Google+

Guru - AM I A HINDU

berikut adalah lanjutan resume dari buku 

AM I A HINDU ( Apakah Saya Hindu ? ) 

dimana dibawah ini dijelaskan tentang "Guru" buku ini di tulis oleh Ed. Viswanathan (Diterjemahkan oleh NP Putra) 

 

SIAPAKAH GURU? 

Dewasa ini kata Guru telah digunakan sedemikian luas sampai-sampai seseorang disebut "Guru Wall Street." 

Kebanyakan orang beranggapan bahwa "guru sekolah" (teacher) adalah arti dari kata Guru. Tapi dalam agama Hindu, Guru artinya Tuhan itu sendiri. Hanya para ahli (master) yang sudah merealisasikan Tuhan dapat disebut Guru. Hanya mereka yang mempunyai hak untuk meminta bhakti dan penyerahan kehendak yang tak dapat dipertanyakan dari para pengikut mereka. 


Satu sifat pokok dari seorang Guru yang benar adalah kehadirannya dimana-mana (omnipresence). Mayoritas orang yang disebut Guru hanyalah guru-guru sekolah. Tidak seorangpun menjadi Guru hanya dengan belajar philsafat atau agama dan tidak seorangpun disebut Guru hanya karena dia ahli dalam akrobatik kata-kata. AYAH, 

 

APAKAH KITA HARUS MENCARI GURU? 

Tidak ada perlunya bagi seorang calon untuk secara fanatik mencari seorang Guru. Mahreshi Narada menyatakan bahwa di seluruh dunia ada ratusan Guru, banyak dari mereka hidup dalam jiwa (tanpa badan, pen), secara terus-menerus mencari murid-murid yang berharga. 

Jadi Guru itu mudah di dapat, tapi sangat sulit untuk mendapat murid-murid yang setia dan loyal. Bila seseorang mencari kebenaran, ratusan Guru akan datang mengetuk pintunya untuk menyampaikan kebenaran itu. Swami Wiwekananda tidak mengambil Gurunya, sebaliknya Sri Ramakrishna mengambil Wiwekananda sebagai muridnya. 

 

MAKSUD ANDA MURID-MURID YANG SETIA SANGAT KURANG? 

Menurut agama Hindu, ada tujuh Guru yang hidup, dikenal sebagai Saptha Resi, yang memelihara dunia selamanya. Mereka dengan tiada hentinya membimbing kita dalam keinginan spiritual kita. Jadi tidaklah ada perlunya untuk merindukan seorang Guru. 

Apa yang harus diikuti oleh seorang calon adalah kebenaran dan kebenaran itu saja. Baik Yahudi Kabbalah dan kaum Rosicrucian juga percaya dengan tujuh manusia-dewa yang hidup di Timur. Keyakinan mengenai tujuh guru ini dipopulerkan oleh Madame Helena Blavatsky, pendiri dari Masyarakat Theosofi (Theosophical Society) ketika ia menulis bukunya bernama "Isis unveiled." 

Menurut Blavatsky, semua master itu tinggal di Tibet tapi berkeliling dunia dalam tubuh yang berbeda-beda. Guru yang sebenarnya adalah hadiah suci bagi manusia. Tidak seorangpun dapat menjadi Guru dengan pernyataan diri sendiri. Mahreshi Ashtawakra, yang merupakan salah seorang dari Saptha Reshi, adalah Guru dari Raja Janaka, dan murid dari Raja Janaka yang materialistik adalah Reshi Suka, tokoh besar dari Bhakti Yoga. 

Apa yang diperlihatkan oleh hal tersebut adalah bahwa Guru yang berbeda menunjukkan kualitas atau sifat yang berbeda sekalipun mereka menggantikan satu sama lain. Bila kita merobah kesadaran kita, bila kita menginginkan Tuhan melalui bhakti dan tindakan tanpa-mementingkan diri sendiri, seorang Guru pasti akan datang kepada kita. Guru itu tidak harus datang dalam (bentuk) badan; dia dapat dalam bentuk jiwa. 

 

BAGAIMANA MEMBEDAKAN GURU YANG BENAR DARI YANG PALSU? 

Memang sangat sulit membedakan seorang Guru yang benar dari begitu banyak guru di sekitar kita. Sayangnya, ada banyak guru palsu dewasa ini di dunia. Seorang calon hendaknya sangat hari-hati dalam mengikatkan aspirasi spiritualnya dengan guru palsu seperti itu. Sebab hal itu dapat menyebabkan penghancuran dari kehidupan spiritualnya. Oleh karena itu adalah lebih baik bagi siapapun untuk mengambil Guru yang hidup dalam jiwa dari pada yang hidup dalam daging (badan). 

Hubungan Guru-murid dalam agama Hindu adalah sangat khusus dan sekali hubungan itu dibuat, tidak boleh lari dari hubungan itu. 
Siapa Guru yang sebenarnya?
Seorang yang cepat marah dan menjadi resah dan yang memamerkan emosi jelaslah bukan seorang Guru. Kecuali seseorang menjadi pencari kebenaran secara sungguh-sungguh, dia tidak akan mengenali seorang Guru sejati, sekalipunGuru itu datang kepadanya. Guru-Guru sejati semacam itu boleh lewat seribu kali di depanmu, tapi bila kamu tidak melakukan komunikasi dalam gelombang yang sama dengan mereka, kamu tidak akan mengenali mereka. Semua dari kita adalah seperti radio transistor kecil yang dapat dibawa kemana-mana, dan sampai kita mencocokkan dorongan Spiritual kita dengan tepat, kita tidak mempunyai harapan untuk berhubungan dengan Guru-guru sejati. Mereka dekat sekali dengan kita, namun mereka belum dapat datang kepada kita, karena kita belum berfungsi dalam rentang-gelombang mereka. Dan lagi, kamu harus tahu bahwa seorang Guru tidak perlu datang dalam jubah jingga tua; dia bisa datang kepadamu dalam bentuk apapun dan dalam segala macam pakaian, bahkan dalam pakaian tiga-potong. 

 

APAKAH PENGETAHUAN DAN REALISASI SATU DAN SAMA? 

Agama Hindu dengan tegas membedakan kedua kata-kata ini. Ribuan orang tahu mengenai Tuhan dan kitab-kitab suci, tapi hanya satu dalam sejuta yang merealisasikan Tuhan. Pada saat yang sama, sejarah telah menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kitab suci bukanlah keharusan untuk merealisasikan Tuhan. 

Agama Hindu juga percaya bahwa siapapun yang mencari kebenaran mutlak akhirnya akan merealisasikan Tuhan. Pencarian kebenaran dapat dilakukan melalui pengabdian atau kewajiban yang menjadi pilihannya. Misalnya, jiwa-jiwa manusia seperti Albert Einstein, Mahatma Gandhi, Father Damian dan Ibu Teresa mungkin lebih dekat kepada pengejawantahn Tuhan dari ribuan guru yang mengelilingi dunia ini. Sangat sulitlah bagi kita untuk mengatakan siapa yang telah mengejawantahkan Tuhan siapa yang tidak. Seseorang dengan jubah jingga mungkin kadang-kadang lebih rendah dari seorang yang menjual drug di New York's Times Square. Dengan kepandaian kita, kita dapat membedakan "apa dan siapa" (who is who). Hanya Guru yang telah mengejawantahkan Tuhan yang dapat melakukan itu. 

Guru-Guru sejati itu belum tentu mencari orang-orang terpelajar pada zamannya, tapi jiwa-jiwa yang penuh pengertian dewasa itu, yang adalah tumpuan atau alas sejauh berkaitan dengan evolusi. Dengan berkah Karma, sekalipun mereka hanyalah nelayan, kasta yang sangat rendah pada zaman itu. Tapi coba pikir, Mahareshi Weda Wyasa sendiri adalah anak seorang wanita yang berasal dari suku nelayan, dan Mahareshi Walmiki adalah seorang buas, merampok orang-orang di hutan-hutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar