Google+

Cara Memilih Pemangku

Cara Memilih Pemangku

sebelum memilih seorang Pemangku/Mangku, kita wajib mengetahui, siapa yang boleh menjadi Pemangku.
Pemangku sebagai pelayan Ida Sang Hyang Widhi hendaknya dipilih dari umat yang memiliki budhi luhur, moral dan mental yang tinggi. 
Seorang calon Pemangku hendaknya memiliki jiwa pengabdian yang tulus dan ikhlas serta selalu siap untuk ngayah tanpa memikirkan imbalan apapun. 
Jabatan Pemangku seyogyanya tidak dijadikan sebagai tameng untuk menutupi kelemahan pribadinya yang sesungguhnya kurang baik, sehingga dapat menjadi orang terpandang di masyarakat. Kalau ternyata ada yang bertindak seperti itu, maka yang bersangkutan dapat dikatakan sebagai penipu masyarakat. Karmaphala buruk yang harus ditanggung dikemudian hari tentu akan menjadi lebih besar lagi. 

Demikianlah, maka untuk menetapkan seseorang untuk menjadi Pemangku tidaklah sembarangan.

Yang boleh dipilih menjadi Pemangku adalah mereka yang benar-benar memenuhi syarat. 

Disamping harus sehat secara rokhaniah, mereka juga harus sehat jasmaniah, tidak cedangga (cacat) bisu tuli atau sakit-sakitan. Sehat secara fisik ini sangata diperlukan, karena seorang Pemangku seringkali harus bekerja di tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggalnya dan atau harus bekerja sampai larut malam.

Disamping itu, menurut Drs. I Ketut Wiana (Bali Post, 29 Oktober 2003) mereka yang akan dipilih atau ditunjuk menjadi Pemangku semestinya tidak mempunyai kebiasaan atau perilaku buruk (sapta timira) seperti di bawah ini: 

  1. Suka mabuk karena kekayaannya (dhana)
  2. Suka mabuk karena kepandaiannya (guna)
  3. Suka mabuk karena keindahan rupanya (surupa)
  4. Suka mabuk karena kebangsawanannya (kula-kulina)
  5. Suka mabuk karena kemudaan-usianya (yowana)
  6. Suka mabuk karena keberaniannya (kasuran)
  7. Suka mabuk karena minuman keras seperti tuak, arak, bir, narkoba, dan lain-lain (sura)

Mereka yang mabuk dan arogan karena hal-hal termasuk di atas tidak selayaknya ditunjuk sebagai Pemangku. Artinya kalau ketujuh kemabukan di atas dapat dihindarkan, barulah orang itu dapat disebut sebagai orang yang telah memenuhi syarat. 

Seseorang yang telah mencapai keadaan rokhani yang bebas dari kemabukan itu dinamakan orang yang mahardhika artinya orang yang bebas dari kemabukan, orang yang bijaksana, suci dan berbudhi luhur, tegasnya sudah dapat melaksanakan pengendalian diri dengan baik. 
Dengan kata lain, jika seseorang belum dapat mengendalikan diri dengan baik, semestinya tidak ditunjuk menjadi Pemangku. Bahkan orang itu harus tahu diri untuk tidak mencalonkan diri menjadi Pemangku.

Cara Memilih Pemangku

Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk memilih Pemangku, antara lain :

  1. dengan cara nyanjan, yaitu dengan mempergunakan seseorang yang sedang kerawuhan. Namun menurut Ida Pandita Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi (SARAD No.10/2000) cara ini sebaiknya tidak dipergunakan lagi. Hal ini karena sulit membuktikan bahwa orang itu benar-benar kerawuhan Ida Bhatara. Sebaiknya digunakan saja cara lain yang lebih rasional dan sudah disahkan oleh PHDI, yaitu melalui pemilihan secara demokratis dengan cara penunjukan atas dasar kesepakatan bersama atau dapat juga dengan mempergunakan kewange seperti di bawah ini.
  2. dengan cara mempergunakan kewangen. Dalam hal ini, Krama Dadia terlebih dahulu agar menetapkan beberapa orang calon Pemangku yang dianggap memenuhi persyaratan. Misalnya para calon Pemangku berusia cukup dewasa, berbadan dan berjiwa sehat, tingkah lakunya terpuji, mempunyai rasa pengadian yang tinggi dan lain-lain. Kepada para calon Pemangku ini dibagikan masing-masing satu kewangen. Tetapi di salah satu kewangen itu diisi rerajahan Ongkara yang diletakkan tersembunyi, sehingga tidak terlihat perbedaannya dengan kewangen yang lain. Kemudian kewange itu digunakan untuk memuja Ida Bhatara di Pura tersebut seraya mohon panugrahan. Setelah itu, satu persatu kewangen diserahkan kepada Pengurus Pura untuk dibuka dihadapan saksi dan Krama Dadia. Siapa yang kewangennya berisi rerajahan Ongkara, maka dialah yang dianggap terpilih sebagai Pemangku.
  3. pemilihan Pemangku berdasarkan keturunan. Keturunan seorang Pemangku apalagi kalau sudah secara turun temurun menjadi Pemangku, dipandang sebagai orang yang sudah mempunyai jiwa kepemangkuan, jiwa pengabdian, jiwa pelayanan yang tinggi. Tentu orang yang dipilih itu hendaknya juga memenuhi persyaratan di atas. Meskipun yang bersangkutan adalah anak seorang Pemangku, tetapi kalau jiwanya tidak stabil, suka menipu, sering berbohong, sering mabuk-mabukan, suka berjudi, suka main perempuan dan lain-lain perbuatan atau perilaku buruk lainnya tentunya tidak patut dipilih menjadi Pemangku.
  4. pemilihan Pemangku secara demokratis berdasarkan penunjukan atas dasar suara terbanyak anggota Krama Dadia seperti telah disinggung dalam butir di atas. Cara ini pun harus pula memenuhi berbagai persyaratan di atas. Terlebih dahulu tentu harus ditetapkan beberapa calon yang telah memenuhi persyaratan. Misalnya jika ada tiga orang calon yang sudah memenuhi syarat, maka ketiga orang itu harus dipilih secara demokratis dalam suatu paruman Krama Dadia. Calon yang memeperoleh suara terbanyak harus ditetapkan menjadi Pemangku.

Demikianlah 4 cara yang dapat dipergunakan untuk memilih Pemangku. 
Boleh jadi masih ada cara lain, yang tidak disinggung disisni. Namun cara manapun yang dipergunakan, menunjuk atau mengangkat seorang Pemangku tentu ada kelebihan dan kekurangannya yang dalam tulisan ini tidak akan dibahas lebih jauh. Yang penting adalah bahwa seseorang yang terpilih sebagai Pemangku hendaknya tidak menepuk dada, menjadi besar kapala dan sombong karena merasa senang dalam pemilihan. Sebaliknya orang yang terpilih itu hendaknya semakin merendahkan diri dan tidak bersikap berlebihan atau over acting. 

Seseorang yang terpilih sebagai Pemangku harus melakoni hidup ini sewajarnya saja dan selalu berpegang kepada ajaran-ajaran Agama Hindu. Seorang Pemangku yang masih remaja tidak ada hambatan bila ingin menikah, namun setelah upacara pewiwahan dia bersama-sama isteri atau suaminya harus mewinten ulang dengan tingkat ayaban yang sama dengan yang dahulu atau dengan tingakat ayaban yang lebih tinggi.

Disamping itu, orang yang terpilih menjadi Pemangku seharusnya bersyukur karena telah terpilih menjadi pelayan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga terbuka kesempatan luas baginya untuk dikemudian hari – jika memenuhi persyaratan – akan menjadi orang suci. Untuk benar-benar bisa menjadi orang suci tentu yang bersangkutan harus membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan tentang agama, kerokhanian dan spiritual yang harus dapat diamalkan bagi kepentingan masyarakat.

Artikel yang terkait dengan Cara Memilih Pemangku
demikianlah sekilas Cara Memilih Pemangku, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar