Sri Magada Sakti (1700)
I Gusti Alit Dawuh kemudian mejadi raja Tabanan bergelar
Sri Maghada Sakti Raja Singhasana. Adapun yang menjabat Bahudanda I Gusti
Nyoman Kukuh. Semasa pemerintahannya negara aman dan tertib, rakyat sejahtera.
Pada suatu hari yang sudah ditentukan, Raja I Gusti Alit
Dawuh mengadakan pertemuan dihadap oleh para punggawa, manteri, bahudanda,
pendeta, pejabat-pejabat, serta tokoh-tokoh terkemuka di masyarakat. Dalam
pertemuan itu Raja I Gusti Alit Dawuh bersabda, bahwa tidak akan mengabdi lagi
kepada Ksatrya Dalem, karena merestui pembunuhan terhadap Maharaja Dewata
Bhatara Nisweng Panida. Dalem sudah ingkar terhadap hubungan baik antara
leluhur dulu. Semenjak itu putus hubungan kerajaan Tabanan dengan Dalem di
Suweca-pura.
Setelah Sri Megada Sakti mantap kekuasaannya, maka ingin
membalaskan dendam terhadap wilayah Penida, lalu diserang dan dapat ditaklukan,
sehingga semua kekuasaan daerah Penida masuk Kerajaan Tabanan, seperti :
Pandak, Kekeran, Nyitdah, Kediri dan lainnya.
Di Kabakaba lalu memerintah Prabu Alit, oleh karena masih muda, timbul pembangkangan dari pengikutnya. Prabu Alit melapor kepada Sri Megada Sakti, lalu beliau menertibkan dan menaklukan desa-desa yang membrontak. Itulah sebabnya daerah negara Tabanan semakin meluas dari lembah Sungai Sungi hingga ke Timur Sungai Pulukan dan sepanjang pantai Selatan.
Di Kabakaba lalu memerintah Prabu Alit, oleh karena masih muda, timbul pembangkangan dari pengikutnya. Prabu Alit melapor kepada Sri Megada Sakti, lalu beliau menertibkan dan menaklukan desa-desa yang membrontak. Itulah sebabnya daerah negara Tabanan semakin meluas dari lembah Sungai Sungi hingga ke Timur Sungai Pulukan dan sepanjang pantai Selatan.
Diceritakan I Gusti Agung Putu yang kemudian mendirikan
kerajaan Mengwi sempat ditawan di Tabanan. I Gusti Agung Putu kalah berperang
dengan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dari Kekeran Nyuh Gading. Namun diperlakukan
sebagai saudara oleh Sri Maghada Sakti. Kemudian atas permohonan I Gusti Putu
Bebalang dari desa Wratmara (Marga), I Gusti Agung Putu diperkenankan diajak ke
desanya, dan bersahabat dengan adiknya yang bernama I Gusti Celuk.
Terjadi suatu peristiwa, dimana raja Buleleng I Gusti
Ngurah Panji Sakti dengan laskarnya menyerang daerah Wongaya dan merusak PuraKahyangan Wongaya Luhur Batukaru.
Adanya penyerangan tersebut, di Tabanan gempar, kentongan
di Bale Agung yang bernama Ki Tan Kober dibunyikan. Mengetahui peritiwa itu Sri Maghada Nata
memerintahkan laskarnya dan rakyat Tabanan bersiap untuk menyerang musuh di
Wongaya.
Dengan pertolongan Dewata maka keluarlah tawon yang
sangat berbisa bagaikan sriti besarnya yang jumlahnya sangat banyak, mendahului
menyerang pasukan Pasukan Ki Panji Sakti, sehingga banyak yang kesakitan karena
sengatannya dan mereka lari terbirit-birit. Laskar Buleleng mengundurkan diri,
sementara laskar Tabanan yang datang kemudian tidak bertemu dengan musuh. Ki
Panji Sakti sadar bahwa dia telah mendapatkan kutukan Dewata, karena merusak
Pura Wongaya. Semenjak itu I Gusti Ngurah Panji Sakti berkaul tidak akan berani
menyerang negara Singhasana Tabanan. lalu mengirim utusan utusan ke Tabanan
menyatakan maaf atas kesalahannya dan berjanji akan berlaku bersahabat. Dan
puteri Sang Nata yang bernama Gusti Luh Abian Tubuh diperistri oleh putera Ki
Panji Sakti yang bernama Ki Gusti Padang
Sri Maghada Sakti menurunkan beberapa putera, antara
lain:
- I Gusti Ngurah Tabanan,
- I Gusti Ngurah Dawuh (bermukim di Dauh Pala, bergelar Cokorda Dawuh Pala),
- I Gusti Ngurah Nyoman Telabah, pindah bermukin di Twak Ilang.
- I Gusti Jegu
- I Gusti Krasan
- I Gusti Oka lahir dari Gusti Luh Ketut Dauh Jalan.
- Ni Gusti Ayu Muter
- Ni Gusti Ayu Subamia beribu dari Jero Subamia, selanjutnya kawin dengan I Gusti Pemecutan Sakti di Badung
- Ni Gusti Luh Dangin
- Ni Gusti Luh Abian Tubuh Menikah dengan Ki Gusti Padang, putra dari Ki Gusti Ngurah Panji Sakti (Raja Buleleng)
- Ni Gusti Luh Mal Kangin Menikah dengan seorang Brahmana di Griya Dangin Carik
- Ni Gusti Luh Puseh
- Ni Gusti Luh Bakas
I Gusti Made Dawuh/Ida Cokorda Dawuh Pala berputra:
- I Gusti Lanang
- I Gusti Kandel
- Ni Gusti Luh Selingsing
- Ni Gusti Luh Tatadan Menikah dengan seorang Brahmana di Griya Pasekan
- Ni Gusti Luh Sasadan
Gusti Ngurah Nyoman Telabah berputra:
- Ki Gusti Blumbang
- Ki Gusti Pande
- Ni Gusti Luh Nade
Kiayi Jegu berputra
- Ki Gusti Cangeh
Kiayi Krasan berputra:
- Ki Gusti Subamia
- Ki Gusti Bengkel
- Ni Gusti Luh Sembung
- Ni Gusti Luh Sempidi
- Ni Gusti Luh Wayahan Tegal Tamu
Kiayi Oka berputra:
- Ki Gusti Wongaya
- Ki Gusti Gede Oka
- Ki Gusti Pangkung
- Ki Gusti Ketut
- Ki Gusti Batan
Pada waktu pemerintahan Ki Gusti Alit Dawuh ( Sri Megada
Sakti ), di Bandana / Badung, keturunan dari Ki Gusti Nyoman Batan Ancak yang
bernama Ki Gusti Nyoman Kelod Kawuh tidak memperoleh kedudukan di Badung,
mereka kembali lagi ke Tabanan, kemudian oleh Raja Sri Megada Sakti dititahkan
bermukim di Desa Pandak sebagai penguasa daerah pantai batas kerajaan.
Setelah Sri Maghada Sakti memasuki usia lanjut, sudah
tidak mampu berjalan kerajaan dikuasakan kepada putera sulungnya. Timbul suatu
keaiban, I Gusti Ngurah Nyoman Telabah mengutus seseorang untuk membunuh ibu
tirinya Gusti Luh Ketut Daug Jalan. Sesampainya di istana utusan tersebut
bingung tidak tahu siapa yang harus ditikam. Penjahat itu kemudian menuju
peraduan raja dan menghunus keris. Putera Mahkota segera membalikkan badan, keris
tersebut ditampar hingga tangannya luka. Penjahat itu kemudian dibunuh, beserta
keluarganya kena hukuman watu gumulung, dan ternyata keris yang dipakai adalah
milik I Gusti Ngurah Nyoman Telabah. I Gusti Ngurah Nyoman Telabah hendak
dibunuh, tapi banyak pejabat yang melarang, karena waktunya belum tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar