1b.
|
Semoga
tidak mendapat rintangan. Tutur Yama Tatwa, yang memuat tentang
pelaksanaan upacara kematian, dan bangunannya (bade)
yang dipakai untuk orang mati. Mantra yang dipakai untuk
pamlaspas
bade
(penyucian tempat pengusungan mayat): “Ya Tuhan dalam
manifestasiMu sebagai Sang Hyang Ibu Pretiwi, Sang Hyang
Yamadipati, Sang Hyang Rekatanah, Bagawan Sastra Walikilya,
Bhagawan Wiswakarma, hamba mohon restu, ada hambaMu yang
mengetahui bacaan mengenai berbagai bangunan, sebagai anugrah
dari Sang Hyang Rekatanah, Bagawan Sastra Walikilya, Bagawan
Wiswakarma. Ih Sang Hyang Taru Agung turunlah ke dunia, dijaga
oleh Sang Hyang Ibu Pretiwi, mencari Sang Hyang Akasa, di atas
melanjutkan beryoga, ditebang oleh manusiaMu, yang mendapat
anugrah dari Sang Hyang Rekatanah, Bagawan
|
2a.
|
Sastra
Walikilya, Bagawan Wiswakarma. Ya Tuhan dalam menifestasiMu
sebagai Sang Hyang Ibu Pretiwi yang menciptakan berbagai
bangunanKu di jagat raya ini, lalu berdiri, berjiwa, yang
menjiwai bangunan itu.” Sebagaimana yang disebutkan dalam
Saptawara, hari Minggu sebagai kulitnya Sang Hyang Wewangunan,
Senin sebagai dasarnya Sang Hyang Wewangunan, Selasa sebagai
ruangannya Sang Hyang Wewangunan, Kamis sebagai mantranya Sang
Hyang Wewangunan, Jumat sebagai buahnya Sang Hyang Wewangunan,
Sabtu sebagai rantingnya Sang Hyang Wewangunan. Ada lagi yang
disebut dalam Sadwara, di antaranya Tungleh
sebagai warnanya Sang Hyang Wewangunan, Aryang
sebagai pangpang-nya
Sang Hyang Wewangunan, Wurukung
sebagai uratnya Sang Hyang Wewangunan, Paniron
sebagai bulunya Sang Hyang Wewangunan, Was
sebagai tangannya Sang Hyang Wewangunan, Maulu sebagai badannya
Sang Hyang Wewanguanan.
|
2b.
|
Ada
lagi yang disebutkan dalam Pancawara, Umanis
sebagai pakaian Sang Hyang Wewangunan, Paing
sebagai ikat pinggangnya Sang Hyang Wewangunan, Pon
sebagai ikat kepalanya Sang Hyang Wewangunan, Wage
sebagai
selendangnya Sang Hyang Wewangunan, Kliwon
sebagai ujung dari Tutur Sang Hyang Wewangunan, ke gunung besi
beliau Sang Hyang Wewangunan mempunyai istri yang sangat cantik
rupanya. Mantra: ”Ya Tuhan dalam menifestasi sebagai Sang Hyang
Ibu Pretiwi, Dewa Sang Hyang Yamadipati, Sang Hyang Rekatanah,
Bagawan Sastra Walikilya, dan Bagawan Wiswakarma, hamba berterima
kasih atas restu yang diberikan, dan sekarang hamba menghaturkan
pembersihan (pamrastita)
untuk mengupacarai bangunan tersebut, sedikit pembersihan
bangunan tersebut
|
3a.
|
besar
kebajikannya, kalau laki-laki Sang Hyang Tetangunan muda tanpa
Sang Hyang Tetangunan, bersemayam (kalingganing)
Sang Hyang Siwa-Boda; OM MAM UM, AH, AM.” Sarana: air bersih,
beras kuning, samsam
kemoning
(diusapi dengan daun kemoning), asaban
cendana
(air yang berisi cendana yang digosok), periuk baru, lalu dipuja,
setelah itu air suci tersebut dipercikan pada bangunan bade
sebanyak sebelas kali, kemudian dikelilingi sebanyak tiga kali,
dan percikan tabuhan
(campuran arak dan brem). Kemudian haturkan pamlaspas,
pamugbug, tegak agung,
diolah dan ditempatkan sesuai dengan urip,
lengkap sakapenek
aderek,
berisi nasi tumpeng lima warna, lengkap dengan pelaksanaannya,
dan pagonen
serta durmanggala.
Ini tatebasan
durmanggala,
semoga Dewata senang menerima dan jangan menghalangi yang
menyelenggarakan upacara. Ya Dewata, engkau yang membencanai,
memberikan keselamatan, dan yang diupacarai untuk dibersihkan,
semoga mendapat jalan yang baik, dan yang menyelenggarakan
upacara kematian (ngaben) dan memukur tersebut semoga panjang
umur. Ini daksina
sebagai tempat pesaksian Dewata, berisi suci
yang dilengkapi dengan sesayut
pangambean, pras panyeneng,
dan bayuhan,
yang dilengkapi guling
pabangkit.
Kalau telah menerima upah, pulanglah kamu, janganlah kamu membuat
celaka, kematian dan kesengsaraan
|
3b.
|
yang
menyelenggarakan upacara. Makanlah itu, mereka memberikan suguhan
berupa durmanggala
kepadamu. ”Om twasti-twasti ta den abener becik, Sang
Buta-buti, setelah selesai makan dan minum, pulanglah kamu ke
tempatmu masing-masing, ini nikmatilah dahulu.” Mantra
durmanggala:
“Pukulun
Sang Hyang Detya Parwaraja, Sang Jatasamak, Sang Buta Tambekraja,
Sang Buta Ngulang-aling, ini makan hidanganmu, berupa tatebasan
durmanggala, arak satu sujang, ikan jahe, uang 225, inilah upah
yang dapat kamu nikmati, sebagai bekalmu pulang, uang 225, benang
segulung, tujulah Pasar Agung, berhentilah di bawah pohon
beringin, uang itu sebagai pembeli warna, ajaklah seluruh
rakyatmu, poma-poma-poma.”
|
4a.
|
Lalu
menghaturkan pasucyan,
lis selepan, pabwat selepan, tepung tawar sesarik,
taburkan pada bade,
percikan dengan ujung alang-alang dan daun
sudamala,
air suci dari lis
itu dan air bungkak
pada bade,
lalu lukat
bade
itu dengan air suci panglukatan
yang
ditunjukan untuk orang mati yang dimuat dalam surat kertas. Lagi
menghaturkan pabwat
busung
dengan mantra: “Pukulun
Ibu Pretiwi, Dewa Sang Yamadipati, dan Sang Hyang Rekatanah,
Bagawan Tastra Walikilyan, Sang Hyang Swakarma, dan para pengikut
dan Sang Buta Pancabuta, yang berwujud Dewa Kala, dan para
pengikutnya, Dewa Buta yang harus diberikan pamrastista, hamba
menghaturkan buta-buti, tapakan tehenan, uang 225, benang
satukel, dan sesarik, OM Jaya Sudamam Swaha.”
|
4b.
|
Lagi
mantra yang dilapalkan untuk menghaturkan lis,
mantranya: “Om
Sang Janur Kuning, ngadeg Siwa-Brahma, lis papa klesa, dasamala,
tri mala, papa klesa Sang Janur Kuning, ngadeg Siwa-Brahma,
wenang angeseng lara pataka.” Lagi yang dihaturkan seperti di
depan, mantranya: Hamba menghaturkan I Angga rareka,
Anggaringgit, sebagai seruan Sang Prabuta, amreta nama swaha”.
Menghaturkan dupa, gelar dupa dan kemenyan, mantranya: “OM
Brahmadipa Sri prayojanam, OM lingga purusa prayojanam.”
Menghaturkan kukurah, wawajikan (untuk berkumur da,n mencuci
tangan), lalu menghaturkan sesajen, dihaturkan untuk saudara yang
disebutkan di depan, mantra suci: “Pakulun paduka Bhatara,
puniki pamrestistane wewangunan suci katur ring paduka Bhatara,
sesapuh katur ring Hyang Dewa Buta”. Lalu menghaturkan tirta
harum, berisi bunga wangi yang bernama air kumkuman, mantra: “Om
Nama Siwaya, dihaturkan panca tirta, tirta sweta tirtan Bhatara
Iswara, tirta rakta
|
5a.
|
tirtan
Bhatara Brahma, tirta pita tirtan Bhatara Mahadewa, tirta
nilatirtan BhataraWisnu, tirtan pancatirtan Bhatara Siwa, OM Namu
Namah Swaha.” Sasonteng Suci: “Om pinung suci suksma swaha,
Om iyat-iyat padaksinam, tatayag nyaiting bretah,yag nyapatni
padaksinam.” Sasonteng Sesayut pangambeyan, mantranya: “Om
tampola saupacara, sapurna nama swaha, Om Guru paduka Byoh Namah
Swaha. Idep sesayut pangambeyan, pras penyeneng, bayuhan, katur
ring pramanca paduka Bhatara, sasorohan guling bebangkit, katur
ring panca Brahma, beliau yang berwujud Dewa Hyang Kala,
|
5b.
|
linggih
maka bukti, bala iringan gelar sanga punika maka bukti sang buta
pada anggeling, yang kirangan luput geng sinampuranen,kinasihan
dening jagat, ika sregepan dening kawidarman. Om twasti-twastita
den abecik, Dewa Bhuta Baktyam, sarwa bukti nama swaha. Om Sa Ba
Ta A I Na Ma Si Wa Yam.” Sasonteng gelar sangga, caru kabukti
dening Bhatara: “Om ekawara Dwiwara, Triwara, Caturwara,
Pancawara, Brahma, Wisnu, Iswara, Purwa prasadya pukulun.”
Sasonteng Guling bebangkit, mantranya: “Pukulun Sang Puseh,
Sang Wil, Sang Dengen, Sang Kala Karung, Sang Kala panjagalan,
Sang Kala Ulusinga, Sang Dewa Yoni Pisaca. Mantra”Pukulun Sang
Kala Enjer-enjer. Sang Kala Ngumik, Sang Kala Gumi, Sang Kala
Kalika, tumuruna kita kabeh, iki tadah sajinira, penek sawakul,
jangan sakawali,
|
6a.
|
sinumpukana
antiganing sang anyar, sajeng sakerecit, iwaknya bawi sakarangan,
iki laba buktinira, ri wus sira amangan anginum, mantuk ta kita
maring pasenetanta, iki maka bekelnira mantuka, jinah syusatus
salawe, lawesatukel, poma.” Berisi uang selengkapnya, kalau
naik ke ancaksaji, berisi uang besarnya 10.000, dan lagi kalau
memakai bade sebagai dasarnya berisi uang 4025, dan kalau atapnya
bertingkat (memakai tumpang) sesarinya 60066. Ini namanya Pulutuk
ring Majapahit, seluk beluk sesajen upacara kematian berdasarkan
nista madya utama (sederhana, menengah, utama). Kalau utama
memakai sesajen pabuwahan, uang, beras, benang, samsama 151,
sebagai tebusan sang penguasa, sebagai pembebas menguasai negara,
diantaranya tatukon, adegan Kaki Patuk, Nini Sepret,
panjanggilang, matah rateng, nasi angkep,
|
6b.
|
bubuh
pirata, kumaligi, alas-alasan, cikrabala, nasi sauduh, ati
sauduh, darah sauduh,
kelapa separo, gula merah satu buah, telur sembilan ditempatkan
pada piring, semuanya itu ditempatkan dalam niru, cegceg
beralaskan kuskusan, sebagai pembelian tanah, uang seribu
ditempatkan pada tapis,
gabah dalam tapis,
bakul daun enau berisi kawisan,
gelagar
berisi tuak, kunir, lengkuas, berisi guling
bebangkit,
tumpeng pamugbug
banyaknya 54 biji, ditempatkan pada niru, memakai tumpeng daderek
banyaknya
66 ditempatkan pada tamas,
memakai ikan sate galungan,
mapenek
sembilan warna, banyaknya sembilan biji, memakai ikan jeroan
babi, sesuai dengan bagian-bagiannya, kepala utuh, kaki bagian
depan yang dikiri, kalung, memakai tumpeng agung,
berisi sesayut
pangambeyan, pras penyeneng, babayuhan.
Itu caru
yang dipakai
|
7a.
|
di
bawah jenazah. Adalagi suci
lengkap sesuai kelengkapan suci,
palinggih
abale.
Ada lagi sesantun
beras a
catu,
benang 4 tukel
(gulung), telur 4 biji, kemiri 4 biji, keluwek 4 biji, gula merah
4 biji, benang 4, pinang sebagian, sirih satu gabung, uang
banyaknya 4500, semua itu diletakkan di bawah jenazah. Begitu
juga sesajen yang dimuat di sanggar tutuan, yang naik suci
laksana
dua bagian, canang
rayunan
dua pasang, pras
berisi ikan ayam satu tangkep, gelar
sanga,
nasi di tempatkan dalam wakul, kuali berisi daun kelor, telur
mentah 9 biji, kawisan
akawis,kakarangan
sate,
lembat
asem
matang separo sama-sama 9 tusuk, dan tuak
akrecit,
uang 1000. Begitu juga sesajen persembahyangan (pebaktian) sang
mati, agar memakai
|
7b.
|
tempat
dan berisi guling
bebangkit,
marerancang
bambu, memakai sesajen persembahyangan satu bagian, diantaranya
memakai tumpeng banyaknya 21 biji, dibungkus dengan janur,
beralaskan dulang, dilengkapi sesayut
pangambyan, pras penyeneng,
itulah bakti sang mati, sebagai kesaksian tanda baktinya
kehadapan Sang Hyang Brahma Mrajapati, dan yang kehadapan Sang
Hyang Rajapati, sebagai perwujudan Sang Hyang Siwa Raditya, yang
di lepitan,
suci
asoroh,
darpana
mentah dan matang, dihaturkan kepada Sang Hyang Tiga, Dewanya
yang meninggal. Yang di samping jenazah, darpana
3
soroh,
mentah dan matang, itu sebagai persembahan Sang Pitara,
Pitarodewa
asoroh,
Pitaroganem
asoroh,
pitara sang meninggal asoroh,
juga mentah dan matang. Apabila nawa
utama, dilengkapi dengan pabajangan,
|
8a.
|
yang
berhak Brahmana, Kesatrya, Wesya, Prabali, Prabekel, Pamangku.
Akan tetapi yang berasal dari beliau Mpu yang berasal dari
Majapahit, yang berhak begitu beliau Mpu Witadarma, beliau Mpu
Kuturan, beliau Mpu Lumbang, beliau Mpu pradah; itu yang berhak
memakai dasar bade,
yang tidak berhak memakai dasar bade orang Bali, Bali Age, Kayu
Selem, Celagi Ayung, mereka semua keturunan orang Bali mula,
hanya berhak memakai wadah lalimasan,
badodagan,
itu tidak berhak mapabajangan.
Adalagi yang berhak, Kesatrya, Wesya, Prabekel, Pamangku, yang
berasal dari beliau Mpu Witadarma, Mpu Lumbang, Mpu Pradah,
beliau semua berhak memakai pabajangan.
|
8b.
|
Mengenai
sesajen pamerasan,
guling
bebangkit
satu bagian lengkap, sabikas
kelengkapannya, memargi
jukung-jukungan,
meras
cucu,
tata, uang 1000, pakaian yang sama selengkapnya (saperadeg),
bungkung, keris, itu yang dipakai untuk meras
cucunya, orang yang meninggal tadi (kabusan), desa sang
pitara
tergantung pada petung
gulung,
begitulah diceritakan di dalam Dewasastra. Ini anugrah untuk
melaksanakan setiap upacara dan pembersihan berbagai macam
pembersihan, bahannya samsam
kuning,
beras kuning, mantranya: “Pukulun
Sang Hyang Guru Reka, Sang Hyang Kawiswara, Sang Hyang Saraswati
ginalih ingsun, nugraha, pra jaha sasolah ulun awenang, lampah
tan wigna lara, paripurna nam swaha, Om Am Om Mam, Siwa Sadasiwa
Paramasiwa, sogi sampurnanamah swaha.” Lalu dipercikan tiga
kali, minum tiga kali, usapkan pada badan.
|
9a.
|
Selain
itu mengenai Trilingga dengan mantranya: “Pukulun
Bhatara Durga ring bongkol lidah hulun, Bhatari Guru ring
madyaning, Brahma ring pucuking lidah, adnya hening hulun angacep
Paramasiwa, tan pateleteh, Ang,Ong, Mang, Ang, Ah.” Begitu juga
mengenai Siwa lingga, mantranya: “Om, Ang Ung Mang, Siwa,
Sadasiwa, Paramasiwa, Siwa ring tangan kiri, Sadasiwa ring tangan
kanan, Paramasiwa ring idep, Om Siwa suksma namah swaha.” Lalu
penyucian itu dipuja sendiri dengan mantranya: “Om okir-okir,
sato okir-okir komahmah isana, ida widi iki wedan banten,tatewaca
tat pramada nama swaha, Ang Ah.” Periuk baru, kuskusan baru,
sibuh papek, duri tujuh macam,
|
9b.
|
beras
kuning, samsam
kemoning,
sehet
mingmang,
karawista,
don
sudamala,
madu
kambangan,
padma
solas swahan.
Lapal yang di ucapkan pada pedupaan, mantra: “Om
swaha dipa prayojanam, lingga purusa prayojanam, pakulun sang
hyang tigasiwa, panca dewata, ulun aneda nugraha ring pada nira
pakulun, ulun panuntu paduka bhatara, tumedun paduka bhatara
saking tan hana, anuhut kukus menyan majagawu, les cendana
gading, kukuse menengen, pinaka pangundang dewa, tumedun saking
tan hana, alingga saking awing-awang, anicayang gangga maha
mreta, maka panglukatan dasamala, trimala, papaklesa upataning
dewa, luputakena lara wisya.“
Mantra
yang diucapkan dalam hati ketika memegang bunga kalpika,
mantranya: “Ong Yang Mang, Siwamurti Prayojanam, tastradipa
muktiam, wedam tumadyam, Bhur Bwah Swah mahawidyam, atma
mandiratma,
|
10a.
|
atma
sukma atma, suda (diucapkan 3 kali), malaning winangkaran ning
masasira kabeh. Om SA, BA, TA, A ,I, NA, MA, SI, WA, YA, Om ka
pur mam, Om prabuta ngadang-adang, dalan Sang Ritara, ring
dalan-dalan puniki, mangkin baktin ipun akidik, maka pangupakaran
ipun, agung sinampura den Paduka Bhatara, sinunganing olih dalan
rahayu, suksma swaha.”
Lalu
menghaturkan pasucyan dengan mantranya: “Pakulun Sang Hyang
Siwa Raditya, mwah pengawa iringaning Dewa, mwah Sang Hyang Tiga
Sang Pejah, ulun angaturaken pasuciyan ring paduka Bhatara, Om
suci nirmala nama swaha. Mwang Sang Butha ulun aweh pasucyan, Om
butha suci nirmala nama swaha.”
Pasucyan
Sang Pitara, mantranya: “Sucyantu pitarodewo, sucyantu pitaro
ganam, sucyantu pitaro nama swada, dyustangtu pitaro dewa ,
dyustangtu pitaro ganam, dyustangtu pitaro nama swaha,
|
10b.
|
sahyastu
pitaro dewa, sahyastu pitaro ganam, sahyastu pitaro nama swada,
lapyantu pitaro dewa, lapyanto pitaro gandam, toyantu pitaro nama
swada, puspantu pitaro dewa, puspantu pitaro gandam, puspantu
pitaro nama swada, basmantu pitari gandam, basmantu pitaro nama
swada, jagrantu pitaro dewa, jagrantu pitaro gandam, jagrantu
pitaro nama swada.”
Ada
lagi permuhonan ke tutuan, haturkan baktinya orang yang meninggal
mantra pabuwat, mantranya: “Om awing-awang tutur akasa, tutub
pratiwi, ketutuban alawisya, pukulan bhatari sang hyang brahma
prajapati, sang hyang wisnu prajapati paraga, sang hyang raditya,
ulun angaturaken bukta-bukti,
|
11a.
|
tapakan
tehenan brasakula, lawe satukel, Om, Dem.”
Mantra
Lis: “Ih sang janur kuning turunan siwa brahma, lis papa klesa
sang dasamala, trimala, papa klesa sang janu kuning, turunan siwa
brahma, kageseng den sang hyang siwa raditya, miwah dewata nama
sanga, dewan sang pejah, ulun angaturaken, tangwu menek tangga
tuwun, pinaka sesapuh, tur katur ring paduka pitara.”
Lalu
menghaturkan air suci prayoga, prajaha, mantra: “Om pranamya
Baskara Dewi, sarwa klesa wina sanan, pranamya raditya sarwa
ganam mukti bukti pranam, om bhur bwah swag, ong rang ring sah
dasaksara nama siwaya.”
Setelah
itu lalu dipercikan air suci itu sebanyak tiga kali.
|
11b.
|
Menghaturkan
tetabuhan,
kakurah,
wajik,
pada saat menghaturkan sesajen, mantranya: “Pakulun
puja Bhatara kumeleng ikang pinuji Bhatara Dharma, nguni weh
jagat saklesa, akasa lawan pratiwi, Raditya kalawan ulan, Sang
Hyang Tunggal amuja sarining rat, astute denam duka. Om Yang
pranamyasarining rat, suci nirmala nama swaha. Om sama sampurna
nama
swaha. Om yat yat padaksinam, yabut patining padasinam, ung
guhang ngaturaken sari, Hyang ngaturakeng sari, Hyang amukti sari
pawitran. Om Praste Parameswara, suda tan nama swaha. Om tapola
sapacara sampurna nama swaha. Om guru paduka byonamah swaha.”
Anggaplah
tawur itu telah dinikmati oleh dewata. “Om
twastiden abecik dewa butha bukti nama swaha. Om Ang Ung Mang,
Brahma, Wisnu nama swaha. Om Hyang Pramestiguru, angayab
sari-sari luputakena tulak, sari-sari nama swaha.”
|
12a.
|
Mengaturkan
tatabuhan,
arak,
tuwak,
pawajikan,
mantranya: “Pekulun
Sang Hyang Siwa Raditya, sampun katur padaksinanin wong pejah,
ring paduka bhatara suci katuring paduka bhatara, sang ngabani
dewa, sesayut pengambeyan, pras, panyeneng, sasoroh pebantenin
wong pejah, sampun katur kabukti, dening panca pengawak, petik.”
Lalu
baktyang banten guling bebangkit, mantra: “Pakulun Sang Puseh,
Sang Dengen, Sang Pati, Sang Wil, Sang Kala Karung, Sang Kala
Pajagaran, Sang Kala Ulu Singa, Sang
|
12b.
|
Dewa
Yoni Sakti, sun tinglin baktining wong pejah, wus amukti sarrane
ring raga sarira kawalunan ipun, sing kirangan luput, geng
sinampuranan, sinasihan dening jagat, kasregepan dening
kawidarman, Om Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sang Wang Yang.”
Mantra
gelar sanga: “Pakulun Sang Kala Enjer, Sang Kaliaka, Sang Kala
Sagumi, Sang Kala Pajagalan, Samg Kala Panca Kala, iki tadah saji
nira, sega sawakul,
|
13a.
|
sinumpaning
antiganing anyar, jangan sakawali, iwaknya bawi karangan, sajeng
sakericik, jinah syu, lawa satukel, puniki laba bukti nira, hyang
sira sampun polih bukti, ajesira migraha, poma, poma, poma.”
Setelah
kamu selesai makan dan minum, pulanglah ke tempatmu
masing-masing, ini sangu untuk pulang, uang dan benang, tujulah
pasar agung, berhentilah di bawah pohon beringin, uang itu
untuk membeli warna, ajak semuanya, semoga berhasil. Mantra
dihaturkan kepada para butha di bawah jenazah, mantranya:
|
13b.
|
“Ih
Bragala-bragali, satori si kawigraha, miwah sang butha
ngadang-adang, sahananing butha, wenang amukti soring sawa,
puniki maka bukti nira sasoroan banten, degdegan pada ngelingin
maka bukti nira, Om swasti swasti den abecik, butha buktyam sarwa
bukti, poma(3).”
Lalu
haturkan kepada pitara, mantranya: “Buktiantu pitaro dewa
tigangtu pitaro gandam, tugangtu pitaro nama swada, sadanantu
pitaro dewa , sadanantu pitaro gandam , sadantu pitaro namo
swada, matabuh arak nira.”
Mantra
segehan: “Ih Anggapati, Merajapati,Banaspati, Banaspatiraja,
metu kita saking arep, saking uri,
|
14a.
|
saking
tengah, yen sira lunga, aja amarah-marah desa, usil silih gawe,
iki padah saji nira, segeh, banyu, mahamreta, poma. Ri iwus sira
amukti, maluaran kita kabeh. Muktyang sang pitara katutuan, sua
nira kebeh.”
Mantra
sembahyang: “Om Ang Ung Mang Pradwwa Nama Swaha, Pakulun
Bhatara Siwa Raditya, sanantira sang pejah, anastas dalanya
suksma ring dewa. Om awignamastu tastastu astu, subham astu
dirgarastu tatastu astu”.
Kwangen
mantranya: “Om Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang,
pradewa namu nama swaha.” “Pakulun Sang Hyang Siwa Raditya,
manusa santan nira sang upakara, ngaturang bhakti panga wangi
pukulun. Om ayuwredi, asu wredi, mahastute amrte nama swaha, Ang
Ung Mang. Om Paduka Bhatara Siwa Raditya, Sang Pitara andang
rahayu, samalih sang kantu, lana yusanira.”
Mengunyahkan
bubur pirata untuk leluhur, mantranya: “Om moksa pitara suksma
swaha”.
|
14b.
|
Mameras
cucu yang
pertama sesajen
pameras
di haturkan kehadapan Sang Hyang Tida Dewa dari sang mati, dan
kehadapan Sang Hyang Siwa Raditya. Sesajen pada waktu pakiriman,
saksikan kehadapan Sang Hyang Ibu Pertiwi dan kehadapan Sang Yama
Dipati, Sang Kala Pati, Sang Aweci, sanhananing Dewa Butha, di
kuburan utama, sesajen di Mrajepati, diantaranya; suci
asoroh,
dilengkapi sesayut
pengabeyan, pras, penyeneng, katipat kelanan, dampulan, belaying,
sor, kawisan arong, mentah lateng,
yang pada Ibu Pretiwi, katutuhan
adandanan, anggen tatungap di bancingah, sang adruwe karyaning
marep ka segara, sesajen tatungapel anggen, tekane uli ngirim,
agar dilaksanakan
|
15a.
|
di
tempat keluar rumah, kena sampun ngipik sampai ke tetangga,
tetapi hyang triwangsa yang memakai. Ini yang disebut Tutur Atma
Tattwaning Atma, ucapan Sang Yama Dipati, tentang upacara
mengupacarai atma. Di desa dibuatkan perwujudan dari cendana,
dengan panjangnya sahasta
samusti, lebarnya
empat jari, bertuliskan atma
purwatmaja
bertuliskan huruf dasaksara,
pancaksara, triaksara, rwa bineda. Setelah
selesai ditulis, dipercikan air suci pembersihan, haturkan
sesarinya,
lalu sesajen ke Pura Dalem, pangulapan
ke
Kuburan Agung mohonkan penebusan,
tidak
senang Sang atma bertahan di sana, di perwujudannya. Ini sesajen
panebusan itu, yang dihaturkan kehadapan Bhatari Dalem
diantaranya: suci
berisi daging itik berbulu putih, disertai sesayut
pangambeyan, pras penyeneng,
dan babayuhan,
nasi gabungan berisi
daging babi karangan,
sesari selengkapnya, besarnya 8500, ditambah gula merah empat
wiji, kemiri empat wiji, wagi empat wiji, telur empat wiji, sirih
satu gabung, pinang satu tangkai, setelah selesai permintaannya
|
15b.
|
pada
Bhatari Dalem dilanjutkan dengan sesajen yang dihaturkan di
kuburan, dihaturkan kehadapan Bhatari Ibu Pertiwi, dan kehadapan
Sang Yama Dipati dan Sang Aweci, dan kehadapan Kaki Kala Pati,
kehadapan seluruh Dewata serta Sang Catur Sanak yang menguasai
jasat di kuburan agung, itu yang harus dimintai, perlu ditebus
jasadnya untuk mengupacarai atma itu. Persembahan untuk
penebusann jasad itu sendiri dari suci
asoroh genep, gibungan, umbah gile.
Begitu pula untuk menukar isi liang lahat di kuburan, berisi anak
pisang kayu. Jenasah itu di kuburan diberikan persembahan berupa,
kalungan kasturi. Perwujudan cendana itu
|
16a.
|
di
rumah diupacarai seperti dulu, bersihkan, mandikan, diberikan
wangi wangian waja
meka momo mirah kemkem mirah, lalu
dipercikan air suci pamanahanbrahmana
siwa boda, lalu
dibungkus. Berbagai sesajen di belakang mayat diantaranya, yang
sederhana, menengah, utama, dan sangat sederhana (nista, madya,
utama, utama nista), dibuatkan sesajen yang dihaturkan kepada
sang Buta-buti yang boleh diletakkan di bawah mayat, di antaranya
tatukon,
panjang ilang, mentah lateng, nasi angkeb, bubuh pirate,
pangangkat –angkat, cegceg sok abune berisi kawisan gelagah
sembung putih kayah, baluluk, nangka, pusuh, gedang mawadah
tatempeh ati sawuduh mawadah piring, getih mawadah nyuh asibak,
ne asibak
|
16b.
|
misi
gula abungkul, taluh abungkul, mawadah pinggan matatakan niu ,
umaligi angkut payuk lima bungkul, misi yeh masampyan busung
makatih-katihan, misi lilit linting, gamet matatakan tatempeh,
wirnya aapan guling bebangkite tumpeng pamugbug 55 bungkul,
matadah bebangkit, matumpang manca warna, maderek 64. Masoroan,
sesayut pangambeyan, den agenep saruntutanya, inggih abale dan
lagi sesari selengkapnya,
matulang sekar ura. Untuk
Jro Mangku Dalem, sesari sebesar 1100. Isi dari tetukon antara
lain, beras
kuning, maraup cendana, maasab patang prabatang, raris reka.
Atma
Tattwa Eka Catur, sebaiknya berisi uang yang diletakkan mengarah
ke sembilan penjuru mataangin. Yang di sebelah Timur sebagai
kepala berisi uang 55 kepeng, yang di Tenggara beris 88 kepeng,
yang di Selatan berisi 99 kepeng, yang di Barat Daya berisi 33
kepeng,
|
17a.
|
yang
di Barat 88 kepeng berisi daun kayu pancalaywa
empat
helai, penerus desa, kwangen
1, kelapa yang dikerik dibungkus, bertuliskan padma
diikat dengan benang tiga warna (tridatu; merah, putih, hitam),
anak pisang kayu berisi uang, jarum di tusukkan pada batang
pisang itu sebanyak sembilan biji. Lalu diikat dengan benang tiga
warna, diberikan alas kulit jarungga
, makeles, diikat
lagi dengan benang tiga warna, ditambah utu
satu wiji, diberikan alas padma
lengkap dengan benang bumbung bambu kuning, dikelilingi dengan
uang banyaknya 22, panjangnya acelek,
tetu-temu
selengkapnya semua sama-sama lima iris, ditempatkan pada tangkih,
kacang komang,
koro, undis, ditempatkan pada tangkih,
beras merah, beras ketan, beras hitam ditempatkan pada
kebek-kebelan,
memakai tali benang menurut banyaknya beras. Lalu jahe dua wiji,
ditempatkan pada tangkih,
bawang
|
17b.
|
merah-bawang
putih, cekuh, ketela, saberang, jagung, pisang-agung, singkong,
sikapa,
salak selengkapnya, bungkuskan ragi yang utuh dua biji, kemiri
dua biji, pangi
dua biji, telur dua biji, gula merah satu biji yang utuh, dodol
dua, sumping
dua, kelaudan
dua, bubur sumsum dibungkus pakai kertas satu, bantal
tangan dan kaki delapan biji, bantal
jari 20 biji dijadikan empat ikat, dan wewangian selengkapnya.
Ditambah dengan kencu,
atal, prada,
kawat, gaguntingan
mas, selaka,
podi
mirah sembilan, bulu-bulu
apasang,
prabot undagi
diletakan pada keropak yang dibuat dari pohon dapdap-tis,
kalau laki dari pohon medori
putih. Begitu juga berisi pisang-bunga, pisang-kayu,
pisang-lumut, pisang-tembaga, pisang-gedangsaba, dan sepuluh biji
pisang-ketip. Dan lagi kulit mentimun, papare
satu
biji, sirsak, kalimoko,
bila,
bun
tan-pawit, sungsung guyu, deng deng ai,
|
18a.
|
menuh,
tuwung bola, daun intaran, sentul apenekan, ditempatkan pada
piring, ayam betutu ditempatkan pada piring gelagar,
cambeng,
cekel, sujang, kelakat, sudamala
satu pasang, upa berisi puspa ijo, beras sakulak,
berisi uang 254, kawangen
satu, daun kayu pan
calaluwa
satu, sama seperti isi tatukon
akan tetapi sama-sama satu, padagingan
panjang ilang,
juga berisi temu-temu dan wangi-wangian, sama-sama satu,
bulu-bulu, yang mentah berisi serba mentah, seperti ketupat
mentah, sate mentah, tulang iga mentah, padi, sente
bang,
sujang,
cambeng, kelakat sudamala, daun lateng,
begitulah tata caranya, berisi nasi maguling dari cabang
dapdap,
memakai telur yang diguling, memakai linting,
ada juga yang boleh memakai kaki patuk, ada yang berhak memakai
Nini
Sepret,
|
18b.
|
ada
juga yang boleh tidak memakai tatebusan,
boleh Makaki Patuk, kalau sudah dibenarkan mengupacarai orang
mati dan mengupacarai atmanya.
Panugrahan
mantranya: “Pakulun Sang Guru Reka, Sang Hyang Kawiswara,
Sang Hyang Saraswati, giliha ingsun nugraha, sasolahan ulun
awenang, lampah tan migna lara, paripurna nama swaha, Ang Ung
Mang, Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, nama swaha.”
Jangan
membuang tatukon, ini panugrahannya, mantranya: “Pakulun
Bhatari Ibu Pretiwi dan Sang Hyang Yama Dipati, ulun amawiti
lugraha ring denira pukulun, ulun angedegang tetangunan, pangawak
wong pwjah kabinasmi, tatukon panjang ilang, puspo-ijo, paragon
pitara, tatukon paragon sanak
|
19a.
|
acatur,
panjang ilang pangawak bregala-bregali, satp resi kalawan, greha,
ganjaran pangawak Jelahir, Mukahir, Mikahir, Selair, ica Bhatara
Ibu Pretiwi, dan Sang Hyang Yama Dipati.”
Yang
masuk pada perwujudan orang mati, mantranya: “Ang, Ong, Mang,
Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, sawa nowaran wanasana. Ong Ang Sah
Parama Siwa, sawa nohara winasna. Ong Yang Mang Siwamurti
prayojanam, katastradipa muktyam, wedam tunya, bubur swahanya,
atma maniratma, atma suksma atma, suda-suda malaning wilara, ling
masarira kabeh. Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya. Om kapur Mang, Om
prajasunia, cuntaka papa winasanam, wibuh winasa ya. Om
wisnumurti Kumara ya namah.”
Ini
upacaranya yang dilakukan untuk orang meninggal, setelah selesai
|
19b.
|
diupacarakan,
dibakar di kuburan, kalau di-sekah
kangseng,
diupacarakan di balene.
Nyekah
Kangseng
namanya, upacara dilakukan di hadapan sanggah
(pamerajan) suci
asoroh, saji lekahan, darpana, macatur sasah, berisi
ikan itik pada tampaking
telur,
di halaman rumah dibuatkan sanggar
tutuan
beruangan satu diisi banten
suci, duang soroh,
saji
lekahan, macatur muka, rantasan paperadeg,
putih kuning, barak selem, begitulah diantaranya. Kalau
mengupacarakan di balene dinamakan Sekah
Kakangseng,
di halaman rumah di hadapan tempat ke luar dari tempat suci
keluarga (sanggah)
dilaksanakan upacara Nyekah
Kurung
namanya, pengambilan pekerjaan dimulai dengan menancapkan sanggar
tutuan, masoroh, macatur, madewa-dewi, matetebasan dewi,
mapanyemek, munggah rantasan saparadeg putih
kuning,
barak
selem, sesantun,
maberas
|
20a.
|
prapatan,
uang banyaknya 55.500, kelapa satu buah, telur sepuluh, pangi
sepuluh, gula merah sepuluh, kemiri sepuluh, sirih satu gabung,
pinang satu tangkai, yang diyunan
sanggar tawange benang
satu gulung, uang besarnya 225, neduang
sekahe, suci, saji, cambeg, catur sasah, madarpana, peji,
yang diulu,
pisang lalung,
maganjaran,
madamar kurung,
di sanggar
sekahe,
dikerjakan selanjutnya dibakar.
Nyekah
dengan tingkatan menengah, kalau menancapkan panggungan, yang
berhak melaksanakan upacara pada tingkat menengah, kalau yang
utama memakai sanggar tawang beruangan tiga (marong tiga),
diisi (munggah) suci tiba ro, pandiri masaji, maguru agung,
matebasan gana, masiwa bawu, mapapadan suci, maulur, rantasan
agung selengkapnya, beras 50 perapatan, benang sepuluh
tukel, kelapa sepuluh, kemiri sepuluh, babungkilan, bawang
merah-bawang putih, basa-basa selengkapnya, mapunya
|
20b.
|
berisi
beras
aprapatan, ayam saplaken, saji tarpana, mentah ranteng, maadegan,
mapajangan, yenia mamadia
boleh dipakai bersama.
Kalau
membangun sekah pitara sange, suci asoroh, darpana asorpoh,
guling bebangkit asoroh, maulu utuh, mapabugbug, mapala kiwa,
selengkapnya dilengkapi dengan membaca putru, membaca
parwa, pendeta wajib menyelesaikan upacara tersebut hingga
habis.
Kalau
nantinya mengambil pekerjaan tersebut tidak memakai sanggar
tawang, sesajen seperti di depan, mantra yang di depan agar
dibangun sanggar agung satu ruangan (rong tunggal),
dilengkapi padudusan kumba, carat, kakelentingan,
padangdangan, bertuliskan senjata padma, cakra, gada,
bajra, trisula, angkus, moksala, tomara, konta, lugora, tuwek.
|
21a.
|
Selain
itu tata cara membakar mayat di kuburan, kalau utama bisa
mapabasmian,
dan beralaskan api, memakai bale lunjukan
dan mabale
selunglung,
itu berhak melaksanakan nyekah
kurung,
dan nyekah
mamadya,
sekah
itu boleh dibakar diatas, ikuti di kuburan.
Begitulah
tata cara upacara nyekah,
wajib matirta
empul
yang berasal dari Tampak Siring, perintah mohon tirta
empul
dan ketan
pulaga,
injin
pulaga, beras pulaga, bebek pulaga, taluh pulaga, nyalian pulaga.
Selain itu juga memakai tirta
sindung
di Besakih.
|
21b
|
Begitulah
tata urutan pelaksanaan manyekah
kurung
dan manyekah
madya,
perlu dibuatkan bukur
atau jempana
yang memakai undag
tiga. Diisi nama yang dibuatkan upacara, ditulis pada kayu
cendana, dijadikan perwujudan jasad tersebut, caranya sama. Ini
roh laki-laki yangdibuatkan upacara.Penjelasan bade
yang sederhana, menengah, utama. Yang utama memakai tumpang tiga
dan berisi pepalihan,
pada dasarnya memakai bacem,
setelah bacem
memakai palih
tujuh, setelah batu memakai palih
taman,
lalu parih
sari,
setelah itu memakai badadara.
|
22a.
|
Inilah
yang disebut palih
bade.
Kalau dasar bade,
kalau memakai gunung, gunung
tajak,
kalau naik tumpang.
Kalau yang naik itu, inilah yangdisebut bade,
sama pepalihannya,
tiga dasar bade,
dan naik
gunung,
dan naik
tumpang,
yang bertumpang itulah yang namanya bade.
Kalau bade
itu berpepalihan
kalih tumpal,
yang di dasar naik bacem,
setelah bacem
memakai
palih
taman,
setelah palih
taman
memakai palih
taman sari,
setelah itu memakai badadara,
kalau begitu Batur Sari namanya. Ada lagi kalau palih
sari,
kedua umpal
itu dinaiki gunung,
ini disebut Gunung Gapel, ini yang dipakai oleh kelompok Pasek
Kayu Selem, ini keutaman Baline, yang tidak boleh di “entas”
oleh Sang Prewita,
|
22b.
|
itu
nyamuka
namanya karena nyamuka
pekerjaannya,
tidak ada puja mantra panglukatan,
pamarisuda
berbagai pembiayaan bertamu semua, kalau keinginan keturunan
Majapahit makan, kena kutukan yang tidak baik dari leluhurnya,
kutukannya ubah kebangsawanannya, sering susah, hilang wibawanya,
menjadi orang tani, begitulah halangannya bagi keturunan
Majapahit.
Ada
lagi penjelasan mengenai bade lalimasan, mapepalihan aumpal,
ririg kacang, pada lamba kutis hiasannya matuwun
dan mapapegat.
|
23a.
|
Ini
namanya wadah dasar I, yang namanya Bebaturan, beginilah carannya
mengupacarai atma, pitara,
boleh manyekah
kurung
dengan memakai catur.
Selain itu pada pengirimannya,
membuat jempana
untuk sekah
yang
berundag
telu
mererancangan sebaiknya.
Beginilah
rancangan dasar bade yang disebut wadah lalimasan,
hiasannya matuwun dan mapapegat, yang boleh ukur
busung.
|
23b.
|
Begitulah
rangkaian mapepalihan,
pahe
pada lambe
kutis,
wadahnya boleh dan tidak boleh I, ini yang disebutkan wadah
babodagan,
rangkaiannya matuwun
dan mapapegat,
memakai hiasan jelati
kalung ukur bulung.
Begitu juga penjelasan wadah lalimasan, ririg kacang pahe, pada
lambakutis, hiasannya matuwun dan mapegat.
|
24a.
|
Ini
tulisan Walantaga, kelompok Satrya Wangsa, Satrya Wacana, Satrya
Byuh Berana, Satrya Sojanma; kalau yang utama sesarinya 16.000.
Selain itu kalau menengah sesarinya 8.000. Kalau yang sederhana
sesarinya 4.000, semuanya berisi lebih, kalau yang utama 500,
yang menengah 250, yang sederhana 125, begitulah pelapalan tirta
suci
itu. Ini tulisan wulantaga-nya
(gambar no. 12). Ini pangentas
madya,
memakai lempengan emas setengah jinar,
bertulisan U-kara,
mapodi
mirah
banyaknya 35, padang
lepas
banyaknya 108, alang-alang 108, wijania
banyaknya
108, samsam
kemoning,
mapakelem
sebagai bekal orang yang mati namanya. Di hadapan walatantaga.
|
24b.
|
Ini
Yama Purwa Tattwa Atma, kata Sang Yama Dipati mengenai yang harus
dilakukan oleh orang Majapahit, kalau ada orang yang mati
dikubur, setelah setahun wajib diupacarai, kalau tidak diupacarai
boleh adeg
samaya,
boleh dibuatkan banten
adeg samaya,
diantaranya; panjang
ilang, lebeng marah, bubur pirata akelakat, nasi angkeb
dilengkapi dengan sesayut
pengambeyan, pras panyeneng
serta bayuhan,
katipat kelanan, dampulan, belaying, pesor, rayunan, mlenge
wangi, burat wangi, sekul gibungan, iwak bawi karangan, berisi
sate lembat asem
masing-masing delapan, semuanya magagecok
yang disebut urab
putih urab barak,
mage,
mabang, mapapenyon, malawa, makomoh, jukut don balimbing, ares,
tabehan, urutan sembuk, tum, balung pindang, balung panggang,
balung gagorengan, marubah gile, maseseb mentah, mawadah limas
panyolasan, lembat asem, lembat calon, semuanya
sama-sama sebelas tanding,
mapasegeh, matatabuhan arak tuak, semuanya
seperti di depan.
|
25a.
|
Kalau
orang mati tidak wajar (salah pati), yang seharusnya tidak mati,
setelah tiga tahun baru bisa diupacarai, kalau tidak diupacarai,
agar dibuatkan adeg
samaya;
kalau bunuh diri lima tahun baru boleh diupacarai. Kalau mati
tidur, mati bersimpuh, mati berdiri, diseruduk sapi, tujuh tahun
lamanya baru bisa diupacarai. Selain itu kalau ada orang bersuami
dua, setelah meninggal baru boleh diupacarai setelah 33 tahun,
Pendeta boleh malukat,
Siwa-Buda boleh mangentas,
kalau tidak begitu neraka atma itu kesasar. Selain itu kalau mati
karena menderita penyakit Lepra, harus ditanam di pinggir pantai,
sebelas tahun baru bisa diupacarai, harus dibuatkan adeg
semaya.
|
25b.
|
Kalau
berkeinginan untuk mengupacarai jenazah dan atma, buatkan
perwujudan cendana, panjangnya sahasta
samusti,
salinjong
lumbangnia samusti
empat jari, bertuliskan atma
tatwatma i ya,
berisi huruf Pancaksara,
Triaksara, Dasaksara, Rwa Bhineda,
itu yang harus dilakukan pada badan kasar orang yang mati,
setelah selesai ditulis, percikan panglukatan
dan
pambersihan,
lalu diberi urat alang-alang, kulitin kain yang tipis, kalo
diupacarai di kuburan, tutup dada mayat itu, sawa
karesyan
namanya.
Kalau
akan dilakukan di desa, cendana itu yang diupacarai seperti dulu,
di antaranya dilakukan panebusan kepada Ida Bhatara Durga
selaku penghulu kuburan. Selain itu di kuburan juga dimohonkan
atma dan mayatnya dari Ibu Pretiwi, dimasukkan ke dalam
perwujudan candana, dengan menghaturkan sesajen seperti tersebut
di depan, lalu ratakan kuburannya, dipercikan air suci, lalu
pulang. Sesampainya di perempatan, ulapin dan papagin,
dengan sesajen seperti tersebut di depan. Sesampainya di rumah
dilakukan pembersihan seperti cuci muka (raupin), sikat
gigi (sigsigin), dikeramaskan (ambuhin), mandikan
(siramang), diparemkan (blonyohin), disiram dengan
air kumkuman, lalu diberikan pakaian lengkap berupa kamen,
saput, sabuk, lalu diberikan wangi-wangian, bebekin,
buku-buku panyolasan, gelarang kewangen serambut, kewangen
jariji, kewangen yang di dada, porosan. Lagi kewangen
kecil, enam belas, lalu dibeli
|
26a.
|
waja
meka, daun
intaran,
kuncup bunga menuh,
gabah dan malem,
minyak kapur, permata mirah, setelah demikian lalu bersihkan dan
perciki tirta
pamanahan
dan pabresihan.
Setelah demikian lalu tutup mukanya, tutup mayat, setelah itu
sembar
daun terong,
tutup badannya, sekape-nya
dijalankan, lalu gulung,
digelindingi telur. Setelah demikian istri dan anak masulub
(menyuruk) di bawahnya, yang laki-laki tidak boleh menyuruk.
Setelah demikian naik balai-balai (tumpang
salu),
maplengkungan,
pambau,
diisi tutup daun plawa,
pelepah pisang kayu, ditekan sutra putih, ditutupi diisi uang
sembilan, tutup kasa dan kajang,
ukur lakukan mereka seperti di atas, bunga
aura, tutup sinom,
lagi pula kasa,
gringsing,
dipakai alas bokor, yang berwarna (amumowarna) kain sutra tulis
dengan ulon-ulon
di bagian atas/hulu mayat itu, dirikan di hulu mayat, lagi boneka
(deling) kotak, pemanahan
toya,
lagi di balai lapitane,
sanggala lapitan,
seluruh pelaksanaan upacara.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar