Google+

Hari Baik Nikah - Dewasa Ayu Nganten di Tahun 2015

Hari Baik Nikah - Dewasa Ayu Nganten di Tahun 2015

menyambung artikel sebelumnya "Dewasa Ayu Nganten - Hari Baik kawin di 2015" yang baru selesai 6 bulan saja yakni hanya bulan januari - juli 2015, melalui artikel ini "Hari Baik Nikah - Dewasa Ayu Nganten di Tahun 2015" akan melengkapinya mulai Bulan Juli - Desember 2015.
semoga Artikel Hari Baik Nikah - Dewasa Ayu Nganten di Tahun 2015 ini bisa menjadi masukan bagi semeton hindu yang ingin melangsungkan pernikahan.

seperti telah dipaparkan dalam artikel-artikel wariga dan dewas ayu sebelumnya, Hari Baik Nikah - Dewasa Ayu Nganten di Tahun 2015 ini dibuat dengan menitik beratkan pada:
Hari baik - Tanggal dan pangelong - wuku - sasih
selain itu tyang abaikan untuk memberi ruang nafas untuk memilih dewasa ayu apabila ada kejadian memaksa untuk melangsungkan upacara pernikahan.

Pilihan Hari Baik Nikah - Dewasa Ayu Nganten di Tahun 2015

untuk mempersingkat tulisan ini, mari kita bahas Hari Baik Nikah - Dewasa Ayu Nganten di Tahun 2015 berikut ini:

Asta Kosala Kosali dan Astabumi

Asta Kosala Kosali dan Astabumi

Om Swastyastu
Katattwaning Ngawangun Manut Sastra Agama Hindu
Pawangunan Krama Hindune utamine ring Bali dahat mitatasang parindikan tata cara ngawangun madasar antuk daging-daging Sastra Agama Hindu, pamekas dasar utama Sanghyang Aji Weda. Palemahan Ida nenten pateh manggeh sekadi napi sane kaunggahang ring Catur Weda sakewanten sampun nyuti rupa manados sari-sarining “Aksara Aji” pawangunan sakadi Hasta Kosala, Hasta Kosali, Hasta Bumi, Wiswakarma, Asta Patali, Aji Janantaka, Taru Pramana, Bhamakertih, Satkertih, Caturlokapala, Astamandala, miwah Lontar Tattwa lan sastra siosan sane muat indik pawangunan. 

Melacak ''Hong Sui'' dalam Arsitektur Bali

Melacak ''Hong Sui'' dalam Arsitektur Bali

Dalam minggu-minggu ini, umat Hindu kembali memasuki hari-hari suci, seperti Galungan dan Kuningan. Hari Raya ''kemenangan'' dharma melawan adharma, sekaligus hari ''perenungan'', kontemplasi atau refleksi diri. Dalam konteks arsitektur, mungkin ada baiknya melakukan ''instrospeksi'' ke dalam. 

Menyingkap ''tirai'' esensi dan substansi kearifan lokal arsitektur Bali. Di antaranya, bagaimana mengangkat nilai-nilai dan makna tatanan arsitektur Bali yang salah satunya ada memiliki kemiripan dengan hong sui. Semisal yang berhubungan dengan tata letak tanah dan bangunan serta pengaruhnya terhadap penghuninya.


SELINTAS, jika merunut perjalanan popularitas hong sui, mungkin dapat disimak dari fungsi dan manfaatnya dalam kehidupan serta orang-orang yang mempublikasikan tentang keunikan yang ada di dalamnya. Sehingga, hong sui memasyarakat hingga ke negeri Eropa selain ke negara-negara Asia.

Menelaah vibrasi Tanah Bali, Turus Lumbung Hingga Kahyangan Jagat

Menelaah vibrasi Tanah Bali, Turus Lumbung Hingga Kahyangan Jagat

PULAU Bali juga disebut sebagai ‘Pulau Seribu Pura’. Pura selain merupakan tempat suci Hindu, juga sebagai “sentra rohani”. 
Apa saja yang melatarbelakangi perkembangannya dan bagaimana sebaiknya konsep rancangan sebuah pura ke depan?
Sumber prasasti kerap menyebut gunung dan bukit sebagai sthana para dewa. zaman dulu, tempat – tempat tinggi di Bali, di hulu atau di tanah bervibrasi suci, orang-orang membuat suatu bangunan peribadatan, meski sederhana dan sifatnya sementara.

Ketika itu tiangnya dibuat dari turus pohon dapdap, dan sebuah ruangan dengan balai-balai dirakit dari bambu untuk tempat meletakkan sajian (sesajen). Bangunan suci jenis ini disebut Turus Lumbung, bermakna kias “melindungi dan menghidupi pemujanya”. 

  • "Turus dapdap" bermakna tameng atau perisai-alat pelindung diri. 
  • lumbung” mengandung makna: ranah penghidupan. 

Bangunan Turus Lumbung ini sifatnya sementara yang lambat laun diganti menjadi bangunan yang lebih permanen.

Pura Agung Besakih Awalnya, Penamaman "Pancadatu" Hindari Petaka

Pura Agung Besakih Awalnya, Penamaman "Pancadatu" Hindari Petaka

Pada Purnama Kadasa, di Pura Agung Besakih diselenggarakan piodalan atau upacara Betara Turun Kabeh yang berlangsung (nyejer) selama sebelas hari. Masyarakat umat Hindu berduyun-duyun pedek tangkil silih berganti ke Pura terbesar di Bali yang dibangun di barat daya lambung Gunung Agung itu.
Apa saja yang bisa disimak dari Pura Agung Besakih?
Makna apa yang kira-kira bisa didapat dari ungkapan arsitekturnya?
PURA Agung Besakih berlokasi di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Mungkin sudah ribuan cerita pernah diungkap dan ditulis tentang keagungan pura terbesar di Bali ini. Namun sampai kini belum ditemui data pasti mengenai kapan pura ini pertama kali didirikan. Informasi berupa data yang bernilai historis maupun prasasti-prasasti yang diperoleh hanya sebatas wujud pengembangan puranya. Hanya sekilas, konon ada dimuat dalam lontar "Markandya Pura", mengisahkan kedatangan Rsi Markandya bersama para pengikutnya dari Jawa Timur ke pulau Bali. Namun ada sumber lain yang menyebutkan bahwa Rsi Markandya datang ke Bali sekitar abad ke-8.

Pasar Tradisional yang kian Terpinggir

Pasar Tradisional yang kian Terpinggir

SEKARANG, "pasar swalayan modern" banyak dibangun dalam bentuk mal, minimarket, supermarket atau hypermarket. Kehadirannya seperti mulai kian berlebihan dan memberi dampak pada wajah arsitektur kotanya. 
Terkendalikah pertumbuhannya? 
Sudahkah bercitra Bali? 
Lantas, bagaimana peran, makna dan fungsi keberadaan pasar tradisional ke depan?

Memang banyak faktor yang mempengaruhi makna sebuah tempat (place) dan ruang (space) sebuah pasar secara arsitektural. Eksistensi suatu ruang publik kiranya bisa dikaji dari segi konteks, citra dan estetikanya. Dengan kata lain, keberadaan sebuah pasar tradisional, serta kaitan antara tempat lainnya masing-masing, tak boleh tercerabut dari pemahaman manusia yang hidup dan bergerak di dalamnya. Lantaran dimensi ruang publik bersifat sosio-spasial, maka makna keberadaan sebuah pasar tradisional di dalam kota tak semata memberi nilai bagi diri sendiri, melainkan juga untuk orang-orang yang hidup dan beraktivitas di "ruang" kota setempat.

Jangan Seragamkan Arsitektur Lokal Bali

Jangan Seragamkan Arsitektur Lokal Bali

Mungkin suatu saat ke depan dibutuhkan sebuah “ensiklopedi” yang merupakan himpunan kesatuan pemahaman atau tafsir mengenai arsitektur Bali. Di dalamnya mungkin bisa dimuat landasan fasafah,pemaknaan, dan perihal yang esensial dalam keanekaragaman-keragaman dan keunikan arsitektur Bali. Jelas hal ini samasekali terlepas jauh dari substansi penyeragaman arsitektur dalam cakupan fisik. Namun, justru lebih terkait dalam konteks wilayah penyamaan pemahaman isi dan makna, atas realitas ketidaksamaan wujud penampakan arsitektur Bali di masing-masing tempat.

Kesatuan tafsir itu tentu perlu dipedomani oleh hasil penggalian atau penelitian terhadap saripati arsitektur Bali klasik, tradisional atau vernakularnya. Selain berharap agar tidak ada persepsi maupun penafsiran yang samar terhadap esensi arsitektur Bali.

Penerapan Tri Hita Karana pada Rumah Adat Bali

Penerapan Tri Hita Karana pada Rumah Adat Bali

Rumah dan perumahan yang layak merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan merupakan faktor penting untuk meningkatkan harkat, martabat dan kesejahteraan. Selain itu rumah dan perumahan merupakan cerminan dari jati diri manusia baik perorangan maupun kelompok dan kebersamaan dalam masyarakat.

Bali pada masa lalu mempunyai bentuk rumah dan perumahan yang didasari oleh konsep Tri Hita Karana, dalam pengaturan ruang, tata letak, bentuk, serta penggunaan bahan, berpedoman pada pemikiran, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan hubungan manusia dengan lingkungannya.

Bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dibarengi pengaruh pariwisata pada masa ini memberi perubahan cara pandang dalam pengaturan perencanaan perumahan yang akan menimbulkan baik dampak positif maupun negatif.

Tembok Panyengker

Tembok Panyengker

Rumah adat Bali yang lengkap merupakan suatu komplek perumahan yang harus dapat menunjang sebagian besar aspek kehidupan penghuninya. Merupakan suatu syarat juga bahwa perumahan adat Bali itu dilingkari dengan tembok, yang dikenal dengan istilah "Tembok Panyengker". 
Tembok panyengker, agaknya, memiliki makna lebih, ketimbang sekadar pagar pembatas. Lantaran panyengker mengandung pengertian "mengurung" (kurung = sengker), melindungi atau menjaga isi yang ada di dalam, memberikan kesentosaan, ketentraman, dan kedamaian.
Pelapisan makna apa yang bisa disimak dari tembok panyengker?
tembok panyengker dengan Padurasa
Tembok penyengker merupakan batas wilayah (rumah atau pura) yang satu dengan yang lainnya. Baik Pra, rumah atau banjar semuanya dikelilingi pagar tembok, Pagar masif (penyengker) yang dipadu candi bentar, kori atau kori agung adalah bagian yang tidak terpisahkan, sebagai ekspresi citra tata ruang yang tinngi nilai budayanya. Penyengker dipercaya sebagai wujub perlindungan empat kekuatan alam (air,api, tanah, udara) yang menempati sudut-sudut pekarangan. Dalam hal ragam hias sebagai cirri khas arsitektur Bali mengambil tiga bentuk kehidupan makhluk bumi (manusia, flora dan fauna). Unsur-unsur estetika, etika dan logika mendasarai pengolahan dan penempatan ragam hias, denagn mengingat nilai–nilai ritual yang disandangnya.

Angkul-angkul atau Gerbang Rumah Adat Bali

Angkul-angkul atau Gerbang Rumah Adat Bali

angkul-angkul atau Pamedal (kori)
Angkul-angkul atau sering juga disebut Pamedal/Kori yang merupakan salah satu bentuk pamesuan (pintu keluar dari pekarangan),  pintu masuk utama ke pekarangan rumah adat Bali dengan berbagai ukiran dan ornamen khas bali di bagian atas maupun samping kiri-kanan, juga sebagai salah satu wujud arsitektur tradisional Bali yang telah berkembang dengan pesat baik yang terjadi pada fungsi, estetika (bentuk dan langgam) serta struktur. angkul-angkul rumah adat bali selain sebagai kesan pertama saat memasuki rumah keluarga hindu bali, juga merupakan struktur bangunan bali yang memiliki nilai magis. angkul-angkul juga akan melengkapi konsep tri hitakarana yang diusung masyarakat hindu dalam penerapannya pada bangunan tempat tinggal. secara umum angkul –angkul rumah tradisional Bali memiliki pintu kwadi dan aling – aling untuk menghindari sirkulasi langsung dan akses langsung menuju tempat tujuan.

Penempatan Angkul-angkul atau pintu halaman akan menentukan kehidupan rumah tangga, maka dari itu sastra wajib diikuti seperti yang tersirat dalam astha bumi dan astha kosala-kosal, sesuai dengan posisinya masing-masing. Memiliki lebih dari 1 (satu) pintu rumah dan atau angkul-angkul sangat tidak direkomendasikan dalam sastra, karena akan berakibat boros, terjadinya perselingkuhan, kehilangan dan sakit-sakitan

Runtuhnya Kerajaan Mengwi

Runtuhnya Kerajaan Mengwi

Dengan menyerahnya Keraton Mengwi, Mengwi dibawah kekuasaan raja Badung maka diangkatlah Anak Agung Putu Kukus sebagai pejabat penguasa Mengwi, kekuasaan Anak Agung Putu Kukus meliputi wilayah-wilayah yang ditaklukan Badung setelah mendapatkan pembagian dari sekutunya, antara lain: Tabanan, Ubud, dan Bangli.

Banyak rakyat Mengwi yang masih setia kemudian meninggalkan wilayah kekuasaan Anak Agung Putu Kukus, terutama para prajurit Mengwi, meminta perlindungan kepada Raja Tabanan, Ubud dan Bangli.

Penduduk-penduduk yang berdiam di wilayah perbatasan Mengwi banyak yang meninggalkan desanya. hal itu mereka lakukan karena ketidakpuasan mereka dengan pemerintahan Anak Agung Putu Kukus yang masih membiarkan sikep-sikep Badung melakukan penjarahan di desa-desa mereka.
Pemberontakan-pemberontakan kecil sering terjadi dibeberapa wilayah perbatasan kekuasaan Anak Agung Putu Kukus, sehingga para penduduk yang semula damai menepati daerahnya merasa tidak tenang dan ketakutan memilih untuk meninggalkan desa.

Kedua Adipati Agung Kerajaan Mengwi yaitu I Gusti Putu Mayun (Putra dari I Gusti Agung Munggu, treh Arya Kepakisan) dan I Gusti Made Ngurah dapat menyelamatkan diri dari peperangan yang terjadi di keraton Mengwi sampai wilayah hamparan sawah di daerah Mengwitani.

Kerajaan Ubud - Dalem Sukawati

Kerajaan Ubud - Dalem Sukawati

Pasar Ubud Tahun 1910. Foto Claire Holt
Menurut beberapa babad dan penelitian bangsa asing, Ubud di Abad XVII masih terdiri dari sawah ladang dan semak belukar, dan hutan.
Sebagaian kecil sudah di diami oleh penduduk yang terdiri dari Kuwu-kuwu (Pondokan), mereka mendiami wilayah-wilayah, Jungut, Taman dan Bantuyung. Masih menjadi wilayah kekuasaan dari Kerajaan Sukawati yang berdiri sekitar tahun 1710, dengan raja pertamanya yang bernama Sri Aji Maha Sirikan, Sri Aji Wijaya Tanu.

Pada Saat I Dewa Agung Made menjadi raja di Kerajaan Peliatan, dua adik beliau ditugaskan memegang wilayah:

  • Ida Tjokorda Gde Karang di Padang Tegal Ubud. 
  • Ida Tjokorda Tangkeban ditugaskan di Ubud. Banyak pura kemudian berdiri di Ubud dalam masa pemerintahan beliau.