Google+

Upacara Ngaben - Pitra Yadnya

Upacara Ngaben - Pitra Yadnya

ini merupakan ringkasan dari buku: "Mengapa Mayat Dibakar" karangan I Gusti Ketut Kaler, Yayasan Dharma Naradha, 1993
Ngaben berasal dari kata abu > abuan > abon > ngabon > ngaben
Meninggal sebelum kepus pusar
belum terhitung mahluk buana agung (dunia ) ini, dinilai sejajar dengan dewa. Upacara yang dibuat di rumah saat meninggal ditujukan untuk menyucikan ibu dan sang catur sanak juga pihak lain yang membantu atau ikut ambil bagian  saat bayi dilahirkan.

Sesudah kepus pungsed
upakara yang dibuat saat bayi meninggal untuk ngeluhurang Bhatara Kumara, juga mengembalika sang catur sanak dan juga upakara pemarida kecuntakan.
Usia 105 hari s/d sebelum gigi tanggal, hanya sawa anak telah berusia lebih dari 5 bulan boleh atau sebaiknya dibakar. Abunya dimasukkan dalam klungah nyuh gading. Yang berumur dibawahnya, diberi tirta pengentas baru dikubur. Abu di klungah nyuh gading disuguhkan sesaji sederhana, kemudian dihanyut ke sungai atau ke laut. Sebelum tirta pengentas tadi perlu juga dimohonkan tirta dari pemerajan, Kahyangan Tiga, Prajapati dan beberapa pura lainnya. Pada umur ini tidak perlu dilanjutkan  pada upacara atma wedana (memukur)

Sanggah Tutuan dan Sanggah Arda Candra

Sanggah Tutuan dan Sanggah Arda Candra

Sanggah tutuan

SANGGAH TUTUAN

Sanggah Tutuan terbuat dari bambu yang berbentuk segi empat sama sisi dan biasanya memakai atap kelabang atau ijuk, dan pada sumbu atas dibentuk simpul yang menyerupai kerucut seperti rambut pendeta. Sanggah ini bertangkai dua sebagai kakinya yang tertancap ke tanah, sedangkan bagian atasnya masing-masing beercabang dua menyangga keempat sudut sanggah.

Pajeng Kober Umbul-umbul dan Lelontekan

Pajeng Kober Lelontekan

Pajeng kober dan lelontekan

KOBER (Bendera)

Bendera atau kober ini tidak sama dengan bendera biasa melainkan pada ujung bendera ini berisi tombak dan berisi gambar Anoman yang disebut Sang Marutsuta. Bendera ini merupakan simbul angin sebagai pelindung dan berada pada urutan ke empat setelah umbul-umbul kalau diidentifikasikan dengan sastra maka, sastranya " Mangkara."

Klakat atau Pancak

Klakat atau Pancak

Klakat (Kelakat) terbuat dari bambu, dianyam sedemikian rupa berbentuk segi empat bujur sangkar dengan ukuran bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan upacara. Pada kelakat memiliki lubang-lubang segi empat dengan aturan lubangnya pada sisi yang satu berjumlah lima lubang dan sisi yang lain lima lubang juga, sehingga jumlah lubang semua dua puluh lima lubang.

Disebut pancak berasal dari kata panca atau lima, karena memiliki lubang setiap sisi adalah lima, dan kata panca disini mengandung makna sebagai simbul kekuatan Panca Maha Bhuta. Karena kekuatan Panca Maha Bhuta merupakan kekuatan prakerti (acetana ) sebagai salah satu kekuatan pendorong dari pesembahan atau korban suci kehadapan Sang Hyang Widhi, karena Sang Hyang Widhi adalah merupakan kekuatan purusa ( cetana ), dengan kata lain mempercepat proses penyatuan antara Sang Pencipta dengan mahluk ciptaan-Nya. Pancak dipakai sebagai alas suatu upacara.
Contoh : sebagai alas upakara caru, upakara saji, dll

Uparengga ORTI

Uparengga ORTI
Orti dibuat dari daun rontal tua, dibentuk sedemikian rupa yang terdiri dari beberapa bagian :
  1. Orti Bagia
  2. Orti Pulu
  3. Orti Kerang Melok
  4. Orti Beringin

Orti Bagia, orti  ini dibentuk dan disusun dari sebuah tangkai bambu yang panjangnya kira-kira 10cm dari ujungnya dibuat silang, dan antara ujung silang dihubungkan dengan benang berwarna empat warna yaitu warna putih, merah, hitam dan kuning. Pada ujung-ujung silang benang tersebut disatukan pada ujung tangkai orti tadi seolah-olah bersumbu keatas. Diatas silang ditusukkan anyaman berbentuk burung dan yang paling atas ditusukkan cili (simbul muka) digantungkan uang kepeng bolong sebanyak 7, 9 atau 11 kepeng sesuai dengan status bangunan suci yang akan dipelaspas.

Jenis ulatan kelabang

Jenis ulatan kelabang

setiap melakukan upacara, pastilah krama bali melihat jenis anyaman ini, yang terbuat dari daun kelapa. umumnya anyaman ini sering disebut dengan Kelabang.

Kelabang adalah sebuah anyaman dari daun kelapa tua yang pelepahnya masih utuh, sehingga kelihatan seperti sebidang dinding.

Makanya dan fungsi kelabang kurang lebih sebagai berikut : Kelabang berasal dari dua suku kata yaitu kala dan abang, dimana suku kata kala dapat diartikan suatu kekuatan Sang Hyang Widhi yang bermutu Asuri Sampad (keraksasaan).

Dengan adanya kekuatan kala, akan menimbulkan kesidian, karena kala tersebut adalah merupakan manifestasi dari Tri Guna ( Rajasika ) sehingga hal tersebut akan menjadi kekuatan gaib tertentu.

apa itu Uparengga?

apa itu Uparengga?

Pemahaman masyarakat tentang uparangga atau sarana upacara umat Hindu masih bersifat individual. Kami berusaha menganggkat tentang sarana upacara Umat Hindu agar perangkat-perangkat tersebut dapat dipahami generasi muda sebagai generasi penerus sehingga kelestariannya dapat berlanjut dari generasi ke generasi.

Dapat kami berikan makna dan pengertian uparangga sebagai berikut :
Uparengga berasal dari suku kata upa-re-angga, mengandung pengertian bahwa:
  • UPA = perantara, 
  • RE = raditya (sinar suci), dan 
  • ANGGA = wujud atau merupakan perwujudan Ida Sanghyang Widhi.
Jadi uparengga adalah semua bentuk perangkat upacara yang merupakan simbul perwujudan Sanghyang Widhi melalui kekuatan sinar suci-Nya.
beberapa macam uparangga:
selain itu, Uparengga lainnya adalah:

LINGGA YONI

Lingga Yoni dibuat dari daun rontal yang tua dibentuk sedemikian rupa sampai berbentuk linggayoni. Pada ujung lingga dihias dengan daun beringin yang ditusuk dan diletakkan pada ruang bangunan suci yang akan diplaspas.
Lingga Yoni mengandung makna dan maksud telah manunggalnya kekuatan prakerti dan purusha Sanghyang Widhi dan bermanifestasi menjadi Dewa, Bathara sesuai dengan fungsinya.

SEBATANG TEBU

Perangkat upacara ini merupakan simbul kekuatan Sang Hyang Panca Kosika, yang berfungsi sebagai penetralisir dari kekuatan yang bersifat adharma. Tebu batangan ini biasanya dipergunakan pada waktu ada upacara piodalan di pura-pura, pada saat melasti ke segara. Tebu dibawa pada barisan depan. Tebu batangan juga dipergunakan pada saat runtutan upacara perkawinan yaitu dalam upacara mulih ngalang atau pewarangan.

Mudah-mudahan apa yang berusaha kami paparkan dan informasikan bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan agama. 

Kami menyadari penulisan ini masih banyak kekurangan-kekurangan, semoga dengan pandangan-pandangan umat sedarma kami dapat menyempurnakannya lagi.

sekilas tentang Lontar Siwagama - Siwa Budha

sekilas tentang Lontar Siwagama - Siwa Budha


LONTAR SIWAGAMA

Siwagama merupakan teks yang tergolong jenls tutur yang juga disebut Purwagamasasana. Siwagama merupakan salah satu karya Ida Padanda Made Sidemen dari Geria Delod Pasar Intaran, Sanur. Karya ini diciptakan pada tahun I938, konon alas permintaan raja Badung.

Pengarang memulai teksnya dengan menyebutkan bahwa kisah cerita diawali dengan perbincangan raja Pranaraga dengan pendeta istana (Bagawan Asmaranatha) tentang tattwa mahasunya. Agama Hindu sesungguhnya menganut paham monotheisme bukan politheisme. Tuhan hanya satu tidak ada duanya, namun orang bijaksana menyebut-Nya dengan banyak nama.

Berbagai sebutan Tuhan muncul dalam agama Hindu karena Tuhan tidak terbatas adanya. Akan tetapi, kemampuan manusia untuk menggambarkan hakikat Tuhan sangat terbatas adanya. Di dalam teks Siwagama disinggung berbagai sebutan Tuhan. seperti Sanghyang Widhi. Sanghyang Adisuksma. Sanghyang Titah, Sanghyang Anarawang, Sanghyang Licin, Sang Acintya. dll

Sanggah Tawang dan Sanggah Surya

Sanggah Tawang dan Sanggah Surya

contoh sanggah surya
seperti kita ketahui, umat hindu bali secara tidak langsung memberikan posisi penting pada salah satu dari 33 dewa dalam Rg Weda, yaitu Dewa Surya. Buktinya dengan menempatkan Sanggar Surya pada setiap aktifitas yadnya, minimal ada posisi tinggi yang menggambarkan linggih (kehadiran) dewa surya.

SANGGAH SURYA

di beberapa daerah, danggah surya sering uga disebut dengan SANGGAH AGUNG.
Sanggah mengandung arti sumber, sedangkan Agung merupakan kewibawaan atau kharisma Sang Hyang Siwa Raditya atau Sang Hyang Surya.
lebih lanjut silahkan baca: "Hyang Siwa raditya"

sanggar surya, dibuat lebih tinggi dari pinggang, bahkan saat upacara mlaspas bangunan, merehab bangunan serta saat melakukan karya piodalan (dewa yadnya), sanggar surya dibuat lebih tinggi dari tinggi penghuni rumah tempat dilaksanakan karya yadnya. secara umum, sanggar surya dibuat dengan 4 batang bambu yang ditancapkan disisi timur laut tempat melakukan karya yadnya. Sanggah ini berbentuk segi empat panjang mirip dengan Sanggah Tawang hanya ruangannya satu dan memakai atap lalang atau kelabang. Sanggah ini digunakan pada setiap upacara keagamaan yang merupakan stana pemujan kepada Sang Hyang Siwa Raditya.

SANGGAH SURYA ” ini selalu dibangun dan difungsikan serta dianggap tidak sah ( selesai ) suatu upacara yajna, bila tidak disaksikan oleh Sang Hyang Surya. kelengkapan sanggah surya diantaranya pohon pisang yang disebut ” Kadali ” lengkap dengan bunganya atau biu lalung ( Kadalipuspa ) dan pohon ” Peji uduh ” itu sebagai pengganti pohon-pohon sorga, mengingat pohon-pohon lainnya seperti beringin dan ancak selalu digunakan dalam upacara agama Hindu. Dengan demikian penempatan pohon pisang dan peji uduh tersebut terkait dengan Sang Hyang Surya yang tidak memiliki sthana di bumi, oleh karenanya sthananya disebut ” SANGGAR TAWANG “, altar di langit.

Upacara Potong Gigi atau Mepandes

Upacara Potong Gigi atau Mepandes

Salah satu upacara Manusa Yadnya yang wajib dilaksanakan oleh umat hindu bali adalah Yadnya Mepandes. Upacara Potong Gigi sering juga disebut dengan Mepandes, Metatah atau Mesangih.

Bila disebutkan mepandes, yaitu saat mengawali ritual potong gigi dimana mangku sangging akan melaksanakan memahat gigi si anak yaitu empat gigi seri dan dua gigi taring bagian atas dan secara simbolis, selanjutnya dilakukan pemotongan gigi (mengasahnya) dengan mempergunakan kikir.

Dalam bahasa bali disebutkan dengan istilah “Nandes” dengan mendapatkan awalan “me” menjadi mepandes.
Nandes disini sama artinya dengan Tekanan atau menekan (menekankan) sehingga menjadi mepandes yaitu menekankan.
Bukan hanya menekan akan tetapi di lanjutkan dengan mengasahnya sehingga menjadi rata dan rapi. Sebab ada kemungkinan gigi sebelahnya dalam keadaan pendek, bukannya lantas harus sama.

Sad Ripu - Enam Musuh Manusia

Sad Ripu - Enam Musuh Manusia

Sad Ripu berasal dari kata sad yang berarti enam dan ripu yang berarti musih. Jadi sad ripu adalah enam musuh. Musuh yang di maksud adalah musuh yang berasal atau bersumber dari dalam diri manusia itu sendiri. Sebagaimana tercantum dalam kekawin Ramayana, Bab 1 (Wirama Sronca) bait 4 sebagai berikut:
Ragadi musuh mapareng
Rihati ya tongwanya tan madoh riawak
Yeka tan hana ri sira
Prawira wihikan sireng niti” (kekawin Ramayana 1.4)
Artinya:
Keinginan (kama) dan semua jenis musuh yang terdekat di dalam hati (pikiran) tempatnya tidak jauh dari badan sendiri.

Yang semacam itu tidak ada dalam diri beliau (Dasarata) Sifat ksatria yang dimilikinya, serta pintar dalam menjalankan pemerintahannya. Sesungguhnya Sad Ripu tersebut bibitnya telah terbawa bersamaan dengan karma wasana sejak kelahiran. Demikian pula dengan Sad Ripu akan selalu muncul akibat perpaduan dari Tri Guna, terutama atara sifat rajas dan tamas, hal inipun akibat rangsangan dari benda-benda dan pengaruh lingkungan hidupnya. Maka wiweka-pengetahuan disertai dengan sifat satwamlah sebagai pengendalinya. Perpaduan rajas dan tamas sebagai perangsang munculnya Sad Ripu yang tak bisa diredam dengan satwan dan dharma akan menghasilkan asubha karma (perbuatan buruk), namun sebaliknya apabila dapat di atasi dengan satwan dan dharma, yang muncul adalah subha karma. (perbuatan baik).

Sad ripu adalah enam musuh yang ada dalam diri manusia.
Bagian-bagiannya adalah: