Google+

Sekilas Babad Arya Kanuruhan

Kebo Anabrang putra Sirarya Katanggaran Arya Kediri kemudian dikenal dengan nama Arya Sabrang, karena diutus menyerang daerah seberang (Melayu) oleh raja Kertanegara, berhasil menawan Dara Petak dan Dara Jingga. Dalam rangka penyerangan ini, Kebo Anabrang datang ke Tanah Melayu dengan pasukan yang disebut dengan nama pasukan Pamalayu. Kedatangan pasukan Pemelayu dari daerah Melayu setelah menyelesaikan masa tugasnya maka setibanya di Singosari mereka tidak melihat lagi kerajaan Singosari, Singasari telah hancur, sehingga datanglah Kebo Anabrang ke kerajaan Mojopahit karena kerajaan Mojopahit adalah di perintah oleh Raden Wijaya yang merupakan pewaris langsung dan kerajaan Singosari, maka kedua putri itu diserahkan kepada raja Majapahit (Raden Wijaya).

Dara Petak diperistri oleh Raden Wijaya, yang nantinya melahirkan putra bernama Kala Gemet. Sedangkan Dara Jingga kawin dengan keluarga raja maka lahirlah Aditya Warman, yang nantinya menjadi raja di kerajaan Melayu.

Perkawinan Arya Sabrang dengan putri Singosari, melahirkanlah ia seorang putra bernama Kebo Taruna, yang merupakan nama yang diberikan oleh ayah beliau saat beliau masih kecil, sedangkan nama julukan yang diberikan kepadanya, bila menghadapi perang dan sebagai Panglima perang, adalah Sirarya Singha Sardhula, karena beliau bagaikan Singha menghadapi musuh di medan perang. Lama kelamaan Kebo Taruna ini diberi pula julukan Kanuruhan saat beliau diajak oleh Gajah Mada mengadakan penyerangan ke Bali, dalam rangka melaksanakan sumpah Palapa. Beliau diberi nama Kanuruhan karena jabatan beliau dalam Expidisi ke Bali, beliau diberikan pangkat sebagai Kanuruhan, yang lama kelamaan beliau memakai gelar Sirarya Kanuruhan.

Tahun 1343 adalah mempakan tahun Expedisi ( penyerangan ) Gajah Mada ke tanah Bah, karena pada waktu ini Raja Bali yang bergelar Sri Asta Sura Ratna Bhumi Banlen telah merasa yakin akan kekuatan dirinya dan ingin melcpaskan diri dari kerajaan Mojopahit yang pada waktu ini diperintah oleh seorang raja putri bernama Tri Bhuana Tungga Dewi, karena pada umumnya raja raja Bali sangat erat hubungannya ( hubungan darah } dengan raja Kediri, sehingga sangatlah sukar bagi raja Bali untuk inelepaskan diri dengan raja Kediri.

Untuk itu raja Bali mengadatan persekongkolan dengan raja Suradenta dan Suradenti dari Kerajaan Blambangan dalam rangka bekerja sama untuk menggempur Mojopahit, dan kerja sama ini di tanda tangani oleh Maha Patih Pasung Grigis mengatasnamakan raja.

Pimpinan Expedisi ke tanah Bali, di pirnpin langsung oleh Gajah Mada beserta Arya Arya lainnya sehingga Bali di kepung dan di gempur dari empat jurusan yakni
  • Dari jurusan Timur di bawah pimpinan Gajah Mada, Arya Gajah Para dan Arya Getas
  • Dari jurusan Utara di bawah pimpinan Arya Damar, Arya Sentong dan Arya Kuta waringin
  • Dari jurusan Barat di pimpin oleh tentara Sunda
  • Dari jurusan Selatan di pimpin oleh Arya Kenceng, Arya Belog, Pengalasan, Arya kanuruhan, dan Arya Belotong.
Sedangkan Panglima Bali pada saat ini muncullah:
  • Menghadapi serangan Timur, dipimpim oleh Ki Tunjung Tutur dan Ki Kopang
  • Menghadapi serangan dari Utara Ki Girilemana dan Ki Bwangkang.
  • Menghadapi serangan dari Selatan, di pimpin oleh Ki Gudug Basur, Dhemung Anggeh, dan Ki Tambyak,
  • Menghadapi serangan umum, Ki Pasung Grigis dan Pangeran Madatama
Dalam perang yang sengit ini masing-masing Panglima telah di hadang oleh Panglima Bali, maka tersebut si Arya Kanuruhan yang memimpin pasukan dari Selatan disambut dengan gegap gempita oleh tentara Bali dengan sorak gemuruh beserta gagah perkasa sehingga terjadi pertempuran yang sangat mengerikan, banyak para tentara yang gugur di medan perang. Ki Tambyak dapat di kalahkan oleh si Arya Kenceng, sedangkan Ki Gudug Basur sangat kebal tidak ditembus dengan senjata. Perang yang dasyat antara Si Arya Kanuruhan dengan Ki Gudug Basur, sama-sama kuat dan sama sama kebal. Oleh karena Ki Gudug Basur hanya sendirian, menghadapi Panglima Mojopahit silih berganti, akhimya Ki Gudug Basur mati kepayahan kehabisan nafas.

Bedahulu terkepung dari semua jurusan pertempuran berkobar dan menimbulkan korban yang sangat banyak.Pangeran Madatama pemimpin perang merupakan putra mahkota, kerajaan Bedahulu gugur dalam pertempuran dan gugurnya putra mahkota ini menyebabkan sedihnya raja Bedahulu dan akhirnya wafat.

Pertempuran di lanjutkan oieh Ki Pasung Gerigis dan pasukan Ki Pasung Gerigis tidak mampu di tandingi oleh pasukan Gajah Mada dan Arya lainnya sehingga pasukan Gajah Mada merasa kewalahan menghadapi pasukan Pasung Grigis, yang akhimya pasukan Gajah Mada menaikkan bendera putih, untuk mengadakan penindingan dengan Pasung Grigis. Pasung Grigis sangat gembira karena itu terjadilah persahabatan dengan tentara Mojopahit. Pada saat terjadi perdamaian ini datanglah utusan dan Mojopahit, yaitu Kuda Pengasih yang merupakan adik sepupu dari Ken Bebed yaitu istri dari Gajah Mada. Kedatangan Kuda Pengasih ke Bali untuk memohon agar Gajah Mada cepat kembali ke keraton Mojopahit

Pada kesempatan yang baik ini Gajah Mada mengajak Ki Pasung Grigis pergi ke Mojopahit dengan membawa emas manik, sebagai tanda persahabatan. Setelah berada di Mojopahit Ki Pasung Grigis merasa dirinya tertipu, dimana ia menang perang, namun kalah taktik, karena menghadap Mojopahit berarti kalah total

Untuk meredakan hati Ki Pasung Grigis terhadap Mojopahit maka Pasung Grigis diangkat sebagai menteri kerajaan Bedahulu, namun tetap diawasi oleh Gajah Mada, Untuk menguji kesetiaan Pasung Grigis terhadap Mojopahit maka Pasung Grigis di perintahkan untuk menumpas gerakan raja Sumbawa, yang bernama Dedela Natha, yang mgin melepaskan diri terhadap kerajaan Mojopahit, disinilah Ki Pasung Grigis mati dalam medan perang bersama - sama dengan raja Sumbawa dalam perang tanding.

Dengan tiadanya Ki Pasung Grigis terjadilah kekosongan pemerintahan di pulau Bali, walaupun sebahagian besar tentara Expidisi Gajah Mada di tempatkan di pulau ini untuk mengawasi keamanan, tetapi ternyata pasukan ini tidak mempu menjamin ketertiban sepenuhnya, karena tentara Mojopahit kurang bijaksana dan selalu memperlihatkan keangkuhan sebagai seorang pemenang, sedangkan orang Bali belum bisa menerima pemerintahan Mojopahit yang bukan merupakan keturunan raja - raja Daha, dengan demikian keadaan semakin menjadi kacau karena munculnya pemberontakan - pemberontakan.

Melihat keadaan Bali semakin rumit, maka Patih Ulung, Pamacekan clan Ki Pasekan, Kiyayi Padang Subadra memberanikan diri menghadap ke Mojopahit dan mohon diadakan wakil raja yang mampu meredakan ketegangan yang ada di tanah Bali.

Terpikirlah oleh Maha Patih Gajah Mada untuk mencari tokoh yang masih ada hubungannya dengan raja raja Daha, tetapi tidak diragukan kesetiaannya terhadap Mojopahit. Setelah dibandingkan maka terpilihlah putra dari Mpu Kepakisan yang bernama Empu Kresna Kepakisan seorang keluarga Brahmana yang masih ada hubungan darah dengan Daha (Kediri), sehingga dengan pengangkatan ini maka statvis ke Brahmanaannya diturunkan menjadi Ksatrya.

Maka pada tahun ” Yoga Munikang netra den ing Bhaskara ( 1274 Caka atau tahun 1352 Masehi) Sira Rakryan Apatih Gajah Madha menobatkan putra Sri Kresna Wangbang Kapakisan. Dari Sri Kresna Wangbang ini menurunkan keturunan di Brangbangan, Pasuruhan, Sumbawa dan yang memerintah di Bali yang bernama Sira Dalem Ketut Kresna Kapakisan berkedudukan di desa Samprangan (jaman Samprangan). maka beliau tidak memilih tempat di Bedahulu. Akan tetapi beliau menempatkan diri di Samprangan, dengan maksud untuk menjauhkan diri dari ketegangan - ketegangan dalam ibu kota, akan tetapi cukup dekat untuk mengadakan pengawasan, sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan obyektif. Ketertiban Bali ternyata belum bisa ditertibkan, banyak orang Bali Aga masih belum mau menyatakan setia kepada penguasa Samplangan, walaupun sudah dipenuhi tuntutan - tuntutan mereka seperti yang pernah disampaikan oleh Patih Ulung.

Untuk meiemahkan pemberontakan Bali Aga tersebut maka Gajah Mada mengirim beberapa pasukannya ke Bali ; seperti : Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur, dan Arya Gajah Para, sehigga terjepitlah daerah Bali Aga, dan tidak dapat berbuat banyak.

Adapun posisi yang ditempati oleh para Arya, yaitu
  • Arya Kuta Waringin di Gelgel,
  • Sirarya Kenceng di Tabanan,
  • Sirarya Belog di Kabakaba,
  • Sirarya Dalancang di Daerah Kapal,
  • Sirarya Belentong di Pacung,
  • Sirarya Sentong di Carangsari,
  • Sirarya Kanuruhan di Tangkas.
  • Kryan Punta di Mambal,
  • Kryan Jrudeh di Tamukti,
  • Kryan Tumenggung di Patemon,
  • Arya Wangbang turunan Kadiri di Kretalangu,
  • Arya Sura Wangbang, turunan Lasem di Sukahet,
  • Arya Wangbang turunan Mataram tempatnya menyebar,
  • Arya Pamacekan di Bondalem
  • para patih turunan Brahmana kesemuanya berada di bumi Selaparang. Inilah para Arya yang mengukuhkan Bali.
Setelah aman kerajaan, maka disusunlah struktur pemerintahan Bali seperti
  1. Raja: Penguasa tertinggi.
  2. Patih Agung.: Perdana Menteri.
  3. Patih.
  4. Bata Mantra (Tanda Manteri)
  5. Demung (Urusan Upacara).
  6. Temenggung (Pemimpin tentara Rakyat)
Di antara Para Arya itu, tiga orang yang terkemuka yaitu Kepala Menteri Arya Kepakisan, yang kedua Arya Kutawaringin, dan Panyarikan Arya Kanuruhan, karena orang ini merupakan ksatrya keturunan Kediri, dan sangat pandai da!am ilmu pemerintahan Negara.

Untuk mengisi kekosongan dalam pemerintahan, maka diangkatlah Pangeran Nyuh Aya menjadi Patih Agung, Arya Wangbang menjadi Demung.

Tersebutlah sekarang Si Arya Kanuruhan yang menjadi "panyarikan" atau Menteri Sekretaris Negara, beliau seorang menteri terpercaya karena loyalitas pengabdiannya kepada raja/ negara.
beliau bertempat tinggal di wilayah Tangkas kini beliau telah menginjak masa tua dan beliau telah banyak menulis buku - buku tentang Sasana Mantri (job training dari masing - masing Mantri) oleh karena itu beliau selalu diikut sertakan sebagai pendamping raja guna memberikan pertimbangan sesuatu sebelum diputuskan oleh raja.

Raja Bali (Dalem Ketut Kresna Kepakisan) menugaskan Ki Patih Ulung dan warganya yaitu keturunan Mpu Sanak Pitu untuk memelihara dan menyelenggarakan upacara yajnya di seluruh Pura-Pura Kahyangan di Bali sesuai dengan titah raja Majapahit dan Patih Gajah Mada.

Kemudian Sri Aji Kuddha Wandira (Sri Kresna Kepakisan) dari Samprangan mengambil istri yang bernama Ni Gusti Ayu Tirta (Luh Raras) putri Sirarya Gajah Para. Dan Sri Aji mempunyai putra
  1. Ida I Dewa Samprangan,
  2. Ida I Dewa Taruk
  3. Ida Dewa Ayu Wana (meninggal waktu masih kecil)
  4. Ida I Dewa Ketut Ngulesir.
Ada juga saudaranya yang ibunya putri Sira Arya Kutawaringin yang bernama Ida I Dewa Tegal Besung.

Dalem Ketut Kresna Kepakisan wafat pada tahun 1302 atau tahun 1330 Masehi, digantikan oleh putranya, yang sulung yang kemudian terkenal dengan sebutan Dalem Ile (Ida I Dewa Samprangan).

Sira Arya Kanuruhan mempunyai tiga orang putra yang bernama
  1. Kyayi Brangsinga,
  2. Kiyai Tangkas
  3. Kiyai Pagatepan.
Ketiga orang putra Arya Kanuruhan itu juba mengabdikan diri dengan sepenuhnya pada negara seperti ayahnya. Kemudian Kyayi Brangsinga menggantikan ayahnya menjabat "panyarikan".

Dalem Ile tidak mampu mengendalikan roda pemerintahan maka I Gusti Kubon Tubuh, Kyayi Brangsinga dan para Arya yang lain berusaha mencari Dalem Ketut, baginda dijadikan raja berkedudukan di Gelgel.

Lembaran baru jaman Gelgel mulai tahun Çaka 1305 atau 1383 Masehi dimana pemerintahan dipindah ke  Gegel dibawah pimpinan Dalem Ketut Ngulesir. Di dalam menjalankan pemerintahan, Dalem Ketut Ngulesir mengangkat beberapa pendamping antara lain :
  1. Kryan Patandakan, menjadi Tanda Mantri.
  2. Arya Kebon Tubuh, menjadi Patih"Kanuruhan".
  3. Arya Brangsinga menjadi Menteri Sekretaris Negara “Penyarikan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar