka wajar jika:
-
Sekte menuduh Sruti terlalu sulit
-
Mereka berkata: “Cukup japa Hare Krishna saja.”
-
Atau: “Cukup sujud pada Sai Baba, kamu akan selamat.”
Cerita Menghibur, Sruti Menantang
Cerita itu menyenangkan: ada Dewa tampan, perang besar, mukjizat, dan drama.
Tapi Sruti menyuruhmu duduk diam, menyelami batin, menghancurkan ego, dan melebur.
"neti neti" – Bṛhadāraṇyaka Upaniṣad 2.3.6
“Bukan ini, bukan itu.”
Sruti menghancurkan semua simbol yang kamu sembah.
Itulah mengapa sekte menjauhkanmu dari Sruti: karena mereka takut kamu tercerahkan.
Jalan Cerita Membuatmu Bergantung, Jalan Sruti Membuatmu Merdeka
Selama kamu masih mengejar cerita dan tokoh, kamu akan:
-
Berputar dalam pemujaan tanpa akhir
-
Bergantung pada tokoh luar
-
Menunggu avatāra berikutnya
Tapi jika kamu kembali ke Sruti, kamu akan:
-
Mengenali Diri sebagai sumber segalanya
-
Menyadari bahwa Tuhan bukan objek, tapi Subjek Sejati
-
Tidak takut lagi kehilangan “guru” atau “tokoh”, karena semua jalan kembali ke dalam.
“Ātmanam eva viditvā” – Hanya dengan mengenal Ātman, segalanya selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar