Bhakti yang Berujung Jñāna: Jalan Bhakti yang Tidak Menyesatkan
Cinta yang Tahu Arah, Bukan Cinta yang Tersesat
Banyak yang memulai perjalanan spiritual dengan bhakti—cinta kepada Tuhan. Tapi sayangnya, tidak semua bhakti membawa pada kebebasan. Beberapa justru menjerumuskan pada:
-
Fanatisme tokoh
-
Pengultusan manusia sebagai Tuhan
-
Ketergantungan buta pada nama dan bentuk
Contohnya?
Hare Krishna dan pengikut Sai Baba.
Mereka menjadikan bhakti sebagai penghambaan literal pada tokoh atau nama, dan menolak puncak bhakti: penyatuan dengan Kesadaran murni.
Bhakti Sejati Tidak Berhenti di Nama dan Bentuk
Mereka yang berjapa “Hare Krishna” atau memuja figur Sai Baba mengira itu sudah cukup untuk mokṣa.
Tapi Bhagavad Gītā 7.17 berkata:
"teṣāṃ jñānī nitya-yukta ekabhaktir viśiṣyate"
“Di antara para bhakta, yang paling utama adalah sang jñānī—yang bersatu dan berbhakti tunggal.”
Artinya: bhakti yang paling tinggi adalah bhakti yang telah menjadi jñāna.
Bukan yang sibuk japa nama, bukan yang sujud ke foto, tapi yang telah menyatu dalam kesadaran non-dual.
Bhakti Buta Adalah Penjara Halus
Sekte Hare Krishna dan Sai Baba membangun sistem bhakti sebagai:
-
Ibadah harian
-
Pengulangan nama
-
Ketundukan total kepada guru atau figur
Tapi ini semua menciptakan ketergantungan spiritual.
Alih-alih menyatu dengan Tuhan, kamu malah terus merasa terpisah dari-Nya, dan butuh “perantara” seumur hidup.
Itu bukan bhakti. Itu perbudakan rohani.
Bhakti yang Tercerahkan: Dari Mencari ke Menyadari
Upaniṣad tidak menolak cinta kepada Tuhan. Tapi cinta itu harus tercerahkan:
"yat priyo bhavati tad vijānīhi" – Bṛhadāraṇyaka Upaniṣad 4.5.6
“Yang benar-benar dicintai adalah Diri (ātman).”
Artinya: ketika kamu benar-benar mencintai Tuhan, kamu akan sadar bahwa Tuhan itu tidak lain dari Diri Sejatimu sendiri.
Bhakti seperti ini tidak membuatmu takut kehilangan bentuk, karena kamu sudah menyatu dengan substansi cinta itu sendiri—Brahman.
Bhakti yang Sejati Tidak Membutuhkan Figur Luar
Bhakti kepada nama atau guru boleh jadi langkah awal. Tapi ia harus melebur.
"yo māṃ paśyati sarvatra..." – BG 6.30
“Dia yang melihat-Ku dalam segala sesuatu, dan segala sesuatu dalam-Ku, tidak pernah terpisah dariku.”
Kamu tidak akan bisa melihat Tuhan di mana-mana kalau kamu masih menganggap Tuhan hanya Krishna, hanya Sai Baba, hanya satu guru.
Itu bukan bhakti, itu kultus identitas.
Dari Dualitas ke Non-Dualitas: Inilah Akhir Bhakti
Awalnya, bhakti memang penuh bentuk dan nama. Tapi akhirnya, ia harus berujung pada:
"aham brahmāsmi" – Bṛhadāraṇyaka Upaniṣad 1.4.10
“Aku adalah Brahman.”
Jñāna adalah buah dari bhakti yang telah matang.
Kalau kamu terus berhenti di bhakti luar, itu berarti kamu:
-
Belum memahami isi cinta itu sendiri
-
Masih terikat dualitas
-
Masih takut kehilangan objek yang kamu puja
Bhakti yang Tidak Berujung pada Jñāna Adalah Bhakti yang Gagal
Kalau kamu:
-
Terus berjapa tapi tidak pernah menyadari Diri
-
Terus menyembah tapi makin takut kehilangan guru
-
Terus membaca cerita inkarnasi tapi tidak pernah merenung tentang Kesadaran...
Maka bhaktimu bukan jalan bebas, tapi jalan buntu.
Bhakti harus menjadi jñāna.
Cinta kepada Tuhan harus berakhir pada penyatuan dengan-Nya sebagai Diri.
Kalau tidak, kamu hanya mencintai bayangan, bukan sumber cahayanya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar