Google+

Bhakti Bukan Histeria Sankīrtana ala Hare Krishna

Bhakti Bukan Histeria

Kritik Filsafati terhadap Tarian Sankīrtana ala Hare Krishna

Antara Bhakti dan Kebisingan

Dalam beberapa dekade terakhir, banyak yang mengidentikkan “bhakti” dengan ritual publik yang penuh teriakan, loncatan, nyanyian berulang-ulang, dan hentakan musik keras. Fenomena ini paling kentara pada kelompok Hare Krishna (ISKCON) , yang mempopulerkan ritual sankīrtana massal: menyanyikan “Hare Krishna Hare Rama” sambil menari dan lompat-lompat , diiringi karatal dan mṛdaṅga.

Bagi sebagian orang awam, ini terlihat “semangat bhakti”, namun jika ditelusuri dengan jujur, praktik ini lebih mirip ekspresi emosional massal mengadopsi gaya hippies tahun 60-an, bukan bhakti spiritual yang diajarkan oleh Bhagavad Gītā atau Upaniṣad.


Bhakti Sejati Adalah Kontemplatif, Bukan Ekstatis

Mari kita mulai dengan Bhagavad Gitā sendiri , kitab utama yang menjadi landasan ajaran spiritual Hindu.

Bhagavad Gitā 6.10–15 :
"Yogi hendaknya duduk di tempat yang sunyi, mengendalikan pikiran, tidak memikirkan apa pun selain Tuhan, dan hidup dalam kesunyian batin."

Tidak ada ajaran untuk:

  • Bernyanyi keras-keras di jalanan

  • Menari sambil berteriak nama Tuhan

  • Mengguncang tubuh sambil menyebut "Hare Krishna"

Semua itu tidak pernah disebut dalam Gita, Mahabharata, apalagi Upaniṣad .


Sloka-Sloka yang Menolak Ekspresi Bhakti Histeris

Bhagavad Gita 17.16

“Manaḥ-prasādaḥ saumyatvaṁ maunam ātma-vinigrahaḥ – Tapa batin adalah ketenangan pikiran, kelembutan, ketenangan, dan pengendalian diri.”

Bhakti adalah tapa batin, bukan ledakan emosional.
Jadi, melompat, berteriak, menabuh alat musik keras malah mengganggu tapa.

Muṇḍaka Upaniṣad 1.2.12

“Orang bijak, setelah meneliti segala sesuatu di dunia, menjadi tak terikat dan mencari kebenaran sejati.”

Tidak satu pun kata yang menyebut: “bernyanyilah kali seribu nama Tuhan di jalanan agar tercerahkan”.


Mahabharata dan Zaman Weda Tidak Mengenal Tarian Sankīrtana

Zaman Mahabharata Tidak Mengenal Tarian Kirtan Ekstatis ala Hare Krishna

Mereka sering mengutip kirtana sebagai dasar ritual “loncat-loncat” sambil teriak "Hare Krishna", padahal:

Mahabharata (seluruh 18 parva) tidak mencatat satu pun tradisi bernyanyi sambil melompat secara massal sebagai bentuk bhakti.
Tidak ada kīrtan , tidak ada mahā-mantra Hare Krishna, apalagi tarian berulang-ulang di pinggir jalan yang lebih mirip gaya mengamen.

Dalam keseluruhan Mahābhārata dan Rāmāyaṇa, tidak ada satupun adegan Arjuna, Yudhiṣṭhira, atau Bhīṣma menari sambil menyebut nama Krishna atau Rama secara berulang-ulang. Yang dilakukan para ṛṣi dan pahlawan dalam Mahabharata, dan bentuk umum bhakti yang dilaksanakan kala itu adalah:

  • Yajña : persembahan dengan mantra, dan penggunaan daging dalam persembahannya, seperti rajasuya, asvameda dll
  • Japa : pengulangan mantra pribadi, pengulangan mantra dalam keheningan, bukan koor ramai-ramai,
  • Dhyana : Termenung dalam keheningan
  • Tapas : tindakan disiplin
  • Upāsanā : pemujaan dalam ketenangan, kontemplasi hening
  • Svādhyāya : pembelajaran suci

Jadi, bhakti bukanlah euforia , melainkan pencarian diam akan kesadaran tertinggi (Brahman) .


Tarian Sankīrtana ala Hare Krishna Baru Muncul Abad ke-15

Praktik kirtan massal ala Hare Krishna tidak berasal dari Gita, Veda, atau Upaniṣad, melainkan dari gerakan Caitanya Mahāprabhu (1486–1534 M), bukan ajaran Bhagavad Gita atau Mahabharata.

  • Caitanya menyebarkan bhakti melalui tarian dan nyanyian massal.
  • Tapi gaya ini dihapus dari gerakan keagamaan rakyat Bengal, bukan dari śruti atau smṛti.

  • Tradisi baru diadopsi ke Barat tahun 1960-an, oleh AC Bhaktivedanta Swami Prabhupāda (pendiri ISKCON) yang menyatu dengan budaya hippies: tarian bebas, nyanyian massal, dan semangat euforia.

Jadi: Tarian Hare Krishna ala loncat-loncat itu budaya baru, bukan warisan Veda.


Tarian Wali Justru Jauh Lebih Dekat ke Yajña Veda

Tari sakral Bali adalah turunan yajña dan bhakti Veda. Tarian Sanīrtana Hare Krishna yang lompat-lompat adalah mengadopsi budaya abad 15 yang menyimpang dari prinsip kesunyian dan pengendalian diri. Tari Wali merupakan bentuk tarian yadnya sebagai wujud yajña estetis, bukan untuk hiburan atau euforia. Ritual dibali mengandung mantra Veda, mudra, yantra, dan bhāva yang diarahkan kepada sakralitas. Tari wali dalam ritual Bali seperti tari rejang, pendet, baris, dan topeng:

  • Dilakukan dengan kesadaran penuh, bukan euforia.

  • Diiringi mantra dan mudra, bukan sekadar musik keras.

  • Berfungsi sebagai yajña, yaitu persembahan suci.

  • Berakar dari yajña veda seperti yang disebut dalam Veda, dimana dalam Ṛg Veda 10.90 menggambarkan Puruṣa Sūkta yang divisualisasikan dalam ritual gerak – ini justru mirip dengan seni tari sakral Bali, bukan dengan tarian lompat-lompat.


Sloka-Sloka yang Membantah Bhakti Lompat-Lompat

Muṇḍaka Upaniṣad 1.2.12 :

parīkṣya lokān karmacitān brāhmaṇo nirvedam āyāt
→ "Orang bijak, setelah meneliti seluruh dunia, melepaskan ikatan dan mencari jalan menuju Brahman."

Tidak disebutkan: “Bernyanyi keras-keras nama Tuhan di jalanan.”


Bhagavad Gita 6.10–15 :

Petunjuk yoga sejati adalah kesunyian , duduk tegak , pikiran pikiran , bukan kegaduhan massal:

yogi yuñjīta satatam ātānaṁ rahasi sthitaḥ…
“Yogi hendaknya duduk di tempat yang sunyi, mengendalikan pikiran…”

Jelas banget bro: Gita mengajarkan kontemplasi dalam kenyamanan , bukan bernyanyi massal sambil joget.


Bhagavad Gita 17.16 :

manaḥ-prasādaḥ saumyatvaṁ maunam ātma-vinigrahaḥ
“Kejernihan pikiran, kelembutan, ketenangan, dan pengendalian diri — inilah tapa batin.”

Kalau bhakti = teriak dan loncat, artinya dibandingkan dengan “maunam” (keheningan) dan “ātma-vinigrahaḥ” (pengendalian diri).


Bhakti Itu Keheningan Dalam, Bukan Keriuhan Luar

Bhakti sejati adalah transformasi batin, bukan perayaan lahir.
Itulah sebabnya dalam banyak sloka, bhakti dihubungkan dengan:

  • Jñāna (pengetahuan diri)

  • Dhyana (kontemplasi)

  • Mauna (Keheningan)

  • Tyaga (melepaskan ego)

Bhagavad Gītā 6.46“Seorang yogi lebih tinggi dari pelaku tapa, dari jñānī, dan dari pemuja ritual. Maka jadilah yogi, wahai Arjuna.”

Yogi tidak berteriak. Yogi tidak melompat-lompat.
Yogi menyelam dalam keheningan dan menjadi satu dengan kesadaran.


Bhakti Bukan Panggung Hiburan

Jika ada gerakan spiritual yang:

  • Menari-nari sambil terik-teriak

  • Membuat ritualnya menjadi tontonan

  • Menyerang budaya bhakti lokal yang kontemplatif

  • Meremehkan ritual kesakralan seperti yang dijaga di Bali

Maka bisa dipastikan: itu bukan bhakti veda, tapi agitasi massal ala sekte .

Bhakti bukan histeria.
Bhakti bukan massa yang kehilangan kendali.
Bhakti adalah kesadaran, ketenangan, dan penyatuan dengan Brahman.


Jaga Bhakti, Bukan Terjebak Emosi

Bhakti yang sejati tidak butuh teriakan.
Tidak butuh loncatan.
Tidak butuh gendang dan tarian massal.

Bhakti membutuhkan hati yang hening, kesadaran yang jernih, dan kerendahan batin yang tulus.

Sloka-sloka Gita dan Upanishad tidak pernah memperingatkan ibadah yang gaduh dan euforia massal , tapi justru keheningan, introspeksi, dan pengendalian indra sebagai bentuk bhakti tertinggi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar