Google+

jalan mencari Tuhan - Catur Marga

jalan mencari Tuhan - Catur Marga

Agama berasal dari kata “a” dan “gam”. A artinya tidak, gam artinya pergi, Parisada Hindu Dharma Pusat (1967 ; 9). 
Jadi Agama mengandung pengertian "langgeng dan tidak pergi kemana-mana". 
Konsep agama adalah suatu ajaran yang tetap langgeng, kekal, tidak dipengaruhi oleh tempat dan waktu. Jadi ajaran agama akan tetap ada selama manusia eksis di muka bumi ini. Hal itu disebabkan oleh agama diperlukan oleh manusia untuk menjadi penuntun hidup dari kegelapan atau awidya.

Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa agama adalah suatu ajaran yang akan selalu siap mengantarkan kita keluar dari suatu keadaan kegelapan atau awidya. Dalam konteks ajaran Hindu Dharma bahwa agama akan mengantarkan kita kembali bersatu dengan Tuhan. Konsep Tuhan dalam ajaran Hindu merupakan salah satu dari intisari konsep Hindu yaitu Panca Srada :
  1. Percaya dengan adanya Tuhan (Brahman)
  2. Percaya dengan adanya Atma (Atman)
  3. Percaya dengan adanya Hukum Karama Phala
  4. Percaya dengan adanya Samsara (Reinkarnasi / Punarbhawa)
  5. Percaya dengan adanya Moksa, 

Ajaran moksa adalah tujuan akhir setiap Umat Agama Hindu seperti dinyatakan dalam Buku Pengantar Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi bahwa tujuan agama adalah untuk mendapatkan kesejahteraan di dunia dan moksa di akherat. Atau diistilahkan dengan “Mokshartham Jagadhita ya ca iti dharma”. Dalam sara kita akan dapati bahwa dharma itu diumpamakan sebagai jalan atau alat bahkan diibaratkan sebagai perahu (alat untuk menyebrang) dari dunia yang tidak kekal ini ke pulau harapan yaitu sorga, Cudamani (1987;14).

Weda memberikan empat buah jalan yang bisa ditempuh untuk mencapai tujuan moksatam-jagathita. Keempat ini sama utamanya,

Apa makna catur marga?

Catur marga berasal dari dua kata yaitu catur dan marga. Catur berarti empat dan marga berarti jalan/cara atapun usaha.


Catur Marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. ‘jalan’ atau upaya menghubungkan atman dengan brahman sehingga ada ‘kedekatan’ untuk tujuan kemuliaan atman, dengan harapan semoga jika tiba saatnya kita wafat, atman dapat bersatu dengan brahman. Dengan kata lain, untuk mencapai moksah, yakni tujuan hidup tertinggi dari catur purushartha (dharma, artha, kama, moksa). Catur marga juga sering disebut dengan catur marga yoga.

Di dalam agama Hindu tidak ada suatu keharusan untuk menempuh satu-satu jalan, karena semua jalan untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa diturunkan oleh-Nya untuk memudahkan umat-Nya menuju kepada-Nya. Empat jalan untuk menghubungkan diri, yang dimaksud adalah menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa akan berhasil bila didukung dengan metode, media maupun lokasi spiritual yang kondusif untuk itu, di samping personalitas pribadi orang yang menghubungkan diri kepada-Nya.

Yang disebut Catur Marga Yoga adalah :
  1. Bhakti Marga Yoga, mengutamakan penyerahan diri dan mencurahkan rasa;
  2. Karma Marga Yoga, mengutamakan kerja tanpa pamerih untuk kepentingan diri sendiri, dengan mengutamakan pengabdian sebagai motivator dari geraknya;
  3. Jnana Marga Yoga, mengutamakan akal yang membangkitkan kesadaran;
  4. Raja Marga Yoga, mengajarkan pengendalian diri dan konsetrasi.

Sumber ajaran catur marga ada diajarkan dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada trayodhyaya:
  • Pertama, tentang karma yoga marga yakni sebagai satu sistem yang berisi ajaran yang membedakan antara ajaran subha karma (perbuatan baik) dengan ajaran asubha karma (perbuatan yang tidak baik) yang dibedakan menjadi perbuatan tidak berbuat (akarma) dan wikarma (perbuatan yang keliru). Karma memiliki dua makna yakni karma terkait ritual atau yajna dan karma dalam arti tingkah perbuatan.
  • Kedua, tentang bhakti yoga marga yakni menyembah Tuhan dalam wujud yang abstrak dan menyembah Tuhan dalam wujud yang nyata, misalnya mempergunakan nyasa atau pratima berupa arca atau mantra.
  • Ketiga, tentang jnana yoga marga yakni jalan pengetahuan suci menuju Tuhan Yang Maha Esa, ada dua pengetahuan yaitu jnana (ilmu pengetahuan) dan wijnana (serba tahu dalam penetahuan itu).
  • Keempat, Raja Yoga Marga yakni mengajarkan tentang cara atau jalan yoga atau meditasi (konsentrasi pikiran) untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa.


Berikut sloka yang mendukung adanya perbedaan jalan dalam menuju tuhan;
Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham, mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah (Bhagawadgita, 4:11)
Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha.

Mengartikan sloka di atas haruslah kita lebih dalam menyimak hakekat apa yang tersirat didalamnya?
Apa pengertian kata jalan mana dari sloka di atas, apakah yang dimaksudkan itu keyakinan/agama, cara menuju, atau laku yang harus dilaksanakan?
yang dimaksudkan dengan kata jalan mana adalah lebih cendrung kepada persoalan keyakinan/agama. Artinya, keyakinan apapun atau agama apapun yang dianut seseorang dalam tujuan mencari Tuhan, diterima oleh Nya.

Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati, tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham (Bhagawadgita, 7:21)
Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang, Aku perlakukan mereka sama dan Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap
Sloka ini, disamping sifatnya memberi penegasan terhadap sloka di atas, juga mempunyai makna yang sangat universal yaitu; bahwa 
Kresna memberitahukan kepada umat manusia, bahwa di dunia ini akan ada agama lebih dari satu dan Tuhan mempersilahkan kepada manusia untuk memilih, mana yang akan dijadikan dasar kayakinannya. 
Dan oleh setiap agama akan diajarkan bagaimana cara sembahyang, berdoa, mantra-mantra, pujian-pujian yang menuju kepada Tuhan. 
Sloka ini juga mengajarkan kepada kita untuk saling menghormati sesama pemeluk agama, janganlah saling menghina, saling menyombongkan agama. Karena semua agama bisa ada di dunia adalah karena kehendak Tuhan dan bukan karena kemauan manusia. Karena apabila ada orang yang menghina atau melecehkan agama lain, sebenarnya orang tersebut sangat tidak mengerti secara mendalam tentang keberadaan agamanya sendiri. 
Maka dari itu sebagai orang yang memeluk agama Hindu sudah seharusnya mendalami ajaran kitab suci Weda, agar kita dapat menjelaskan kepada pemeluk agama lain baik melalui media televisi, radio, koran ataupun melalui langsung dalam acara diskusi, bagaimana sejatinya ajaran agama Hindu. Jangan sekali-kali memberikan penjelasan yang sifatnya asal-asalan dan bisa dikejar lagi dengan pertanyaan selanjutnya dan kita akhirnya tidak bisa memberikan jawaban yang benar dan dapat diterima oleh akal manusia.

Bagaimana hubungan Bhagawadgita IV sloka 11 di atas dengan ajaran catur marga, 

  • apakah kita cukup memilih salah satu dari marga tersebut untuk menuju kepada Tuhan? 
  • apakah setelah memilih salah satu dari catur marga, manusia tidak perlu lagi melalukan marga yang lainnya? 

Jawabnya sederhana saja. 
Setiap orang bebas memilih salah satu dari keempat jalan ini, sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing, tidaklah mesti orang harus berpegangan pada satu marga Yoga saja, bahkan keempatnya itu hendaknya digerakkan secara harmonis seperti halnya seekor burung.
Kalau diumpamakan bahwa sayap kiri dari burung adalah Jnana Marga, maka sayap kanannya adalah Bhakti Marga. Seekor burung akan bisa melayang dengan baik kalau sayap kiri dan akannya seimbang.
Burung tidak akan bisa mencapai tujuanya yang dikehendaki walaupun memiliki daya dorong yang kuat.
Kemudian sayap ekor yang berfungsi sebagai kemudi mengarahkan sebaik-baiknya supaya jangan terbangnya menyimpang dari tujuan.
Ketika seseorang memilih salah satu marga dari catur marga dalam perjalanan hidupnya menuju Tuhan, katakanlah Karma Marga, maka pilihannya ini diterima oleh Tuhan dalam arti ya tidak disalahkan karena pilihannya tersebut sesuai dengan tingkat kecerdasan pada saat itu. Mungkin yang lainnya memilih Bhakti Marga, dan yang lain memilih Jnana Marga atau Raja Marga, hal ini sangat tergantung dari kapasitas kecerdasannya masing-masing. 
Pertanyaannya, 

  • apakah dengan hanya melaksanakan Karma Marga seseorang bisa menuju kepada tataran puncak yaitu menyatu dengan Sang Pencipta (Aham Brahman Asmi)? 
  • Apakah dia tidak perlu melaksanakan Bhakti, Jnana dan Raja Marga ? 

Menurut saya sangat perlu. 
Pertama-tama kita melaksanakan Karma Marga (jalan kerja), selanjutnya melaksanakan Jnana Marga (jalan ilmu pengetahuan). Dengan memiliki ilmu pengetahuan, maka pelaksanaan Karma Marga menjadi lebih baik. Dengan ilmu pengetahuan pula, diharapkan pelaksanaan Bhakti Marga (jalan bakti) dan Raja Marga (jalan semadhi) akan sesuai dengan ajaran Weda yang sejati, artinya bukan hanya sekedar berdasarkan sastra atau yang tersurat saja. 

Jelaslah, bahwa seseorang dalam tujuan hidupnya menuju kepada Tuhan tidaklah cukup menjalankan hanya salah satu dari Catur Marga. Karena Catur Marga adalah merupakan tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan dalam kehidupan seharihari, sehingga akhirnya sampai pada puncak kesadaran yaitu samadhi dimana pikiran manusia sudah mencapai titik nol (kosong). 

Tidaklah mungkin seseorang akan dapat mencapai tingkat samadhi apabila tidak didasari dengan Jnana (pengetahuan) yang benar tentang tata cara bagaimana melaksanakan semadhi. 
Bagaimana seseorang bisa dikatakan benar dalam melaksanakan bhakti kalau tidak didasari oleh pengetahuan yang benar tentang cara sembahyang sesuai dengan ajaran Weda?
Kesimpulannya, bahwa keempat jalan yang diajarkan oleh kitab suci Weda haruslah dilaksanakan semuanya dalam kehidupan sehari-hari bagi mereka yang berniat untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan, hanya waktu pelaksanaannya yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari masing-masing orang, karena situasi dan kondisi untuk setiap orang tidaklah sama.

Dalam Bhagawad-Gita telah dijelaskan dengan gamblang keempat jalan tersebut. 
Masing-masing jalan ini adalah berdiri sendiri menuju tuhan dan ketika tujuan tercapai keempatnya nampaknya lebur menjadi satu. Cinta agung pengetahuan ketuhanan, meditasi yang benar dan perbuatan tanpa mengharapkan hasil pada hakekatnya tidak dapat dibedakan satu sama lain.

Gita menegaskan keempat jalan tersebut harus diikuti dan disatukan bukan hanya ketika tujuan telah tercapai tetapi sebagai jalan-jalan menuju perjalanan. Manusia memiliki kemampuan yang komplek akal budi, kehendak, emosi, dan dorongan bertindak dan dia harus mencari penyatuan dengan tuhan melalui jalan-jalan itu. Dia harus aktif sekaligus mediatif, dia harus mengolah kecerdasandan mencari pengetahuan utama dan juga mengolah cinta kasih bagi mahluk tuhan.

Jnana Yoga artinya penyatuan melalui pengetahuan atau sering dikonotasikan dengan analisis intelektual yang membawa presepsi langsung tentang tuhan yang bersifat transenden maupun imanen, realitas terdalam baik manusia maupun alam semsesta. untuk mencapai realisasi langsung ini dan pemahaman ttg sang diri, jnana yoga menganjurkan disiplin-disiplin ttt yang hasrus dilakukan setelah proses rasionalisasi.

pertama harus belajar membedakan antara nyata dan tidak nyata
nasato vidyate bhavo
nabhavo vidyate sataḥ
ubhayor api drsto ’ntas
tv anayos tattva-darsibhih (BG-2.16)
apa yang tidak ada, tidak akan pernah ada dan apa yang ada tak akan pernah lenyap. orang yang telah memiliki pengetahuan tentang kebenaran memahami keduanya

satu-satunya relaitas yang kekal abadi, tak terbatas tak dapat dihancurkan, meresapi seluruh alam semesta. itu sama dengan sang diri didalam manusia dan realitas dialam semsta. apapun yang kita candra/rasakan atau alami memiliki awal dan akhir. karena itu kemampuan kita untuk memilah-milah harus mambawa kita ke realitas abadi sang diri/tuhan ditengah obyek-obuek yang berlalu dengan cepat dan pengalaman hidup dan mati.

Tattwadarsibhih, mereka yang mampu melihat hakekat pertama. Dalam hal ini tentu Tattwa sebagai hakekat dalam arti “Itu” dalam bentuk keituanya. Dalam mantra hakekat itu secara mistik diungkapkan sebagai “OM TAT SAT” (Om itu yang sesungguhnya).

Rangkaian penejelasan ini dapat dirangkai dengan Isa Upanisad (11-14), sebagai ajaran “Sat Karyawada” yang tidak saja dianut oleh madzab Nyaya – Waisesika tetapi juga oleh Sankhya dan Yoga.

Demikian halnya dalam setiap pelaksanaan Upakara Yadnya dipahami dengan tepat / didasari oleh Tattwa, agar supaya tujuan hidup beragama dapat dicapai dengan baik, yaitu Dharma – Artha – Kama – Moksa.

yam hi na vyathayanty ete
purusam purusarsabha
sama-duhkha-sukham dhiram
so ’mrtatvaya kalpate (BG - 2.15)
orang yang tenang merasakan sama antara susah dan senang. Orang seperti inilah yang berhak hidup kekal

karena kita mengetahui bahwa hanya diri ini yang nyata, kita seharusnya melepaskan keinginan akan kenikmatan dan belajar menyadari sumber kebahagian terbesar dalam Sang Diri yang berada dalam diri kita.
sri-bhagavan uvaca
prajahati yada kaman
sarvan partha mano-gatan
atmany evatmana tustah
sthita-prajnas tadocyate (BG - 2.55)
ketika seseorang dapat melenyapkan segala keinginann dalam hati dan hanya puas dengan Sang Diri, hanya dialah yang pantas disebut bijaksana.

untuk mengikuti jalan filsafat juga berarti mengikuti jalan pengendalian diri, dan gita menekankan kebenaran ini dalam sloka

nasti buddhir ayuktasya
na cayuktasya bhavana
na cabhavayatah santir
asantasya kutah sukham (BG - 2.66)
orang yang tidak mempunyai hubungan dengan tuhan tidak mungkin memiliki kecerdasan rohani maupun pikiran yang mantap. Tanpa kecerdasan rohani dan pikiran yang mantap tidak mungkin ada kedamaian. tanpa kedamaian mana mungkin ada kebahagiaan

indriyanam hi caratam
yan mano 'nuvidhiyate
tad asya harati prajnam
vayur navam ivambhasi(BG - 2.67)
seperti perahu yang berada pada permukaan air dibawa lari oleh angin kencang, kecerdasaan seseorang dapat dilarikan bahkan oleh satu saja diantara indria2 yang mengembara dan menjadi titik pusat untuk pikiran

jnana yoga sebenarnya adalah proses neti, neti, bukan ini, bukan ini. Sang diri harus tidak diidentikan dengan entitas-entitas yang sementara seperti tubuh, pikiran dan panca indria atau dng obyek lain. Ketika seseorang telah menjadi ahli dalam membedakan diri sejatinya dengan yang bukan diri, dia mengalami pembebasan yang merupakan tujuan utama dari agama veda

“laksana perahu layar hanyut dalam air”, begitulah diibaratkannya pikiran atau bijaksanaan menuruti apa saja yang dikehendaki berdasarkan pancainderanya.

Arti sederhananya Prawrtimarga Marga dan Niwrtti Marga harus dipahami untuk mencapai hakekat tujuan Hidup dan mengatasi konflik pribadi yang terjadi pada setiap diri manusia yang bersumber dari sifat lemah dan kebodohannya.

Untuk itu maka perlu disampaikan ajaran rasionalisme atau Jnana Yoga dan perlu Praktek Yoga yang merupakan ajaran disiplin moral sebagai upaya untuk mencapai tujuan hidup beragama (Moksa).

Manusia yang akalnya hebat tetapi tanpa rasa adalah sama dengan Komputer atau Mesin, sebaliknya orang yang rasa (emosinya) tinggi tanpa diimbangi dengan akal, akan menjadi “kedewan-dewan”, bhakti dan jnana sangat perlu hebat tetapi harus seimbang.

Akal yang hebat dan rasa yang kuat akan sangat berguna kalau dapat diarahkan ke suatu tujuan yang baik, sebab itu diperlukan konsentrasi supaya jangan menyimpang dari arah (Raja Marga Yoga).

Kalau akal dan rasa sudah seimbang arah sudah terpusat maka orang akan bisa mencapai prestasi yang sangat tinggi.

Prestasi yang tinggi kalau digunakan untuk kepentingan diri sendiri akan membahayakan, oleh sebab itu perlu kehebatan yang dimiliki oleh manusia itu diabdikan untuk kepentingan orang banyak (Karma Marga).

Demikianlah akal dan rasa dipadukan secara seimbang, tekad yang kuat dan terkendalikan serta terarah ditujukan untuk pengabdian



Artikel yang terkait dengan jalan mencari Tuhan - Catur Marga:
Catur Marga (empat jalan) yang harus dilaksanakan manusia dalam usahanya untuk mencapai tingkat kesadaran tertinggi yaitu kembali kepada Yang Maha Pencipta, merupakan satu kesatuan yang satu sama lainnya sangat berkaitan, sehingga keempat karma tersebut harus dipahami dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan Jnana (ilmu pengetahuan) tentang hukum ketuhanan yang ada dalam kitab suci sebagai dasar untuk meluruskan pelaksanaan marga-marga lainnya.

Akan terdapat perbedaan yang kelihatannya kontradiktip dalam pelaksanaan sembahyang antara mereka yang masih dalam tahap menjalankan karma dan bhakti marga dengan mereka yang sudah dalam tahapan menjalankan raja marga. Sembahyang raga dan sembahyang rasa adalah bagi mereka yang masih dalam tingkatan karma dan bhakti marga. Sedangkan bagi mereka yang sudah dalam tahapan melaksanakan raja marga, cara sembahyangnya sudah pada tingkatan sembahyang cipta dan sukma. Mereka sudah bisa sembahyang dalam keadaan sedang bekerja, berjalan, duduk santai dengan pakaian yang sederhana, sambil ngobrol dan mereka cendrung terlihat aneh dimata kebanyakan orang. Dan yang paling penting, perbedaan itu tidak perlu diperdebatkan atau dipermasalahkan, karena hal ini sangat tergantung dari tingkat pemahaman (jnana) masing-masing orang. Akan tetapi satu kunci yang paling penting untuk dipahami dan dijalankan, bahwa yang kita sembah adalah hanya satu yaitu Tuhan Yang Maha Absolut, tidak ada yang lain dan tidak melalui perantara siapapun baim itu dewa, bhatara ataupun leluhur. Masing-masing individu bertanggung jawab mutlak kepada Tuhan atas karma yang dia laksanakan di dunia, tidak ada orang lain yang bisa mewakili.

Sebagai penutup dari tulisan ini, para pembaca yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih luas dibidang agama dan spiritual agar berkenan melengkapi tulisan ini yang masih jauh dari sempurna, sehingga akan lebih berguna bagi pembaca lainnya.

Akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Sempurna dan Maha Mengetahui jualah kita bersujud, karena semua kata-kata dan kalimat di atas adalah atas restu-Nya. demikianlah sekilas tentang jalan mencari Tuhan - Catur Marga, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar