Google+

Niti Sastra Sargah 4

Niti Sastra

Sargah 4

R a g a k u s u n a - - -/oo-/o-o/oo-/ooo/ooo/-o/oo//

Niti Sastra Ayat 1
Sang hyang candra tarāngganā pinaka dipa memadangi ri kāla ning wêngi.
Sang hyang surya sêdêng prabhasa maka dipa memadangi ri bhūmi mandala.
Widyā çāstra sudharma dipanikanang tri-bhuwana sumênë prabhāswara.
Yan ing putra suputra sādhu gunawān memadangi kula wandhu wandhawa.
Bulan dan bintang memberi penerangan di waktu malam. Matahari bersinar menerangi bumi. Ilmu pengetahuan, pelajaran dan peraturan-peraturan yang baik menerangi tiga jagat dengan sempurna. Putra yang baik, saleh dan pandai membahagiakan kaum keluarganya.

Niti Sastra Ayat 2
Sang çūrāmênanging reṇānggana mamukti suka wibhawa bhoga wiryawān.
Sang çūrāpêjahing ranangga mengusir surapada siniwi ng surāpsarī.
Yan bhiru n mawêdi ng raṇānggana pêjah yama-bala manikêp mamiḍana.
Yan tan mati tininda ring parajanenirang-irang inanang sinorakên.
Pahlawan yang menang perang dengan puas merasakan kekuasaannya, keuntungan dan keberaniannya. Pahlawan yang mati di medan perang, mendapat tempat dikediaman dewa-dewa, dikerumuni oleh bidadari-bidadari. Si penakut yang tak berani perang, jika meninggal dunia, ditangkap dan disukai oleh anak-buah Betara Yama. Jika tidak mati, ia dicerca, diolok-olok, ditawan dan dihina oleh musuh.


Niti Sastra Ayat 3
Haywāgyāngaku çūra paṇḍita widagdha ri harêpani sang maharddhika.
Sang yodheng raṇa sora denika satus wilangika sira tosni sang wani.
Sakwehing wwang apakṣa pandita sahasra pupulakêna sora denika.
Yekin paṇḍita nama yogya gurun ing sabhuwana sira tosni sang wiku.
Jangan tergesa-gesa mengaku berani, suci dan pandai di muka orang-orang besar. Barang siapa dapat mengalahkan seratus orang pahlawan, baru noleh ia dinamakan pahlawan sesungguhnya. Kumpulkanlah seribu orang yang terkenal sebagai orang suci. Barang siapa dapat mengatasi kesucian seribu orang-orang suci itu, barulah ia boleh disebut suci; ia patut disebut guru orang seluruh dunia; ia adalah seorang biku yang terutama.

Niti Sastra Ayat 4
Mangke wwang pulungên salakṣa paḍa pakṣa bisa kalaha ring wināyaka.
Yekin wāgmi ngaranya niti-nava-wit pada-pada ‘kalawan wrêhaspati.
Sangsiptanya kaniṣṭan ing mangaku, tan gawayakêna têkap mahājāna.
Yekin mānawa-tantra yogya pituhun têkapira sang inuttameng prajā.
Kumpulkan sejumlah sepuluh ribu orang terkenal pandai, barang siapa dapat melebihi kepandaian mereka itu, bolehlah ia disebut orang pandai yang faham kepada pengetahuan politik, sama dengan Sang Wrehaspati. Pendeknya : hina orang yang mengaku dirinya pandai; orang-orang yang terkemuka harus menjauhi sifat ini. Inilah hukum Sang Manu, yang patut diindahkan oleh orang-orang utama.

Niti Sastra Ayat 5
Haywa ng wang cumacad, samasta-jana nora tan ana cacadanya ring prajā.
Hyang towin sira sang hyang indra bahu-locana, wrêṣaṇanireki tan gênêp.
Sang hyang candra cinihnaning çaça, bhatāra rawi sira mahoṣṇikaprabhā.
Sang hyang çangkara nilakaṇṭa, paçu-pāla cacadira bhatāra keçawa.
Jangan sekali-kali mencela orang lain; setiap orang mempunyai cacat. Betara Indra, sekalipun beliau itu dewa, juga mempunyai cacat, yaitu banyak matanya dan kelaki-lakiannya tidak sempurna. Bulan cacatnya karena ada kelincinya (gambar; matahari panas sinarnya). Betara Siwa pada lehernya terdapat titik biru. Dan cacat Betara Kresna : ia menjadi seorang penggembala.

Niti Sastra Ayat 6
Wwang dinātithi yogya yan sungana dāna têkapira sang uttameng prajā.
Mwang dewa-sthana tan winurṣita rubuh wangunên ika paharja sêmbahên.
Dina preta sangaskaran-ta-pahayun lepasakêna têkeng çmaçana ya.
Byaktā lābhaning açwamedha-krêtu lābhanira siniwi ring surālaya.
Orang terkemuka patut memberi sedekah kepada tamu yang miskin, membangunan kembali candi yang sudah roboh dan tidak terpakai lagi, lalu menghiasinya supaya dapat dipergunakan lagi sebagai tempat bersembahnyang. Ia patut mengadakan korban bagi jiwa-jiwa yang sengsara, supaya jiwa-jiwa itu terlepas dari kubur. Dengan jalan begitu ia berjasa seperti orang yang mengadakan kurban aswameda. Ia akan dimuliakan di Suralaya.

Niti Sastra Ayat 7
Singgih yan têkaning yugānta kali tan hana lêwihan sakeng mahādhana.
Tan wāktan guna çūra paṇḍita widagdha paḍa mengayap ing dhaneçwara.
Sakwehning rinahasya sang wiku hilang, kula ratu pada hina kāsyasih.
Putrādwe pita ninda ring bapa si çūdra banija wara wirya panḍita.
Sesungguhnya, bila jaman Kali datang pada akhir Yuga, hanya kekayaan yang dihargai. Tidak perlu dikatakan lagi, bahwa orang yang saleh, orang-orang yang pandai, akan mengabdi kepada orang kaya. Semua pelajaran pendeta yang gaib-gaib dilupakan orang, keluarga-keluarga yang baik dan raja-raja menjadi hina papa. Anak-anak akan menipu dan mengumpat orang tuanya, orang hina dina akan menjadi saudagar, mendapat kemuliaan dan kepandaian.

Niti Sastra Ayat 8
Menggung rāt bhuwanāṇḍhakāra ratu hina-dana dinananing dhaneçwara.
Sang widw angga wana-prawecana sa-mudra gati manut i lāmpahing kali.
Çūdrāsampay i wecya, wecya mawalepa ri sira naranātha nin dita.
Rājāsampay i sang dwija, dwija sirālêmêh angulahakên çiwārcana.
Dunia guncang dan diselubungi kegelapan, raja-raja tidak lagi memberi sedekah, tapi disedekahi oleh orang-orang kaya. Pelaku-pelaku sandiwara dengan kemauan sendiri pergi bertapa kehutan-hutan, sambil melakukan gerak-gerak mudra, sesuai dengan suasana jaman Kali. Orang hina-hina menghina goloengan wesya, dan wesya tidak menghargai lagi kepada raja-raja, sebab memang tidak pantas dihargai lagi. Raja-raja menghina para berahmana. Dan berahmana segan menetapi syara agama Siwa.

Niti Sastra Ayat 9
Nirwa hyang prêthiwi tang osadhilatahilang i gunaniramrêteng jagat.
Wipra-kṣatriya-weçya-çūdra pada sangkara sama-sama paksa paṇḍita.
Sampunyān maka-weçapaṇḍita wiçesa kaharêpika nora sangçaya.
Nindeng çāstra samādhi yoga japa, tungga tanunika paninda çūnyata.
Dunia hilang kesuciannya, sandilata*) yang berfaedah kepada dunia hilang kekuatannya. Berahmana, ksatria, wesya dan sudra hidup campur dan masing-masing menganggap dirinya pendeta. Dan jika rupanya sudah seperti pendeta pula, lalu nyata kelihatan apa yang dikehendakinya; dihinanya kitab-kitab suci, samadi, yoga dan mantera; Dirinya ditinggi-tinggikan seakan-akan badan mereka sudah sama dengan “Kesunyian”.

Niti Sastra Ayat 10
Pangdening kali mūrkaning jana wimoha matukar arêbut kawiryawān.
Tan wring rātnya makol lawan bhratara wandhawa, ripu kinayuh pakāçrayan.
Dewa-drêwa wināçadharma rinurah kabuyutan inilan padāsêpi.
Wyartha ng çapatha su-praçāsti linêbur têkaping adhama mūrka ring jagat.
Karena pengaruh jaman Kali, manusia menjadi kegila-gilaan, suka berkelahi, berebut kedudukan yang tinggi-tinggi. Mereka tidak mengenal dunianya sendiri, bergumul melawan saudara-saudaranya dan mencari perlindungan kepada musuh. Barang-barang suci dirusakkan, tempat-tempat suci dimusnahkan, dan orang dilarang masuk ketempat suci, sehingga tempat itu menjadi sepi. Kutuk tak berarti lagi, hak istimewa tidak berlaku; semua itu karena perbuatan orang-orang angkaramurka.

Niti Sastra Ayat 11
Wwang mahyun ri kawehaning dana daridra, krepana dumadak dhanecwara.
Wwang duratmaka dirgha-jiwita, sirang sujana dumadak alpakamreta.
Wwang duccila sucila, durnaya wiweka, kujana sujanawibhagana.
Sang rajasiwiteng susena ta ya, sang madum-amilih ulah wiparyaya.
Orang-orang yang suka memberi sedekah jatuh miskin, orang yang kikir jadi kaya-raya. Penjahat-penjahat panjang umurnya, akan tetapi orang-orang baik lekas mati. Tingkah laku hina dianggap utama, dan kebodohan dinamakan kebijaksanaan, orang yang rendah budinya disebut mulia; sungguh suatu anggapan yang aneh !. Raja menurut kepada menteri-menterinya, dan orang yang harus mengurus segalanya bertindak salah.

Niti Sastra Ayat 12
Rug tang campaka cūta candana wungū bakula surabhi nāgapuspita
Sakwehnyān winadung tinor tinutuhan pinagêrakên i pung lawan pilang.
Bhrāsta ng hangsa mayūra kokila hiningsa pangariwuwu kākalen bango.
Tuṣṭekāng çrêgaleniwë winarêgan rudhira dagingikang warānggaṇā.
Pohon cempaka, cuta, cendana, bungur, tanjung yang harum baunya dan nagasari dirusak, ditebang untuk memagari pohon pung dan pilang. Angsa, merak dan murai dibunuh dan dimusnahkan untuk memanjakan burung bangau dan gagak. Anjing yang dipelihara orang senang hiduonya sebab ia dilimpahi dengan darah dan daging wanita yang cantik-cantik.

Niti Sastra Ayat 13
Sang hyang prāṇa lawasnirā niyata sātus iwu tahun i kāla ning krêta
Ring tretā pwa ya sangsaya kṣaya ḍatêng sapuluh iwu tahun sirerika.
Sewu ing dwāpra ring yugānta çata warṣa têmahika sahasra candramā.
Yan ring sandhyanikāng yugānta tahuning yuṣa cataliṣa hinga ning hurip.
Di dalam jaman Kreta umur orang sampai 100.000 tahun. Dalam jaman Treta jumlah itu berkurang menjadi 10.000 tahun. Dalam jaman Dwapara tinggal 1000 tahun. Pada penghabisanjaman Dwapara (pada permulaan jaman Kali) hanya tinggal 100 tahun, dan akhirnya hanya tinggal 1000 bulan. Pada penghabisan jaman Kali 40 tahunlah batas umur manusia. *) Tumbuh-tumbuhan yang mengandung zat obat.

Niti Sastra Ayat 14
Sang hyang prāna yan ing krêteka tahulan kahananira ri māja nityaça.
Ring tretāsthi sirān pratiṣṭha rumakêt kahanani huriping jagat kabeh.
Yan ring dwāpara mangsa len snayu lawan rudhira kahananing hurip sthiti.
Hidup itu ketika di jaman Kreta tetap bertempat di dalam sumsum tulang, di jaman Treta di dalam tulang, waktu itu kehidupan di dunia kokoh sentosa. Di jaman Dwapara tempat hidup di daging, urat dan darah. Di dalam jaman Kali hidup bertempat di kulit, di bulu dan di dalam makanan.

Niti Sastra Ayat 15
Ring stri sangkanikang wirodharing asit, krêta-yuga sira dewi reṇukā.
Ring tretātiçayeng prang ādbhuta nimittaning alaga ta dewi jānaki.
Ngūnidwāpra bhāratāyudha sirang drupada-parama-putrikāngdani.
Sakwehning waniteng yugānta kaharêpnya maka karananing prang ādbhuta.
Sejak dahulu kala, perempuan itu menjadi pangkal persengketaan. Dalam jaman Kreta Dewi Renuka, dalam jaman Treta : Dewi Janaki (Sita) yang menjadi sebab perang hebat. (Rama melawan Rawana). Dalam jaman Dwapara puteri Drupada yang ternama itu menyebabkan perang Barata. Pada penghabisan Yuga (Kaliyuga), semua orang perempuan ingin menjadi sebab adanya perang yang dahsyat.

Niti Sastra Ayat 16
Lwirning tan rêju ring jagat tri ganitanya tan abênêr ulahnya kawruhi.
Stri odwad kalawan lwah ārêju wilut lakunika pada tan wênang tutên.
Yan wwantên kumudācukul saka rikang watu, mabênêr ulahning angguna.
Sangsiptanya wuwusku yatna sira sang sujana siniwi ring wandhū jana.
Ketahuilah , bahwa di atas dunia ini ada tiga hal yang jalannya tidak lurus, yaitu : wanita, akar dan sungai. Semua berbelok-belok jalannya, tidak dapat diturutkan. Jika sudah ada bunga kemuda tumbuh dibatu, barulah laku wanita bisa benar. Pendeknya pesanku : awaslah engkau jika bergaul dengan wanita, hai orang yang baik-baik.

Niti Sastra Ayat 17
Yan wāgmika wināyakāsta-gunanên ng anak-êbi têkaping mahājana.
Ring bhuktinya tikāṣṭabhāga têkaping purusa kêlarikāstabhā ganên.
Yan ring sanggama sang mahāpuruṣa kāṣṭaguna têkaping wadhūjana.
Ring stri tan kahanan warêg purusa ling drupada-parama-putri kāngucap.
Adapun kepandaian bicara dan kebijaksanaan wanita delapan kali diatasi oleh laki-laki yang baik. Dalam hal makan wanita harus mendapat seperdelapan dari laki-laki, sebab kekuatannya hanya seperdelapan kekuatan lelaki. Akan tetapi tentang hal sahwat, kekuatan lelaki hanya seperdelapan wanita. “Wanita tiada puasnya pada lelaki”, demikian kata Dewi Drupadi.

Niti Sastra Ayat 18
Ring wwang haywa manūt i buddhinikanang parajana matêmah wināça ya.
Yan stri buddhi tinūtakên pati têmahnya hinirang-iranging parampara.
Yapwan sātmaka buddhi tusta têmahanya mangangên-angêneka pūrwaka.
Byaktā manggihakên wiçeṣa kita yan lumêkasakêna buddhining guru.
Jangan sekali-kali menurut pikiran sembarang orang, agar jangan binasa. Jika kita menurut pikiran wanita, kita akan menemui ajal kita, dan akan diperolok-olok orang buat selama-lamanya. Jika kita menggunakan pikiran sendiri sebelum berbuat apa-apa, akan merasa senang. Adapun yang tentu akan baik akibatnya ialah jika kita menurut pikiran guru.

Niti Sastra Ayat 19
Lwirning mandadi mādaning jana surūpa dhana kula-kulina yowana.
Lāwan tang sura len kaçūran agawe wêrêh i manahikāng sarāt kabeh.
Yan wwantên sira sang dhanecwara surūpa guṇa dhana kulina yowana.
Yan tan māda maharddhikeka pangaranya sira putusi sang pinanḍita.
Yang bisa membikin mabuk, ialah kindahan, harta-benda, darah bangsawan dan umur muda. Juga minuman keras dan keberanian bisa membikin mabuk hati manusia. Jika ada orang kaya, indah rupanya, pandai, banyak harta bendanya, berdarah bangsawan lagi muda umurnya, dan karena semua itu ia tidak mabuk, ia adalah orang yang utama, bijaksana tak ada bandingnya.

Niti Sastra Ayat 20
Tingkahning sutaçāsaneka kadi rāja-tanaya ri sêdêng limang tahun.
Sapta ng warṣa wara hulun sapuluhing tahun ika wuruken ring akṣara.
Yapwan ṣoḍaçawarṣa tulya wara mitra tinaha-taha denta miḍana.
Yan wus putra suputra tinghalana solahika wurukên ing nayenggita.
Anak yang sedang berumur lima tahun, hendaknya diperlakukan seperti anak raja. Jika sudah berumur tujuh tahun, dilatih supaya suka menurut. Jika sudah sepuluh tahun, dipelajari membaca. Jika sudah enam belas tahun diperlakukan sebagai sahabat; kalau kita mau menunjukkan kesalahannya, harus dengan hati-hati sekali. Jika ia sendiri sudah beranak, diamat-amati saja tingkahnya; kalau hendak memberi pelajaran kepadanya, cukup dengan gerak dan alamat.

Niti Sastra Ayat 21
Haywānglālana putra sang sujana dosa têmahika wimarga tan wurung.
Akweh sang sujanātilar swa-tanayanya pisaningu tikang waranggana.
Yapwan dikṣita tāḍanenulahakên têmahan ika suçila çāstrawān.
Nityenarcana ring wadhūjana sirang wara sujana lulut mangastuti.
Jangan memanjakan anak; anak yang dimanjakan akan jadi jahat dan pasti ia akan menyimpang dari jalan yang betul. Bukanlah banyak orang bijaksana yang meninggarlkan anaknya (perlu bertapa), apalagi istrinya!. Jika kita dapat menggunakan peraturan ketertiban dan hukuman dengan saksama maka anak itu akan menjadi baik perangainya lagi berpengetahuan. Anak yang semacam itu akan dihormati oleh wanita dan disayangi serta dihargai oleh orang-orang baik.

Niti Sastra Ayat 22
Haywaweh guṇa çakti ring kujana bhangga, sujana juga yogya sanmatān.
Ton hyang bahni hinungsining wêsi hinogha tamunika winor sinanmata.
Jangan diajarkan pengetahuan atau kesaktian kepada penjahat. Ajarkan itu kepada orang-orang yang baik. Lihatlah api, jika bersentuh dengan besi, amka besi itu lalu menjadi pijar, karena bersatu dengan api. Jika besi sudah merah seperti api sendiri, panasnya akan melebihi api besar. Akhirnya besi ditimpa hingga patah, dan ini berarti datangnya kesusahan dan kesengsaraan.

Niti Sastra Ayat 23
Wrêkṣā candana tulya sang sujana, sarpa mamilêting i sor mangāçraya.
Ring pāng wānara, munggu hing cikara paksi, kusumanika bhrêngga mangrubung.
Yan pinrang winadung sugandha pamalêsnika mêlêk ing irung nirāntara.
Mangkā tingkahi sang mahāmuni maropahita satata citta nirmala.
Orang yang baik hatinya sama dengan pohon cendana; ular mencari perlindungan padanya dengan melingkari kakinya. Cabang-cabangnya ditempati kera, puncaknya didatangi burung, dan bunganya dirubung kumbang. Jika kayunya diparang, maka sebagai balasan ia memberi bau yang sedap buat hidung, terus-menerus tiada hentinya. Begitunya pula laku orang keramat, ia selaku berikhtiar guna keselamatan orang lain dengan hati yang selalu bersih.

Niti Sastra Ayat 24
Yan lajjerang ikāng wadhū ganita wecya kajaliranikatemah hilang.
Nirlajjerang ikāng wadhūttama têmahnya mari hinaranan warangganā.
Nissantoṣa sirang pinaṇḍita hilang, têmahanika pinucca ring sarāt.
Yan santoṣa sirang nareçwara hilang jajahanira pinet mareng musuh.
Jika perempuan jalang jadi merasa malu, tentu akan berkurang jumlahnya, dan laku jinah akhirnya pun akan lenyap. Akan tetapi jika wanita utama tidak tahu akan malu, tidak lagi ia disebut wanita utama. Akan tetapi jika wanita utama tidak tahu akan malu, tidak lagi ia disebut wanita utama. Jika pendeta tidak mempunyai kesabaran lagi, ia akan dipandang rendah oleh dunia. Akan tetapi jika raja bersifat sabar dan rela, daerah kerajaannya akan habis dirampas musuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar