Kebo Anabrang putra Sirarya Katanggaran Arya Kediri kemudian dikenal
dengan nama Arya Sabrang, karena diutus menyerang daerah seberang (Melayu) oleh
raja Kertanegara, berhasil menawan Dara Petak dan Dara Jingga. Dalam rangka
penyerangan ini, Kebo Anabrang datang ke Tanah Melayu dengan pasukan yang
disebut dengan nama pasukan Pamalayu. Kedatangan pasukan Pemelayu dari daerah
Melayu setelah menyelesaikan masa tugasnya maka setibanya di Singosari mereka
tidak melihat lagi kerajaan Singosari, Singasari telah hancur, sehingga
datanglah Kebo Anabrang ke kerajaan Mojopahit karena kerajaan Mojopahit adalah
di perintah oleh Raden Wijaya yang merupakan pewaris langsung dan kerajaan
Singosari, maka kedua putri itu diserahkan kepada raja Majapahit (Raden
Wijaya).
Dara Petak diperistri oleh Raden Wijaya, yang nantinya
melahirkan putra bernama Kala Gemet. Sedangkan Dara Jingga kawin dengan
keluarga raja maka lahirlah Aditya Warman, yang nantinya menjadi raja di
kerajaan Melayu.
Perkawinan Arya Sabrang dengan putri Singosari,
melahirkanlah ia seorang putra bernama Kebo Taruna, yang merupakan nama yang
diberikan oleh ayah beliau saat beliau masih kecil, sedangkan nama julukan yang
diberikan kepadanya, bila menghadapi perang dan sebagai Panglima perang, adalah
Sirarya Singha Sardhula, karena beliau bagaikan Singha menghadapi musuh di
medan perang. Lama kelamaan Kebo Taruna ini diberi pula julukan Kanuruhan saat
beliau diajak oleh Gajah Mada mengadakan penyerangan ke Bali, dalam rangka
melaksanakan sumpah Palapa. Beliau diberi nama Kanuruhan karena jabatan beliau
dalam Expidisi ke Bali, beliau diberikan pangkat sebagai Kanuruhan, yang lama
kelamaan beliau memakai gelar Sirarya Kanuruhan.
Tahun 1343 adalah mempakan tahun Expedisi ( penyerangan )
Gajah Mada ke tanah Bah, karena pada waktu ini Raja Bali yang bergelar Sri Asta
Sura Ratna Bhumi Banlen telah merasa yakin akan kekuatan dirinya dan ingin
melcpaskan diri dari kerajaan Mojopahit yang pada waktu ini diperintah oleh
seorang raja putri bernama Tri Bhuana Tungga Dewi, karena pada umumnya raja
raja Bali sangat erat hubungannya ( hubungan darah } dengan raja Kediri,
sehingga sangatlah sukar bagi raja Bali untuk inelepaskan diri dengan raja
Kediri.
Untuk itu raja Bali mengadatan persekongkolan dengan raja
Suradenta dan Suradenti dari Kerajaan Blambangan dalam rangka bekerja sama
untuk menggempur Mojopahit, dan kerja sama ini di tanda tangani oleh Maha Patih
Pasung Grigis mengatasnamakan raja.
Pimpinan Expedisi ke tanah Bali, di pirnpin langsung oleh
Gajah Mada beserta Arya Arya lainnya sehingga Bali di kepung dan di gempur dari
empat jurusan yakni
- Dari jurusan Timur di bawah pimpinan Gajah Mada, Arya Gajah Para dan Arya Getas
- Dari jurusan Utara di bawah pimpinan Arya Damar, Arya Sentong dan Arya Kuta waringin
- Dari jurusan Barat di pimpin oleh tentara Sunda
- Dari jurusan Selatan di pimpin oleh Arya Kenceng, Arya Belog, Pengalasan, Arya kanuruhan, dan Arya Belotong.
Sedangkan Panglima Bali pada saat ini muncullah:
- Menghadapi serangan Timur, dipimpim oleh Ki Tunjung Tutur dan Ki Kopang
- Menghadapi serangan dari Utara Ki Girilemana dan Ki Bwangkang.
- Menghadapi serangan dari Selatan, di pimpin oleh Ki Gudug Basur, Dhemung Anggeh, dan Ki Tambyak,
- Menghadapi serangan umum, Ki Pasung Grigis dan Pangeran Madatama
Dalam perang yang sengit ini masing-masing Panglima telah
di hadang oleh Panglima Bali, maka tersebut si Arya Kanuruhan yang memimpin
pasukan dari Selatan disambut dengan gegap gempita oleh tentara Bali dengan
sorak gemuruh beserta gagah perkasa sehingga terjadi pertempuran yang sangat
mengerikan, banyak para tentara yang gugur di medan perang. Ki Tambyak dapat di
kalahkan oleh si Arya Kenceng, sedangkan Ki Gudug Basur sangat kebal tidak
ditembus dengan senjata. Perang yang dasyat antara Si Arya Kanuruhan dengan Ki
Gudug Basur, sama-sama kuat dan sama sama kebal. Oleh karena Ki Gudug Basur
hanya sendirian, menghadapi Panglima Mojopahit silih berganti, akhimya Ki Gudug
Basur mati kepayahan kehabisan nafas.
Bedahulu terkepung dari semua jurusan pertempuran
berkobar dan menimbulkan korban yang sangat banyak.Pangeran Madatama pemimpin
perang merupakan putra mahkota, kerajaan Bedahulu gugur dalam pertempuran dan
gugurnya putra mahkota ini menyebabkan sedihnya raja Bedahulu dan akhirnya wafat.
Pertempuran di lanjutkan oieh Ki Pasung Gerigis dan
pasukan Ki Pasung Gerigis tidak mampu di tandingi oleh pasukan Gajah Mada dan
Arya lainnya sehingga pasukan Gajah Mada merasa kewalahan menghadapi pasukan
Pasung Grigis, yang akhimya pasukan Gajah Mada menaikkan bendera putih, untuk
mengadakan penindingan dengan Pasung Grigis. Pasung Grigis sangat gembira
karena itu terjadilah persahabatan dengan tentara Mojopahit. Pada saat terjadi
perdamaian ini datanglah utusan dan Mojopahit, yaitu Kuda Pengasih yang
merupakan adik sepupu dari Ken Bebed yaitu istri dari Gajah Mada. Kedatangan
Kuda Pengasih ke Bali untuk memohon agar Gajah Mada cepat kembali ke keraton
Mojopahit
Pada kesempatan yang baik ini Gajah Mada mengajak Ki
Pasung Grigis pergi ke Mojopahit dengan membawa emas manik, sebagai tanda
persahabatan. Setelah berada di Mojopahit Ki Pasung Grigis merasa dirinya
tertipu, dimana ia menang perang, namun kalah taktik, karena menghadap
Mojopahit berarti kalah total
Untuk meredakan hati Ki Pasung Grigis terhadap Mojopahit
maka Pasung Grigis diangkat sebagai menteri kerajaan Bedahulu, namun tetap
diawasi oleh Gajah Mada, Untuk menguji kesetiaan Pasung Grigis terhadap
Mojopahit maka Pasung Grigis di perintahkan untuk menumpas gerakan raja
Sumbawa, yang bernama Dedela Natha, yang mgin melepaskan diri terhadap kerajaan
Mojopahit, disinilah Ki Pasung Grigis mati dalam medan perang bersama - sama
dengan raja Sumbawa dalam perang tanding.
Dengan tiadanya Ki Pasung Grigis terjadilah kekosongan
pemerintahan di pulau Bali, walaupun sebahagian besar tentara Expidisi Gajah
Mada di tempatkan di pulau ini untuk mengawasi keamanan, tetapi ternyata
pasukan ini tidak mempu menjamin ketertiban sepenuhnya, karena tentara
Mojopahit kurang bijaksana dan selalu memperlihatkan keangkuhan sebagai seorang
pemenang, sedangkan orang Bali belum bisa menerima pemerintahan Mojopahit yang
bukan merupakan keturunan raja - raja Daha, dengan demikian keadaan semakin
menjadi kacau karena munculnya pemberontakan - pemberontakan.
Melihat keadaan Bali semakin rumit, maka Patih Ulung,
Pamacekan clan Ki Pasekan, Kiyayi Padang Subadra memberanikan diri menghadap ke
Mojopahit dan mohon diadakan wakil raja yang mampu meredakan ketegangan yang
ada di tanah Bali.
Terpikirlah oleh Maha Patih Gajah Mada untuk mencari
tokoh yang masih ada hubungannya dengan raja raja Daha, tetapi tidak diragukan
kesetiaannya terhadap Mojopahit. Setelah dibandingkan maka terpilihlah putra
dari Mpu Kepakisan yang bernama Empu Kresna Kepakisan seorang keluarga Brahmana
yang masih ada hubungan darah dengan Daha (Kediri), sehingga dengan
pengangkatan ini maka statvis ke Brahmanaannya diturunkan menjadi Ksatrya.
Maka pada tahun ” Yoga Munikang netra den ing Bhaskara (
1274 Caka atau tahun 1352 Masehi) Sira Rakryan Apatih Gajah Madha menobatkan
putra Sri Kresna Wangbang Kapakisan. Dari Sri Kresna Wangbang ini menurunkan
keturunan di Brangbangan, Pasuruhan, Sumbawa dan yang memerintah di Bali yang
bernama Sira Dalem Ketut Kresna Kapakisan berkedudukan di desa Samprangan
(jaman Samprangan). maka beliau tidak memilih tempat di Bedahulu. Akan tetapi
beliau menempatkan diri di Samprangan, dengan maksud untuk menjauhkan diri dari
ketegangan - ketegangan dalam ibu kota, akan tetapi cukup dekat untuk
mengadakan pengawasan, sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan obyektif.
Ketertiban Bali ternyata belum bisa ditertibkan, banyak orang Bali Aga masih
belum mau menyatakan setia kepada penguasa Samplangan, walaupun sudah dipenuhi
tuntutan - tuntutan mereka seperti yang pernah disampaikan oleh Patih Ulung.
Untuk meiemahkan pemberontakan Bali Aga tersebut maka
Gajah Mada mengirim beberapa pasukannya ke Bali ; seperti : Tan Kober, Tan
Kawur, Tan Mundur, dan Arya Gajah Para, sehigga terjepitlah daerah Bali Aga,
dan tidak dapat berbuat banyak.
Adapun posisi yang ditempati oleh para Arya, yaitu
- Arya Kuta Waringin di Gelgel,
- Sirarya Kenceng di Tabanan,
- Sirarya Belog di Kabakaba,
- Sirarya Dalancang di Daerah Kapal,
- Sirarya Belentong di Pacung,
- Sirarya Sentong di Carangsari,
- Sirarya Kanuruhan di Tangkas.
- Kryan Punta di Mambal,
- Kryan Jrudeh di Tamukti,
- Kryan Tumenggung di Patemon,
- Arya Wangbang turunan Kadiri di Kretalangu,
- Arya Sura Wangbang, turunan Lasem di Sukahet,
- Arya Wangbang turunan Mataram tempatnya menyebar,
- Arya Pamacekan di Bondalem
- para patih turunan Brahmana kesemuanya berada di bumi Selaparang. Inilah para Arya yang mengukuhkan Bali.
Setelah aman kerajaan, maka disusunlah struktur
pemerintahan Bali seperti
- Raja: Penguasa tertinggi.
- Patih Agung.: Perdana Menteri.
- Patih.
- Bata Mantra (Tanda Manteri)
- Demung (Urusan Upacara).
- Temenggung (Pemimpin tentara Rakyat)
Di antara Para Arya itu, tiga orang yang terkemuka yaitu
Kepala Menteri Arya Kepakisan, yang kedua Arya Kutawaringin, dan Panyarikan
Arya Kanuruhan, karena orang ini merupakan ksatrya keturunan Kediri, dan sangat
pandai da!am ilmu pemerintahan Negara.
Untuk mengisi kekosongan dalam pemerintahan, maka
diangkatlah Pangeran Nyuh Aya menjadi Patih Agung, Arya Wangbang menjadi
Demung.
Tersebutlah sekarang Si Arya Kanuruhan yang menjadi
"panyarikan" atau Menteri Sekretaris Negara, beliau seorang menteri
terpercaya karena loyalitas pengabdiannya kepada raja/ negara.
beliau bertempat tinggal di wilayah Tangkas kini beliau
telah menginjak masa tua dan beliau telah banyak menulis buku - buku tentang
Sasana Mantri (job training dari masing - masing Mantri) oleh karena itu beliau
selalu diikut sertakan sebagai pendamping raja guna memberikan pertimbangan
sesuatu sebelum diputuskan oleh raja.
Raja Bali (Dalem Ketut Kresna Kepakisan) menugaskan Ki
Patih Ulung dan warganya yaitu keturunan Mpu Sanak Pitu untuk memelihara dan
menyelenggarakan upacara yajnya di seluruh Pura-Pura Kahyangan di Bali sesuai
dengan titah raja Majapahit dan Patih Gajah Mada.
Kemudian Sri Aji Kuddha Wandira (Sri Kresna Kepakisan)
dari Samprangan mengambil istri yang bernama Ni Gusti Ayu Tirta (Luh Raras) putri
Sirarya Gajah Para. Dan Sri Aji mempunyai putra
- Ida I Dewa Samprangan,
- Ida I Dewa Taruk,
- Ida Dewa Ayu Wana (meninggal waktu masih kecil)
- Ida I Dewa Ketut Ngulesir.
Ada juga saudaranya yang ibunya putri Sira Arya
Kutawaringin yang bernama Ida I Dewa Tegal Besung.
Dalem Ketut Kresna Kepakisan wafat pada tahun 1302 atau
tahun 1330 Masehi, digantikan oleh putranya, yang sulung yang kemudian terkenal
dengan sebutan Dalem Ile (Ida I Dewa Samprangan).
Sira Arya Kanuruhan mempunyai tiga orang putra yang
bernama
Ketiga orang putra Arya Kanuruhan itu juba mengabdikan
diri dengan sepenuhnya pada negara seperti ayahnya. Kemudian Kyayi Brangsinga
menggantikan ayahnya menjabat "panyarikan".
Dalem Ile tidak mampu mengendalikan roda pemerintahan
maka I Gusti Kubon Tubuh, Kyayi Brangsinga dan para Arya yang lain berusaha
mencari Dalem Ketut, baginda dijadikan raja berkedudukan di Gelgel.
Lembaran baru jaman Gelgel mulai tahun Çaka 1305 atau
1383 Masehi dimana pemerintahan dipindah ke
Gegel dibawah pimpinan Dalem Ketut Ngulesir. Di dalam menjalankan pemerintahan, Dalem Ketut Ngulesir
mengangkat beberapa pendamping antara lain :
- Kryan Patandakan, menjadi Tanda Mantri.
- Arya Kebon Tubuh, menjadi Patih"Kanuruhan".
- Arya Brangsinga menjadi Menteri Sekretaris Negara “Penyarikan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar