Google+

Menghentikan pendarahan dengan YOGA

Menghentikan pendarahan dengan YOGA

Latihan yoga yang dilakukan menyatu dengan rutinitas sehari-hari akan menurunkan komposisi senyawa tertentu pada darah dan mengurangi infeksi (luka) yang umumnya muncul karena penuaan tubuh dan juga karena stress, ini dibuktikan oleh hasil penelitian.

Penelitian diselengarakan oleh para peneliti dari Universitas Negeri Ohio, penelitian ini menunjukan bahwa para wanita yang secara rutin melakukan Yoga akan menurunkan jumlah senyawa cytokine interleukin-6 (IL-6) di darah mereka. IL-6 adalah senyawa yang berperan penting dalam reaksi terhadap pembengkakan pada tubuh dan berimplikasi pada penyakit jantung, stroke, diabetes tipe-2, rematik serta penyebab penyakit-penyakit yang terkait melemahkan daya tahan seiring dengan makin bertambahnya usia.

Untuk studi ini, para peneliti mengumpulkan 50 wanita , berusia rata-rata 41 tahun. Ron Glaser, seorang penulis dan professor pada ilmu virus molekuler, ilmu kekebalan dan genetika medis , berkata bahwa studi ini memiliki implikasi sangat jelas pada kesehatan. “kami tahu bahwa pembengkakan memainkan sebuah peranan penting dalam penyakit. Yoga tampaknya menjadi sebuah jalan yang sederhana dan menyenangkan untuk menambah suatu upaya pencegahan yang bisa menurunkan resiko berkembangnya penyakit jantung, penyakit gula dan sejumlah penyakit lain yang terkait dengan akibat penuaan tubuh. Yoga adalah sebuah cara yang mudah yang bisa dilakukan orang-orang untuk mengurangi resiko mereka terhadap paparan penyakit”, katanya.

sumber MH edidi 73 maret 2010

Penggak - bangkitkan budaya diskusi informal ala Bali

Penggak - bangkitkan budaya diskusi informal ala Bali

Pemikiran-pemikiran besar dalam masyarakat kerap kali muncul dalam diskusi kecil di sebuah tempat yang tidak resmi. Bisa disudut-sudut kota, warung kopi atau di pinggir jalan dengan komunitas masyarakat abangan/pinggiran. Dibandingkan dengan forum resmi seperti seminar, loka karya, siding-sidang dewan perwakilan rakyat dan sebagainya, kerap kali diskusi bersifat formal terbatas pada tata tertib, pakem, terbatas pada permasalahan (topik), terbatas waktu dll. Makanya melalui forum seperti itu akan menghasilkan gagasan atau rumusan seringkali terbatas.

Kondisi ini akan sangat terasa berbeda dengan kelompok masyarakat tertentu berkumpul di suatu tempat seperti warung kopi atau dibawah pohon besar dalam suasana diskusi tak resmi tanpa pemandu, tanpa ada batasan tata tertib, tanpa batasan waktu, dan topiknya bias ngalor ngidul. Pola diskusi dimana semua peserta aktif menjadi pembicara dengan gagasannya masing-masing. Diskusi santai, tak resmi. Otak peserta dlam keadaan santai, tak kaku, tak stress, tak ada motif-motif tertentu yang membebani pikiran. Diskusi berlangsung alami, bebas tanpa keterikatan, kepala plong… dari diskusi (lebih pas dikatakan sebagai ngomong-ngomong) seperti sering kali melahirkan gagasan besar, gagasan yang tak banyak dimuati kepentingan.

Pola-pola diskusi seperti ini diterapkan oleh masyarakat bali sejak jaman dahulu. Penggodokan sebuah ide sering dilakukan di sudut-sudut pemukiman masyarakat, bersantai di suatu tempat sekedar ngopi, melepas lelah, atau sambil mengelus ayam kurungan. Sambil mereka bertemu disana, bersosialisasi, atau berdiskusi kecil.

Diskusi di sebuah penggak (tempat kumpul seperti pos dekat-deket warung) kerapkali menghasilkan gagasan yang secara lembaga adalah sifatnya non formal. Untuk mendapatkan legitimasi masyarakat secara kelembagaan maka seringkali hasil obrolan di penggak dibawa ke forum banjar atau desa untuk menjadi keputusan. Bahkan seringkali gagasan sebenarnya sudah selesai di penggak, kemudian di bawa ke forum banjar hanya untuk mendapatkan legitimasi.

Artinya tempat seperti penggak merupakan dapur pemikiran masyarakat secara tak resmi. Disinilah keunggulan gaya diskusi tradisional bali, menggunakan tempat-tempat tak resmi, sudut-sudut pemukiman, gubuk reod untuk sebuah diskusipanjang, bebas alami, yang melahirkan gagasan besar. Gaya ini tidak memerlukan biaya besar kalau dibandingkan seminar, lokakarya ataupun siding dewan yangsegala logistic, akomodasi dan tetek bengeknya menghabiskan anggaran yang tidak sedikit. Sehingga dengan demikian diskusi gaya penggak mestinya dikembangkan sebagai sebuah komunitas social dalam menggali potensi masyarakat.

Sumber Taksu bali

Dewi Gayatri; Ibu segala mantra

Dewi Gayatri; Ibu segala mantra

Semua literatur kitab Weda menyatakan bahwa Gayatri merupakan Dewi segala mantra. Namun keberadaan sang Dewi belumlah tenar di lingkungan masyarakat Hindu Bali, sebab untuk membentuk personalitas serta siapa dan bagaimana Beliau, serta dalam hal apa saja Beliau dipuja, masyarakat Hindu Bali belum banyak yang paham. Untuk itulah melalui artikel ini mencoba membedah Dewi Ilmu ini dengan sedikit ulasan yang terkesan back to India.

Ada banyak Dewi dalam ikonografi Hindu yang mewakili Ilmu Pengetahuan dan mantra suci. Kesemuanya memegang banyak atribut yang melambangkan hal tersebut. Namun dari sekian banyak Dewi, Gayatri adalah yang utama. Bergesernya Beliau sebagai Dewinya Ilmu Pengetahuan secara murni oleh Bhatari Hyang Aji Saraswati, mungkin disebabkan karena Gayatri lebih menekankan pada aspek Ilmu Pengetahuan secara apuruseya, mantra Weda yang transcendental. Sedangkan untuk Dewi Saraswati, Beliau meramu seluruh Ilmu yang ada, baik para widya dan apara widya.

Dewi Gayatri banyak dipuja di bharatawarsa dan lengkap dengan segala bentuk sadhana yang khusus ditujukan untuk menghormati Beliau. Dalam wujud Dewi Gayatri sering terlihat berkepala lima dan dengan mengenakan mahkota yang berkilauan. Namun mahkota yang tengah-tengah berhiaskan bulan sabit sangat mirip dengan bulan sabit yang dikenakan oleh Bhtara Siwa.

Beliau terlihat dengan sepuluh tangan yang masing-masing memegang; sankha kala, kapak cemeti, genitri, cakra, bunga padma, sakhu kamandalu, gada, sedangkan dua tangan yang berada di depan terlihat dengan posisi abhaya mudra, memberkati setiap pemuja-NYA dengan lembut dan penuh kasih. Beliau duduk di atas bunga padma berwarna merah, dan kepala Beliau yang paling depan ditengah-tengah tepatnya di selaning lelata (antara alis) Beliau terdapat mata ketiga layaknya mata Bhatara Siwa. Dewi Gayatri juga sering terlihat dengan sekelompok angsa yang mengitari.

Inilah mhamantra Gayatri yang pertama kali diturunkan…
Om bhur, Om bhvah, Om svah,
Om maha, Om janah, Om tapah, Om satyam,
Om tatsavitur varenyam,
Bhargo devasya dhimahi,
Dhiyo yo nah pracodayat,
Om apo jyotih,
Raso mritam brahma,
Bhur bhuah svah Om
.

Mantra ini awalnya terdapat di dalam kitab Reg Veda Samhita III. 62. 10. setelah itu pada kitab Yayur Veda Samhita dan Sama Veda Samhita. Dewi Gayatri sering disamakan dengan Dewi Savita yang secara harafiah memiliki arti matahari. Ini sebuah hal yang menunjukan bahwa Tuhan adalah bersinar dan Dewi Gayatri adalah Dewinya mantra yang memberikan kecemerlanghan pikiran.

Namun secara umum, mantra Gayatri yang diterima dewasa ini adalah hanya diucapkan sampai kata bhur, bvah, svah, kata maha, janah, tapah, satyam tidak dikumandangkan sama sekali. Secara terperinci ada banyak mantra Gayatri untuk setiap Dewata yang berbeda. Dengan demikian, ini menunjukan bahwa Dewi Gayatri adalah Dewi yang merangkum semua mantra pujian untuk setiap Dewata. Maka ini juga yang menjadikan bahwa Dewi Gayatri desebut dengan Dewinya mantra Weda.

Dalam beberapa pujian untuk Beliau disebutkan;
Ya sandhyamandalagata ya tri murti-svarupini
Sarasvati ya savitri tam vande veda mataram
.
Artinya;
“oh Dewi yang berada pada lingkaran sinar matahari, yang adalah berbentuk Tri Murti, yang adalah Saraswati ataupun Sawitri, hamba menghaturkan sembah kepada Gayatri, Ibu segala macam Weda”.

Jika Dewi Gayatri dikatakan sebagai Ibunya Weda, maka secara otomatis Dewi Gayatri merupakan sang Dewi jagat raya, sebab Weda sendiri adalah tidak berbeda dengan dunia nyata dan yang tidak nyata. Ini dibenarkan sebab dalam sebuah peristiwa, pernah suatu kali; Dewa Brahma, Wisnu dan Siwa mengambil rupa sebagai bayi mungil untuk mendapatkan kasih dari Dewi Gayatri.

Bayi-bayi tri murti ini menangis keras dan membuat sang Dewi kembali. Anak Ilahi ini ditidurkan dalam sebuah ayunan yang talinya tergantung di angkasa luar. Jadi tidak salah jika terdapat salah satu mantra yang digunakan untuk mengagungkan Dewi Gayatri seperti berikut;
Ya visva janani devi ya tri murti svarupini
Gayatri-rupini ya hi tan vande sapta matrkam
“oh sang Dewiyang merupkan Ibunya jagat raya, yang adalah berbentuk Tri Murti yang merupakan Gayatrio, hamba menghaturkan sembah sujud yang berbentuk tujuh Ibu”.

Jejak-Jejak Peradaban Veda Di Inggris

Jejak-Jejak Peradaban Veda Di Inggris
Photobucket
Kalau kita lihat satu tempat dengan tempat lainnya, kita sering menemukan bahwa nama sekarang dari suatu negara berhubungan atau turunan dari nama Vedic aslinya. Nama “British Isle” disebut sebagai Angulisthan, merujuk pada sebuah tempat (sthan) yang adalah sebuah negeri sebesar jari tangan kalau dibandingkan dengan Eropa, yang diibaratkan sebagai sebuah pohon palem dari satu tangan. Istilah inilah, Angulisthan, yang kemudian jadi diucapkan sebagai Anguliand, dan kemudian England. Nama Britania juga berasal dari Sanskrit Brihat-sthan, yang berarti sebuah tempat yang agung atau pulau agung.

Oleh karena itu, England pernah berada di bawah administrasi Veda menggunakan bahasa Sanskrit yang memberinya nama untuk pertama kali. Harap diingat juga nama-nama seperti Afganisthan, Baluchisthan, Pakisthan, Turkmenisthan, Turghasthan (Turki), Arvasthan (Arabia), Kurdisthan, dll, dll…. Siapakah yang memberi nama daerah-daerah yang mempunyai nama akhir yang demikian itu?

Banyak nama kota di Inggris juga memiliki afiliasi dengan Sanskrit. Sebagai contoh, London adalah sebuah kota Veda yang sudah sangat tua. Nama Sanskritnya di jaman dahulu kala adalah Nandanium, yang adalah sebuah istilah Sanskrit untuk tempat hunian yang sangat menyenangkan. Pada jaman Romawi, itu disalah-ucap menjadi Londonium. Inilah yang kemudian disingkat menjadi London. Dalam bahasa orang-orang Eropa huruf “L” sering menggantikan huruf “N” dari kata-kata Sanskrit. Itulah sebabnya kenapa nama Sanskrit Svetanana (perilaku adil/bersih) diucapkan oleh orang Russia menjadi Svetlana.

Nama-nama lainnya adalah yang masih berkaitan dengan nama Lord Rama, salah satu inkarnasi Tuhan. Kota-kota seperti Ramson dan Ramsgate secara langsung berhubungan dengan Lord Rama, paling tidak namanya. Nama-nama orang seperti Ramsey McDonald dan Sir Winston Ramsey dekat dengan nama orang India Ramsahay. Kata ramrod (tongkat-rama) diturunkan dari batang kayu yang sangat besar yang dipakai sebagai tongkat pendobrak oleh bala tentara Rama untuk membuka paksa pintu gerbang Alengka (Lanka).

Akhiran Sanskrit puri, sebagaimana ditemukan dalam nama-nama kota di India seperti Sudamapuri atau Jagannatha Puri, diubah menjadi “bury” di Inggris, yang berarti kota praja. Kita temukan dalam bahasa Inggris kota-kota seperti Shewsbury, Ainsbury, dan Waterbury. Topografi Salisbury yang berbukit-bukit juga membuktikan bahwa itu merupakan sebuah bentuk perusakan dari istilah Sanskrit Shail-eesh-pury, yang berarti suatu areal perbukitan dengan sebuah kuil Vedic. Canterbury secara linguistik juga berhubungan dengan apa yang dalam Sanskrit adalah kata Sankarpury, yang berarti sebuah kota praja Lord Shankar, Shiva. Ini kalau anda mengucapkan “C” sebagai “S” dan mengganti “T” dengan “K” dalam nama Center, yang bukannya tidak biasa dalam perubahan antara Sanskrit dengan bahasa Inggris. Ini juga mengindikasikan bahwa sebelum British Isle berganti agama Kristen dalam abad ke-enam A.D., Canterbury tadinya adalah tempat kedudukan seorang pemimpin spiritual Veda. Jadi, Archbishop dari Canterbury tadinya adalah seorang pendeta atau guru Veda, atau seorang Sankaracharya, dari mana datangnya nama Sankarpury.

Hubungan lainnya adalah terminologi dalam bahasa Inggris “shrine”, yang merupakan bentuk perusakan dari kata Sanskrit shwar. Ini adalah rujukan bagi kota-kota India yang dikenal sebagai pusat-pusat pemujaan Shiva pada masa silam, seperti Tryambakeshwar, Lankeshwar, Ghrishneshwar, dan masih banyak lagi yang lain. Di Inggris kita kenal kota-kota seperti Lancashire, Pembrokeshire, Hampshire, dan Wiltshire. Devonshire berasal dari Sanskrit Devaneswar, yang berarti Lord atau dewa-dewa. Kota-kota tersebut hampir pasti memiliki kuil-kuil Shiva yang besar dan luas, itulah sebabnya kenapa mereka masih dinamai dengan cara seperti itu.

Di Scotlandia kita menemukan kota Marayshire, nama yang merupakan perusakan dari nama salah satu deity Sanskrit Moreshwar. Tempat ini merupakan sebuah situs Veda pada jaman dahulu sebagaimana dapat dikenali dengan adanya figur-figur sapi masih kelihatan terukir di batu-batu karang. Sapi Nandini adalah tunggangan Lord Shiva. Tempat ini pastinya memiliki banyak kuil Shiva yang telah dihancurkan oleh para pengikut Kristen fanatik.

Kita juga bisa membandingkan nama Edinburgh dengan Sanskrit. Veda diucapkan sebagai Eda setelah kedatangan agama Kristen di Eropa. Eddas, naskah-naskah sangat kuno Skandinavia, adalah gema dari Sanskrit Vedas. Edinburgh di Skotlandia adalah perusakan dari istilah Sanskrit Vedinpur, yang berarti Kota Veda.

Hubungan lainnya adalah terminologi dalam bahasa Inggris “shrine”, yang merupakan bentuk perusakan dari kata Sanskrit shwar. Ini adalah rujukan bagi kota-kota India yang dikenal sebagai pusat-pusat pemujaan Shiva pada masa silam, seperti Tryambakeshwar, Lankeshwar, Ghrishneshwar, dan masih banyak lagi yang lain. Di Inggris kita kenal kota-kota seperti Lancashire, Pembrokeshire, Hampshire, dan Wiltshire. Devonshire berasal dari Sanskrit Devaneswar, yang berarti Lord atau dewa-dewa. Kota-kota tersebut hampir pasti memiliki kuil-kuil Shiva yang besar dan luas, itulah sebabnya kenapa mereka masih dinamai dengan cara seperti itu.

Di Scotlandia kita menemukan kota Marayshire, nama yang merupakan perusakan dari nama salah satu deity Sanskrit Moreshwar. Tempat ini merupakan sebuah situs Veda pada jaman dahulu sebagaimana dapat dikenali dengan adanya figur-figur sapi masih kelihatan terukir di batu-batu karang. Sapi Nandini adalah tunggangan Lord Shiva. Tempat ini pastinya memiliki banyak kuil Shiva yang telah dihancurkan oleh para pengikut Kristen fanatik.

Kita juga bisa membandingkan nama Edinburgh dengan Sanskrit. Veda diucapkan sebagai Eda setelah kedatangan agama Kristen di Eropa. Eddas, naskah-naskah sangat kuno Skandinavia, adalah gema dari Sanskrit Vedas. Edinburgh di Skotlandia adalah perusakan dari istilah Sanskrit Vedinpur, yang berarti Kota Veda.

Di India, kota praja dan perbentengan yang dikelilingi tembok pengaman dikenal dan diucapkan sebagai “Cote”, yang adalah sama dengan Kot seperti dalam Siddhakot, Agrakot, Lohakot, Bagalkot, dan Amarkot. Di Inggris, juga, kota praja dan kastil yang diikelilingi dengan tembok pengaman masih mengandung nama-nama Sanskrit “Cote” sebagaimana dapat dilihat pada nama-nama seperti Charlcote, Northcote, Heathcote, dan Kingscote.

Pacuan kuda terkenal di Ascot bukanlah sebuah kebetulan tempat untuk olah raga. Nama Ascot berasal dari nama Sanskrit Aswacot, yang berarti kota kuda, yang merupakan sebuah warisan dari pemerintahan administrasi Kshatriya Veda pada jaman dahulu.

Ini memperlihatkan semua nama diberikan oleh orang-orang pada jaman dahulu yang berbicara Sanskrit ketika mereka memerintah wilayah-wilayah itu. Jadi itu tidak mengejutkan bahwa bagian-bagian dari Inggris masih mengandung terminologi Sanskrit bahkan setelah semua jejak-jejak ayunan sejarah India atas Inggris sepertinya telah dihapuskan.

Terdapat lebih banyak lagi kata-kata dalam bahasa Inggris yang akarnya berasal dari Sanskrit, seperti dijelaskan di dalam buku Some Blunders of Indian Histirical Research, pada halaman 251. Pada adalah Sanskrit untuk ‘kaki’, yang berhubungan dengan sejumlah besar kata-kata bahasa Inggris, seperti Pedeatrics, pedestal, pedestrian, dan biped. Akar kata Sanskrit lainnya adalah dant, yang berarti ‘gigi’, darimana kita dapat kata-kata dentist, dentistry, dan dental. Istilah Sanskrit lainnya adalah mritya, berarti ‘kematian’, darimana kita mendapat kata-kata mortuary, morgue, mortal, dan immortal. Kata man diturunkan dari kata Sanskrit manas, berarti ‘pikiran’, mind, thingking, atau rational being. Kata bahasa Inggris door adalah Sanskrit dwar. Istilah Inggris Monarch berasal dari istilah Sanskrit Manawarka, yang berarti matahari (yang bersinar) diantara manusia. Dalam tradisi Veda, monarki dianggap sebagai sinar kemuliaan, kekuasaan, dan penjaga dunia.

Daftar perbandingan kata-kata termasuk di bawah ini:
INGGRIS SANSKRIT
Ca-tholic === Sa-Devalik (ia sang penyembah kuil)
Friar === Pravar (pertapa)
Convent === Sonvent (bangunan suci)
David === Devi-da (diberkati oleh Ibu Dewi)
Church === Churcha (tempat memberikan ceramah religius)
Churchill === Churcha-cholak (orang yang memimpin khotbah)
Papa/Pope === Papa-ha (penebus dosa)

Tuan rumah yang tidak disangka-sangka dari sejumlah kata-kata Sanskrit yang terus tetap ada dalam bahasa Inggris merupakan bukti yang sangat kuat atas orang-orang India Veda pernah berayun di Eropa. Contoh-contoh seperti itu lebih banyak lagi dapat dilihat pada Bab Enam buku ini.

Bukti lebih banyak lagi tentang warisan Veda di Inggris dapat dikenali dengan adanya temuan bahwa saat membangun kembali daerah-daerah yang hancur di kota London setelah selesainya Perang Dunia II, sebuah patung dewa India Mitra, dewa matahari, ditemukan tertimbun di bawah pondasi sebuah bangunan tua. Dikatakan bahwa bangsa Romawi telah memperkenalkan penyembahan dewa matahari di Britania selama pemerintahan mereka di sana. Semua ini berarti bahwa apakah orang-orang Veda India sendiri yang langsung pergi ke Inggris, atau bisa juga peradaban Veda sampai ke Inggris melalui perantaraan orang-orang Yunani atau Romawi kuno.

Melalui aliran yang sama, British Museum di London memamerkan sebuah mosaik burung merak yang berhasil diangkat dari sebuah penggalian di British Isle. Walaupun merak adalah burung daerah tropis dan dianggap suci, dan juga adalah tunggangan dewi Sarasvati dan dewa Murugan dalam tradisi Veda, itu merupakan sebuah corak yang populer pada jaman Veda Eropa dahulu. Ini adalah sebuah bukti visual tentang masa lalu Veda di Britania Raya.

Lebih jauh lagi, bukti tentang praktek kremasi lazim dilakukan di Britania kuno ditemukan dalam bentuk kendi-kendi berisikan abu suci yang disimpan di bawah sebentuk batu di tempat pemujaan.

Aspek-aspek religius tertentu yang dibawa dari tradisi Veda juga dapat dilihat dengan cara lain, sebagaimana dijelaskap pada halaman 12 dari Some Missing Chapters of World History karya P.N. Oak. “Katedral St. Paul di London, dibangun kembali oleh Christopher Wren setelah kebakaran besar yang melanda London lebih dari 300 tahun yang lalu, masih mempertahankan beberapa tradisi pra agama Kristen. St. Paul tadinya adalah sebual kuil Gopal atau Chrisn (Krishna).

Ini dia beberapa buktinya: Pusat altarnya dipisahkan dari dinding bagian belakang oleh sebuah lintasan jalan sempit yang melingkar. [Ini sebagai jalur bagi orang-orang untuk berjalan mengitari altar, sebuah kebiasaan yang khas kuil-kuil Veda]. Altar utama dibuat tidak untuk mengabadikan Jesus tetapi berupa palang Veda delapan arah mata angin. Di depan altar, tidak seberapa jauh, terdapat patung burung elang emas dalam posisi berdiri. Burung elang itu adalah [Garuda] tunggangan dewa Vishnu. Di atas reling melengkung penopang langit-langit terdapat doa-doa Latin yang dimulai dengan kata OM yang ditulis dalam huruf kapital yang tebal. Di sepanjang dinding tembok bagian dalam adalah sketsa relief dari para pertapa dan yang lain-lain sedang berendam, mandi suci dalam sungai Gangga”. Oleh karena itu, sepertinya ini menandakan bahwa banyak dari tempat-tempat suci terpenting atau gereja-gereja penganut Kristen sekarang ini tadinya adalah kuil-kuil atau tempat-tempat suci Veda.

Praktek menyematkan bulu burung (merak) pada topi orang-orang Eropa, dan bahkan bulu burung (merak) yang terlihat di atas mahkota penguasa Muslim bersumber dari peniruan gaya Lord Krishna yang pada jaman dahulu adalah orang yang pertama kali diketahui mengenakan sehelai bulu merak di puncak mahkotanya. Itu memperlihatkan bagaimana dunia pada jaman dahulu memuja-muja Lord Krishna.

Juga dipahami bahwa para administratur Kshatriya Veda jaman dahulu mempekerjakan penyanyi-penyanyi dan penyair tradisional yang dikenal sebagai Bhaat atau Bard. Itulah kata-kata yang sama yang terus dipakai dalam bahasa Inggris sebagai Poet (sebuah salah ucap dari kata Sanskrit Bhaat) dan Bard. Tradisi yang aslinya berasal di Timur dan kemudian melintas ke Yunani kuno dan kemudian Latin. Dewan penyair Raja Veda Prithviraj, Chand, dikenal sebagai “Bardai”, yang diucapkan sebagai “Bard” dalam bahasa Inggris. Kelanjutan dari tradisi poet atau bard di Britania merupakan salah satu bukti kuat dari penguasa Veda yang berbicara Sanskrit telah mengatur British Isle pada jaman dahulu kala.

Photobucket

STONEHENGE DAN ORANG-ORANG DRUID

Tempat lain yang harus dipertimbangkan dalam hal pengaruh Veda adalah Stonehenge, sebuah tempat misterius yang ada di dataran Salisbury di Wiltshire. Nama Stonehenge datang dari kata Sanskrit Stavankunj, yang berarti pondok tempat untuk bermeditasi. Nama aslinya benar-benar tidak ada hubungan dengan batu-batu bulat besar yang berdiri disana. Beberapa mill dari sana ada sebuah tempat yang dikenal sebagai Woodhenge. Padanan dalam Sanskrit dari kata “wood” adalah vana, diucapkan sebagai “bon”. Jadi, nama Sanskrit untuk tempat itu tentunya adalah Vanakunj, berarti sebuah “forest bower”. Ini memberikan beberapa pemahaman kepada Sanskrit sebagai asal dari nama-nama yang berakhiran “henge”.

Orang-orang Druid, yang dihubungkan dengan Stonehenge, adalah pendeta-pendeta yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sosial pada jaman Eropa kuno. Istilah Druid adalah variasi dari orang-orang Eropa atas istilah Sanskrit Dravid. Salah satu hubungan yang dimiliki orang-orang Druid dengan peradaban Veda dijelaskan oleh P.N. Oak pada halaman 221 dari bukunya Some Missing Chapters in World History yang mana ia menyatakan: “Masyarakat Eropa menyebut orang-orang Druid sebagai orang-orang Hindu Dravida pada jaman dahulu. Kamus menjelaskannya sebagai sebuah kelompok religius kuno yang ada di Gaul, Britania, dan Irlandia pada jaman dahulu.

Dalam hikayat penduduk Irlandia dan Wales, dan kemudian dalam legenda agama Kristen, orang-orang Druid muncul sebagai penyihir dan bukan sebagai pendeta dan ahli filsafat. Ini merupakan indikasi jelas bahwa orang-orang Druid Eropa adalah sama dengan orang-orang Dravida di India. Mereka bukanlah kelompok ras tertentu. Mereka merupakan kelompok religius dari para pendeta dan ahli filsafat yang melakukan keajaiban-keajaiban melalui mantra dan upacara mereka. Secara kebetulan, harus dicatat disini bahwa adalah tidak benar untuk menandai orang-orang Arya dan orang-orang Dravida sebagai kelompok-kelompok ras yang saling bermusuhan. Mereka tidak bermusuhan. Mereka adalah komunitas-komunitas Hindu kuno [yang berbeda] yang kedua-duanya benar-benar mahir dalam pemujaan keagamaan Hindu, pengetahuan dan praktek-praktek Veda. Mereka menyebar ke Eropa ketika para Kshatriya India memerintah dunia. Sebagaimana komunitas di India begitu juga dengan komunitas di Eropa kita menjumpai istilah-istilah Arya dan Druid. Mereka tidak eksklusif satu dengan yang lain. Orang-orang Druid adalah sebuah kelompok yang menjalankan Arya Dharma yang adalah jalan hidup Arya. Karenanya ketika dunia mengatakan bahwa arang-orang Eropa adalah orang-orang Arya apa yang harus disadari adalah bahwa orang-orang Eropa tadinya adalah orang-orang Hindu. Druid, alias Dravida, membentuk sebuah kelompok keagamaan dalam komunitas orang-orang Arya yang percaya akan dan menjalankan Arya Dharma yang sama”.

Istilah Dravid berkaitan dengan para orang bijak paling awal pada saat mulainya Krita-yuga. Akar kata Dra menandakan Drashta, salah satu dari para orang mulia (seer), sementara suku kata yang belakangan vid secara langsung menunjuk kepada ilmu pengetahuan atau orang bijak itu sendiri. Jadi, mereka berasal dari India, seperti juga disebutkan pada halaman 483, Volume II dari Asiatic Researches oleh Reverend Thomas Maurice: “Asal-usul Asiatic dari orang-orang Druid telah lama diakui dalam dunia kepurbakalaan. Mr. Reuben Burrow, praktisi besar astronomi India, merupakan orang pertama yang, setelah melalui sebuah pengujian dan perbandingan yang ketat terhadap takhyul yang berhubungan dengan mytologi dan periodisasinya, secara langsung membenarkan mereka sebagai sekelompok imigran yang terdiri dari ahli-ahli filsafat India”.

Reverend Maurice melanjutkan alur pemikiran ini pada halaman 246, Bagian I, Volume I dari bukunya, Antiquities of India: “Para pendeta ini (orang-orang Druid), kaum Brahmana India, menyebarkan diri mereka secara meluas melalui wilayah Asia bagian utara, bahkan sampai ke Siberia sendiri, dan secara perlahan-lahan bercampur dengan suku-suku pribumi Celtic yang berpostur besar (penduduk Kalatoya sampai selatan Kashmir) terus melanjutkan perjalanannya sampai di Eropa dan akhirnya mendirikan kelompok orang-orang Druid yang adalah sistem Brahmin superstition di Britania purba. Ini saya pertahankan adalah koloni orang Oriental pertama yang menetap di kepulauan (British) ini”.

Ini sangat mirip dengan apa yang dijelaskan oleh Navaratna S. Rajaram dalam bukunya, Vedic Aryanand the Origins of Civilization. Ia mengatakan bahwa orang-orang Druid tercatat dalam pustaka Veda sebagai orang-orang Druhyu. Mereka diusir keluar India dalam sejumlah kampanye oleh para penguasa dari milenium ke-empat B.C., bahkan oleh Mandhatr sejak 4500 B.C. Ini sesuai dengan tradisi orang-orang Druid yang menelusuri asal-usulnya dari Asia setidaknya sejak 3900 B.C. Orang-orang Druhyu ini, yang berasal dari wilayah India barat laut telah dipimpin kembali masuk ke tanah tumpah darahnya oleh raja mereka, Angara. Kemudia Mandhatr mengusirnya kembali keluar dari Punjab dan masuk ke Afghanistan. Setelah itu, berdasarkan catatan-catatan dalam Purana mengindikasikan bahwa mereka pergi lebih jauh lagi ke arah utara dan kemudian barat memasuki Eropa, dimana mereka menjadi orang-orang Druid.

Pada halaman 11 buku The Celtic Druids, Godfrey Higgins manyebut bahwa, “Caesar . . . mangatakan, berbicara menganai orang-orang Druid, bahwa mereka tidak berpikir itu sah menurut hukum untuk melakukan penulisan rahasia agama mereka”. Ini berarti bahwa cara mereka untuk mengajarkan pengatahuan mereka kepada yang lain mereka memelihara tradisi lisan Veda. Pelajaran Sanskrit selalu dilakukan berdasarkan ingatan (tradisi lisan) sebelum itu dituliskan. Dan untuk mengingatnya, mereka secara rutin biasanya melafalkan Vedas dan pustaka Veda lainnya.

Dari halaman 154 buku Matter, Myth and Spirit or Keltic Hindu Links, Dorothea Chaplin menjelaskan, “Orang-orang Dravida adalah para Kshatriya dan semua Kshatriya adalah orang Arya. . . . Manu dalam ayat 43-44 dari bab ke-sepuluh Samhita menyebutkan sepuluh suku Kshatriya sebagai kaum Vrishala, diantara mereka adalah orang-orang Dravida”.

Pada halaman 179 sampai 183 ia melanjutkan ulasannya bahwa orang-orang Druid tidak pernah ambil bagian dalam peperangan, juga tidak pernah membayar pajak dalam rangka itu. Mereka dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Dalam jumlah besar mereka bergabung dalam kependetaan yang mana mereka dikirim oleh orang tuanya untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang diperlukan. Pada saat berumur 5 tahun para murid dikirim ke pasraman milik sang guru selama 12 sampai 20 tahun untuk mengikuti pendidikan dan mempelajari himne-himne suci Veda. Mereka akan mengingat sejumlah besar ayat-ayat. Inti dari pendidikan mereka adalah untuk memahami keabadian jiwa (soul) dan proses reinkarnasi. Pelajaran lainnya adalah astronomy, geography, berbagai cabang filsafat, dan masalah-masalah keagamaan. Jadi, sistem pendidikan Druid juga adalah sistem menurut Veda.

Kemiripan dengan sistem Veda menjadikannya yakin bahwa orang-orang Druid dalam kenyataannya adalah klan orang-orang Druhyu dari India, bagian dari peradaban Veda yang menuntun dan melakukan kendali pengawasan atas tata kemasyarakatan orang-orang Eropa kontemporer. Dama buku yang sama, Chaplin menjelaskan bahwa orang-orang Druid mendiami British Island dan membengun pusat-pusatnya di banyak tempat, yang terpenting diantaranya adalah Avebury, Stonehenge, Woodhenge, Malvern, Mona, Tara, dan Iona. Bahkan orang-orang Celtic ada di bawah kekuasaan orang-orang Druid. Tetapi, tidak hanya orang-orang Druid makmur di Britania, tetapi dalam Complete History of the Druids (hal.27) menjelaskan bahwa, “Agama orang-orang Druid bersemi sangat lama, baik di Britania dan Gaul (Perancis). Ia menyebar sampai ke Italia, seperti nampak melalui perintah pengadilan Augustus kepada orang-orang Roma, agar tidak merayakan misterinya”.

Sebagaimana tercatat pada halaman 182-183 dari Caesar’s Commentaries on the Gallic War, oleh T. Rice Holmes, Julius Caesar menjelaskan bahwa dewa untuk siapa orang-orang Druid melakukan banyak penghormatan adalah Mercury. Ia dianggap sebagai penemu semua kesenian dan pioner dan pemandu bagi para pejalan, dan penyelenggara perdagangan dan kepemilikan kekayaan. Mereka juga memberikan penghormatan untuk Apollo (penyembuh penyakit), Mars (Dewa perang), Jupiter (mahluk celestial tertinggi) dan Minerva (pelopor industri dan kerajinan tangan). Dalam tradisi Sanskrit deity-deity yang sama dikenal sebagai Surya, Mangal, Budha, Indra, dan Lakshmi.

Pada halaman 161 buku The Celtic Druids, oleh Godfrey Higgins, juga dijelaskan bahwa perayaan tanggal 25 Desember dirayakan dengan menyalakan api unggun besar di puncak bukit. Merayakannya dengan menggunakan pepohonan hijau dan terutama sekali mistletoe (sejenis tanaman warna hijau) pada perayaan ini mengkhianati tradisi Druid yang menjadi asal tradisi ini.

Orang-orang Druid tidak hanya merupakan orang-orang dari India, atau yang berorientasi Veda, yang ada di Britania. Dari halaman 113 buku Matter, Myth and Spirit or Keltic Hindu Links, Dorothea Chaplin menjelaskan, “Kerajaan Kent dibangun oleh Jat bersaudara. Baik orang-orang di kerajaan Kent dan juga di pulau Wight semuanya adalah keturunan dari Jat bersaudara”. Jat bersaudara adalah juga klan Kshatriya dari India dan membantu mengelola peradaban Veda di bagian lain dunia ini.

Sumber terjemahan dari buku “Proof of Vedic Culture’s Global Existence” oleh Stephen Knapp.
vedasastra.wordpress. com
diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com

Pengaruh Peradaban Veda di Perancis

Pengaruh Peradaban Veda di Perancis
Photobucket
Pengaruh Veda di Perancis dapat dikenali dalam Caesar’s Commentaries on the Gallic War, pada halaman 180-1, yang mana ia menjelaskan bahwa dimana-mana di Gaul (Perancis) terdapat dua kelas manusia; “Druid” dan “Knight”.

Kaum Druid memimpin pemujaan kepada para dewa, melaksanakan ritual, dan menjawab pertanyaan tentang keagamaan. Laki-laki dalam jumlah cukup banyak tinggal bersama mereka untuk belajar dan banyak orang menaruh rasa hormat kepada mereka. Mereka juga bertindak sebagai penegak hukum apabila terjadi perselisihan dan membuat keputusan bisa berupa hadiah atau hukuman. Dengan cara ini, kita bisa mengetahui bahwa kaum Druid pastinya adalah kaum Brahmin wilayah itu, dan kultur Perancis pada masa awal sangat mirip dengan yang ada di Britania.

Mr. Oak menyebutkan pada halaman 831 World Vedic Heritage, “Sebelum bahasa Inggris berkembang menjadi bahasa yang berdiri sendiri, diketahui dengan pasti bahwa orang Inggris berbicara bahasa yang sama dengan orang Perancis. Itu karena bahasa atau bahasa-bahasa yang dipakai di seluruh Eropa merupakan variasi Sanskrit.

“Dalam konteks ini Godfrey Higgins mengamati [dalam The Celtic Druids], ‘Berbicara mengenai orang-orang Gaul (Perancis), Caesar mengatakan, bahwa mereka semua memiliki bahasa yang sama, dengan sedikit variasi dalam dialek mereka. Tetapi ia mengatakan adalah hal biasa bagi mereka untuk melintas ke Britania untuk meningkatkan kemampuan diri mereka dalam ajaran-ajaran kaum Druid, yang hampir membuktikan bahwa kedua negara ini memiliki bahasa yang sama. Dan Tacitus mengatakan secara ekspresif, bahwa bahasa orang-orang Gaul (Perancis) dan Britania tidak begitu berbeda. . . .’ Itulah kenapa bahasa Perancis terus dipakai sebagai bahasa oleh orang Britania untuk jangka waktu lama.

“Ini mencerminkan bahwa tidak hanya Perancis dan Inggris tetapi seluruh Eropa dan keseluruhan dunia pernah berbicara Sanskrit sebagai bahasa umum. Dengan meredupnya imperium Veda dunia, kontinen, region, dan kemudian bahkan setiap negara salah mengira gaya bahasa dan perusakan mereka terhadap Sanskrit sebagai bahasa milik mereka sendiri”.

Dalam hal nama “France”, itu berasal dari akar kata Sanskrit pra, diucapkan sebagai “fra” dalam pengucapan modern. Akar kata Sanskrit pra mengandung konotasinya dalam bahasa percakapan Eropa modern sebagai “pro” yang berarti “cenderung kepada”. Seorang pendeta Veda dalam Sanskrit dikenal sebagai pravarh, yang berarti cenderung kepada var, tingkat spiritualitas yang lebih tinggi. Pravar dalam terminologi Veda masih digunakan di Eropa sebagai “Friar”. Penambahan “nce” dalam nama “France” adalah bentuk jamak “Fra”, yang berarti sekelompok orang (Vedic Friars atau Druids) yang memiliki kecenderungan kepada kebebasan spiritual. Ini adalah tujuan hidup menurut Veda. Sehingga pemakaian nama Friar oleh orang Kristen juga membuktikan hubungannya dengan Veda.

Nama Paris juga sebuah turunan Vedic, dan merupakan versi yang dipendekkan dari nama dewi Veda Parameshwari. Pada jaman Romawi Paris dilafalkan sebagai Parisorium, yang merupakan perusakan dari nama Sanskrit Parameswarium, yang berarti tempat pemujaan dewi Parameswari. Ini berarti bahwa disana pasti pernah ada sebuah kuil untuk memuja dewi Parameswari di bantaran Sungai Seine. Kota yang berkembang diseputanya menjadi dikenal sebagai Parameswarium. Setelah Perang Mahabharata di Kuruksetra dan gangguan dalam skala internasional atas administrasi pemerintahan Veda, nama Sanskritnya akhirnya disebut Parisorium. Dan setelah kekuasaan Romawi berakhir, namanya kemudian disingkat menjadi Paris. Orang Perancis lebih jauh lagi menyingkatnya menjadi “Pari”. Inilah suatu tanda bagaimana nama-nama setempat mengalami perubahan dan bahwa orang-orang Perancis telah melupakan akar-akar Veda mereka.

Untuk menghormati tanah kelahiran mereka, Seine River pada mulanya disebut Sindhu oleh mereka yang datang dari India dan menjadikan Perancis sebagai koloninya. Orang-orang Perancis kemudian hari membuang suku kata terakhir dan apa yang tersisa adalah Sind atau Seine, sebagai namanya sekarang ini.

Terdapat banyak kesamaan lainnya antara bahasa Perancis dengan Sanskrit. Sebagai contoh, orang Perancis biasanya melafalkan “S” sebagai “Z”. Jadi, anda menemukan kata Sanskrit Ishwar, yang berarti “Great Lord” biasa dipakai untuk menyebut para penguasa sementara di berbagai belahan dunia, diucapkan sebagai Caesar, Kaiser, Czar, Kaisar, dan Azar di Mesir kuno. Akar kata Sanskrit “tu”, diucapkan secara lebih lembut menjadi “the” dalam bahasa Inggris dan “des” dalam bahasa Perancis.

Contoh lainnya yang yang memberikan pemahaman terhadap peradaban Veda di Perancis permulaan adalah nama kota Cannes. Huruf “C” dilafalkan sebagai “K” tetapi juga bisa digunakan untuk “S”. Jadi nama Cannes dapat dieja sebagai Sannes, yang secara langsung berhubungan dengan istilah Sanskrit Sanis untuk Saturnus. Jadi, disini mungkin pernah jadi pusat pemujaan Saturnus, dan katedral yang sangat luas disana mungkin pernah menjadi lokasi kuil Veda Saturnus di jaman dahulu.

Istilah “Notre Dame” biasanya diterjemahkan yang artinya “Our Lady”, tetapi sebenarnya itu seharusnya berarti “Our Mother”. Beberapa merasa bahwa Notre Dame tadinya pernah menjadi lokasi sebuah kuil Veda untuk “Mother Goddess”, Bhagavati atau Parameswari. Itu masih merupakan sebuah kuil untuk Dewi Ibu tetapi dalam abad ke-duabelas telah dikonversi menjadi sebuah gereja Kristen. Buktinya adalah bahwa bangunan itu masih memiliki berbagai pola geometrikal, seperti siku-siku, segi enam, segi delapan, dan lingkaran dengan 12 atau 24 jeruji. Desain esoterik seperti itu dikenal sebagai Yantra dalam pemujaan kepada para Dewi Veda. Pola-pola seperti itu mencerminkan banyak daya kreatif yang dibutuhkan selama proses penciptaan jagat raya, yang mana Dewi Ibu Veda ikut berpartisipasi. Anda juga dapat menemukan lambang-lambang 12 zodiak astrologi Veda pada bangunannya. Astrologi Veda berkenaan dengan kelahiran-kelahiran masa lalu dan yang akan datang dari jiwa manusia dan karma-nya. Apabila katedral itu aslinya adalah sebuah bangunan Kristen, lambang-lambang astrologi itu pasti tidak akan ada disana karena astrologi tidak memiliki tempat dalam Kekristenan. Agama Kristen tidak mengakui pengetahuan tentang kelahiran-kelahiran masa lalu dan yang akan datang, begitu juga dengan pengetahuan yang terkait dengan hukum karma. Lambang-lambang zodiak juga menunjukkan bahwa, menurut tradisi, tidak diragukan lagi bahwa itu adalah image dari sembilan planet yang dibangun bersamaan dengan kuil pada masa pra agama Kristen.

Anda juga bisa lihat puncak menara kuil ditutupi dengan gambar-gambar para orang suci, biarawati, burung, binatang buas dan raksasa. Dekorasi menara-menara kuil dengan cara ini juga adalah tradisi Veda. Anda menemukan ini khususnya di daerah India Selatan.

Pada halaman 25 buku Matter, Myth and Spirit or Keltic Hindu Links, Dorothea Chaplin menjelaskan bahwa, “Di Atun di Perancis, ada sebuah patung deity yang disangka sebagai Dewa Kesuburan suku Keltic sedang melawan seekor ular”. Ini pasti adalah Krishna yang sedang menundukkan ular Kaliya. Dia diberi label sebagai dewa kesuburan adalah anggapan keliru dari para ilmuwan Kristen yang dengan gampangnya membuat prasangka dalam benak orang. Kenyataannya adalah bahwa episode Purana tentang Lord Krishna melawan ular berkepala banyak Kaliya sangat populer diantara semua orang yang berasal dari India. Mereka secara alami pasti akan membawa ceritera-ceritera ini dan teks-teks Veda bersama mereka, begitu juga dengan membangun kuil untuk deity-deity mereka, seperti Lord Krishna. Oleh karena itu, Atun pastinya memiliki sebuah kuil kuno untuk memuja Krishna di pusat huniannya dengan katedral sebagai pokoknya.

Pada halaman 822-3 World Vedic Heritage, Mr. Oak menjelaskan bahwa Strabo, ahli geografi kuno, mencatat dalam karyanya Geography of Marseilles bahwa kota ini memiliki dinding perlindungan di sekelilingnya. Disana juga ada sebuah kuil untuk Delphian Apollo, sebuah kuil matahari. Sebuah kuil matahari Veda juga disebut dengan Marichalayas. Jadinya, nama Marseilles diturunkan dari istilah itu.

Verseilles mendapatkan namanya dari kata Sanskrit Vareshalayas, yang berarti tempat pemujaan untuk Great Lord, Vishnu atau Shiva. Pusat Katedral pada jaman dahulu adalah sebuah tempat yang aslinya kuil Veda.

Nama kota Sable juga adalah penyingkatan dari Shibalaya, yang merupakan distorsi nama Sanskrit Shivalaya. Katedral pimpinan di kota itu pastinya adalah tempat yang aslinya sebuah kuil Shiva. Atas dasar ini, Dr. V.V. Pendse, kepala dari Dyanaprabodhini Institution di Pune, India, mengintip melalui sebuah jendela dari salah satu tempat yang disucikan dalam katedral, yang terkunci secara permanen sebagai yang sangat disucikan dan dirahasiakan. Di dalam ia melihat bahwa interiornya mengandung semua pertanda dari sebuah Shiva-linga yang tercabut. Ini lebih jauh membuktikan bahwa Perancis pre-Kristen pernah melakukan dan menjadi bagian dari peradaban Veda di masa lampau.

Sumber terjemahan dari buku “Proof of Vedic Culture’s Global Existence” oleh Stephen Knapp.
vedasastra.wordpress. com
diposkan kembali di http://cakepane.blogspot.com