Pentingnya Upaniṣad Sebagai Kompas Etis dan Ontologis: Melampaui Kultus, Menuju Kebenaran
Kalau Bumi Goyang, Peganganmu Harus pada Pilar yang Tak Goyah
Di dunia spiritual yang dipenuhi kultus, slogan, dan cerita dewa-dewi, umat mudah terseret oleh emosi dan dogma. Banyak yang hafal nama Tuhan, tapi tidak tahu apa itu realitas. Banyak yang bicara tentang cinta ilahi, tapi tak paham apa itu Diri sejati.
Maka, dalam zaman penuh kebingungan ini, Upaniṣad harus menjadi kompas utama—baik secara etis (bagaimana hidup), maupun ontologis (apa yang nyata).
Bukan Purāṇa. Bukan cerita kelahiran avatāra.
Bukan Sai Baba atau Krishna sebagai manusia.
Tapi Upaniṣad sebagai suara tertinggi Veda, tempat Tuhan bukan tokoh, tapi Kesadaran murni.
Upaniṣad Adalah Sruti: Sumber Otoritas Tertinggi
"śrutiḥ tu vedāḥ" – Manusmṛti 2.10
"Yang disebut wahyu suci (śruti) adalah Veda (termasuk Upaniṣad); sisanya hanyalah turunan."
Jadi ketika Hare Krishna menjadikan Bhagavata Purāṇa sebagai kitab suci, atau pengikut Sai Baba lebih percaya perkataan guru mereka ketimbang ayat Sruti, mereka sedang meninggalkan kompas utama.
Sruti bukan cerita. Sruti adalah penglihatan langsung Ṛṣi terhadap realitas mutlak. Maka kalau keyakinanmu bertentangan dengan Sruti, keyakinanmu harus ditinggalkan, bukan Sruti-nya.
Etika Upaniṣad: Bukan Tunduk, Tapi Menyadari
Sekte biasanya membentuk etika berbasis:
-
Takut dosa
-
Wajib tunduk pada guru
-
Menjaga “kesucian” tokoh dan nama
Tapi Upaniṣad tidak mengajarkan etika tunduk, melainkan kesadaran akan kesatuan.
"sarvaṁ khalvidaṁ brahma" – Chāndogya Upaniṣad 3.14.1
"Segala sesuatu ini adalah Brahman."
Kalau kamu benar-benar memahami ini, kamu tak mungkin menyakiti, memanipulasi, atau menindas siapa pun—karena yang kamu sakiti adalah Brahman itu sendiri.
Etika dalam Upaniṣad muncul dari penghayatan kesatuan eksistensial, bukan karena takut dosa.
Ontologi Upaniṣad: Menyatakan Realitas, Bukan Menciptakan Mitos
Sekte menciptakan mitos seperti:
-
Tuhan lahir di dunia
-
Hanya satu nama Tuhan yang sah
-
Mokṣa hanya bisa diraih dengan mengikuti kelompok tertentu
Tapi Upaniṣad menyatakan langsung:
"na jāyate na mriyate" – Kaṭha Upaniṣad 2.18
"Ia (Brahman) tidak lahir, tidak mati."
"ayam ātmā brahma" – Māṇḍūkya Upaniṣad 1.2
"Diri ini adalah Brahman."
"tat tvam asi" – Chāndogya Upaniṣad 6.8.7
"Engkau adalah Itu."
"neti neti" – Bṛhadāraṇyaka Upaniṣad 2.3.6
"Bukan ini, bukan itu."
Jadi, Upaniṣad tidak menciptakan mitos, melainkan menghancurkan semua bentuk dualitas dan menyisakan hanya Kesadaran Murni.
Upaniṣad Membebaskan, Sekte Mengikat
Sekte seperti Hare Krishna dan Sai Baba:
-
Membuat sistem “penyelamatan” lewat japa atau guru
-
Menjanjikan surga jika patuh, neraka jika keluar
-
Membuat “Tuhan” menjadi sosok tertentu yang harus disembah literal
Tapi Upaniṣad membebaskan:
"na anyaḥ panthā vidyate ayanāya" – Śvetāśvatara Upaniṣad 3.8
"Tak ada jalan lain menuju keabadian selain mengenali Ātman."
Tak disebut satu tokoh pun. Tak disebut nama.
Hanya Kesadaran Murni, dan penyelidikan ke dalam Diri Sendiri sebagai jalan sejati.
Tanpa Upaniṣad, Jalanmu Bisa Salah Arah
Bayangkan kamu pegang kompas palsu:
Maka kamu akan sembah Krishna sebagai manusia literal,
Atau anggap Sai Baba sebagai Tuhan sejati,
Atau berpikir japa nama satu tokoh bisa menyelamatkanmu.
Padahal Upaniṣad bilang:
"brahma satyam, jagan mithyā"
“Yang nyata hanyalah Brahman, dunia (termasuk ceritanya) adalah bayangan.”
Tanpa Upaniṣad, kamu bisa berputar dalam cerita yang menyentuh hati tapi menyesatkan akal dan membungkam kesadaran.
Kalau Ingin Selamat, Pegang Sruti, Bukan Cerita
Cerita bisa menghibur. Sruti membebaskan.
Guru bisa menuntun. Tapi hanya Ātman yang menyelamatkan.
Maka Upaniṣad harus menjadi dasar hidup spiritual, bukan sekte, bukan guru, bukan tokoh, bukan mitos.
Jika doktrin seseorang bertentangan dengan Upaniṣad,
maka bukan Upaniṣad yang keliru—tapi doktrin itu yang harus ditinggalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar