Google+

Pencak Silat Dewa Kun-Thauw

Pencak Silat Dewa Kun-Thauw

Kuntao atau kuntau atau Kun-Thauw adalah istilah dalam bahasa Hokkien untuk seni bela diri yang diciptakan oleh komunitas Tionghoa di Asia Tenggara, khususnya Kepulauan Melayu.
Perguruan Dewa Kun Thauw
Secara harfiah berarti "jalan kepalan", kata kuntao lebih akurat diterjemahkan sebagai "pertempuran seni".
Meskipun paling sering dipraktikkan di Malaysia (khususnya Kalimantan), Indonesia, Singapura, dan Filipina. Ini merupakan seni bela diri Tiongkok yang dibawa oleh pedagang, buruh dan pemukim lainnya dari Cina selatan. Gaya harus disesuaikan dengan medan yang berbeda, bersaing gaya lokal dan berkelahi dengan senjata lokal. Banyak (jika tidak sebagian besar) gaya kuntao telah memasukkan teknik dari silat dan beberapa membentuk bahkan mengubah nama mereka dari "kuntao" untuk "silat". Gaya yang menggabungkan kedua kuntao silat dan bersama-sama kadang-kadang disebut kuntao silat.

Kuntao pernah dipraktikkan secara rahasia dan turun temurun dalam keluarga, banyak sekolah terus mempertahankan udara kerahasiaan sekitar teknik pelatihan mereka. Itu disembunyikan tidak hanya dari non-Tionghoa, tetapi juga dari orang-orang dari klan yang berbeda. Meskipun beberapa non-Tionghoa di Asia Tenggara diketahui secara historis belajar kuntao, ini hanya menjadi luas pengenalannya pada paruh kedua abad ke-20.

Kuntao adalah seni bela diri campuran eklektik, dengan yang terbaik dari Seni Selatan disatukan. Kuntao tidak memiliki bentuk tetapi pada dasarnya adalah sebuah seni untuk pertempuran, eksplosif, cepat dan agresif dan galak terdiri dari 18 cara simultan untuk bergerak, yang disebut Chap Pek Poh. Gerakan-gerakan ini digunakan sebagai string dalam satu kombinasi atau diintegrasikan ke dalam gerakan dinamis untuk membentuk gerakan defensif baru. Setiap Poh memiliki kemampuan untuk memungkinkan Anda untuk melakukan dalam suatu kondisi tertentu, seperti Anda dapat memindahkan Linear, Edaran, Trident, dan dalam posisi H juga ada bentuk bentuk S, di mana Anda berakhir di belakang orang tersebut.

Pernikahan Adat Bali Warga Kebayan Guwang Sukawati

Pernikahan Adat Bali Warga Kebayan Guwang Sukawati

seperti yang telah diulas dalam Pernikahan menurut pandangan Hindu Bali, dalam Adat Bali, Pernikahan lebih dikenal dengan istilah "Nganten" atau "pawiwahan" yang merupakan perkawinan yang dijalankan sesuai dengan adat budaya bali.

Pernikahan adat Bali menggunakan sistem patriarki yaitu semua tahapan dan proses pernikahan dilakukan di rumah mempelai pria.

dalam hal ini, kami mengulas sedikit prosesi Perkawinan Adat Warga Kebayan di Desa Guwang, yang mungkin berguna bagi pembaca blog ini serta sebagai ucapan terima kasih atas dukungan warga kebayan sukawati serta pasemetonan semuanya.

setelah rembug panjang dan dengan berbagai pertimbangan, sesuai dengan padewasan pawiwahan 2014, akhirnya kami sekeluarga sepakat untuk memilih puncak pawiwahan/acara perkawinan ini dilaksanakan pada Soma Pon Ugu Sasih Katiga, tanggal 1 September 2014. dengan berakhirnya acara perkawinan ini, maka bertambah sudah keluarga baru bagi warga kami, wangsa kebayan ring guwang.

Lontar Tattwa Catur Bhumi

Lontar Tattwa Catur Bhumi

Druwen : Sira Anwam Kerthadana
Sane nedunin : I Nyoman Sukada
Tanggal : 9 Januari 2003

1b. OM Awighnamastu Hana kang carita ring purwakala, hana tusning Dalem Majalangu, mangaran Ida Ratu Sakti, kang parameswari mangaran Ida Ratu Ayu Mas Macaling. Sang kalih sami pada teleb ring tattwa kadyatmikan, maka miwah pada teleb ngalaksanayang yoga samadhi. Ida Ratu Sakti, teleb ri Dharma Kaputusan, angulik sarwa tattwa, nghing kang stri Ida Ayu Mas Macaling, tan mari teleb ring tattwa Kawisesan, Aji Wegig. 2a. Nemonin rahina ayu, lungha pwa sira sang kalih, saking panagara Majalangu, kahiring dening para Arya Sadaya mwah para mukhya bala. Katancit ring hawan, rawuh ring wewidangan Nusa Panida; ri sampun rawuh tepining jagat Nusa, ngulati linggih ngelarang yoga samadhi. Tan asowe raris ida manggihin genah sane suci, manut pahyunan ida patut linggih pacang ngastawa Hyang. Genahe punika mawasta Pucak Mundi, irika raris ngawangun pangasraman sarwi ngelarang yoga ring tiraning watu agung.

2b. Sawatara nem sasih suwen ida malinggih ring Pucak Mundi, raris kesah ida saking irika ngulati pasisi, kancit rawuh ring desa Munduk Biyas. Sarawuhe ida irika, kapendak olih wong desane sami, pingajeng sira Ki Bandesa Ngemban, maka pamucukking wong desa ika. Sasampunne suwe hanerika, raris kakaryanang Puri olih wong desa ika, miwah kakaryanang Pamrajan, maka linggih Ida Ratu Sakti ngelarang yoga, sinangguh Pamrajan Dalem.

Lontar Soda Siwakerana

Lontar Soda Siwakerana

Om Swastiastu
Om Awignhamastu Nama Siddham
ini merupakan lontar yang berisikan bebantenan pecaruan yang bisa dipakai sebagai pedoman, disesuaikan dengan desa kala patra, dan artikel salinan lontar ini banyak mengandung inti falsafah hindu.

"nihan soda siwakerana ngarania, maka pangeleburan ulah salah muwang ala, muah idep laksana nora ulah. iki wenang maka ngalebur serana toya mawadah payuk 16 siki, maisi sarwa wangi, ika pinuja dening wiku anuju dina ayu muwang rahina wenginia.
bebantenia: suci asoroh mantuk ring sang amuja (wiku), canang lenga-wangi, burat wangi, genahang wing pamujan.
banten sang malukat: 
sesayut pengambiyan, peras panyeneng, jerimpen, panyegjegan, pangulapan, dapetan, tulung agung, perayascita, daksina agung, artaniya: 4.000 (nista), 8.000 (madya) utawi 16.000 (utama).
ring wong anggarabawos miwah ring wong paguru; 10.000 (nista), 20.000 (madya) utawi 40.000 (utama).
ring wong aparayoya; 20.000 (nista), 40.000 (madya) utawi 80.000 (utama).
muwah sang amuja, ring sang kapijain japa mantra tan norani sayogya, sama wera, ila-ila (ile-ile) palaniya, pada upadrawannia de Sang Hyang Sastra muwang Sang Nugraha.
mekadi sang Wiku muwah sang Prabu, pada kautamania, wenang angango tanpa banten, rika masurya sawana ginawe.
manih sang wiku yogya yan ayun atulung ring catur janma, amungel sesantunnia kadi nguni. kewala bantenia den jangkep kadi nguni, muwah sesantun artania 1700.
iki pijania, mantra watek dewata maider:

  • iswara astawa purwa setanannia
  • gni astawa,


demikian sekilas tentang lontar Soda Siwakerana. semoga bermanfaat.

Mantra Leak Bali ilmu Kawisesan syarat jadi Balian Sakti dan Jro Gede

Mantra Leak Bali ilmu Kawisesan syarat jadi Balian Sakti dan Jro Gede

Balian Sakti
Mantra ilmu Balian Sakti
berikut ini saya mencoba share sedikit informasi tentang tenaga dalam Kawisesan dibali, yang mungkin menjadi acuan dan salah satu syarat untuk menjadi Dukun/Paranormal di Bali yang kemudian sering dikenal dengan istilah gagelaran Balian Sakti serta biasanya juga menjadi gagelaran yang hendak menjadi Jro Gde atau Jero Gede (eka jati).

menurut ajaran gama tirta yang telah menyatu dengan Budaya Bali, Cakepan berikut ini dianggap penting, karena gagelaran ini sering digunakan untuk membantu/menolong umat yang memerlukan.
adapun beberapa lontar yang sering dijadikan acuan diantaranya; Lontar Barong Swari, Lontar Bhairawi Tatwa, Lontar Bhama Kertih, lontar Bhuanakosa, Lontar Bhumi Kemulan, lontar Bodha kecapi, lontar Brahmokya Widhisastra, Lontar Canting Mas, Lontar Catur Sanak, Lontar Dewa Tattwa, Lontar Dharma Caruban, Lontar Durga Bhairawi, Lontar Ganapati Tattwa, Lontar Kala Tatwa, Lontar Kamoksan, Lontar Pemahayu Jagat, Lontar Panglukuhan Dasaksara, Lontar Pengerehan, Lontar Ratuning Kawisesan, lontar Sanghyang Aji Swa-mandala, Lontar Siwa Tantra, Lontar Sudamala,  serta lontar lainnya yang masih banyak beredar dibali.

Makna Panca Datu

Makna Panca Datu

Bila kita membaca kisah perjalanan Maharsi Markandeya tampak jelas dimana keberhasilannya untuk merabas Pulau Bali adalah dengan membawa Panca Datu dan menanamnya di Pura Basukian atau Besakih sekarang. Kok bisa hanya membawa lima jenis logam dapat selamat merabas Pulau Bali yang dulunya terkenal angker dengan roh-roh jahatnya ?

Ini merupakan petunjuk/wahyu yang didapat oleh beliau di lereng Gunung Raung (Jatim) atas petunjuk Dewa Brahma dalam manifestasi beliau sebagai Sang Hyang Pasupati. 
Ada apa dengan Panca Datu? 
Seperti yang anda ketahui panca Datu adalah lima jenis logam mulia yang dipakai biasanya ditanam di tanam sebelum membangun suatu pura. Upacaranya dinamakan "mendem pedagingan (mengisi inti). 
Logam-logam itu antara lain adalah Emas, Perak, Besi,Perunggu dan timah atau beberapa sumber menjelaskan logam-logam tersebut adalah: mirah permata, emas, perak, perunggu dan baja. Dalam postingan ini kami coba mengupas arti panca datu yang dikomparasi dari kajian kitab Weda, Lontar, ilmiah (sebagai sumber tertulis) dan wedangga (sumber lisan wahyu/tutur). Tujuannya bukan mencari kelemahan atau mengkritik satu sama yang lain, melainkan belajar untuk mengupas nilai-nilai Agama yang dapat digunakan dasar/isnspirasi untuk mengarungi samudera kehidupan yang luas ini.

Jejak Perjalanan Maha Rsi Markhandeya

Jejak Perjalanan Maha Rsi Markhandeya

Perjalanan maharsi markhandeya di tanah bali dimulai dari :

Pura Rambut Siwi

Lokasi Pertapaan Beliau ada di tebing depan pura melanting Tempat ida rsi membuat benteng/perlindungan bali terutama dalam Menyeleksi orang-orang yang hendak masuk ke bali (dari jawa).

Pura Tledu Nginyah

Tempat Ida Maha Rsi bertapa dan membuat pesraman yang pertama. Beliau mampir ke tempat ini karena tempat ini mirip sekali dengan pertapaan beliau di Gunung Raung Jawa yaitu Gumuk Kancil. Oleh karena itu tempat ini dikenal dengan Gumuk Kancil Bali. Ditempat ini beliau bertapa untuk memohon petunjuk ke arah mana beliau harus melanjutkan perjalanan supaya bisa menemukan pusat sinar di bali yang beliau lihat dari gunung raung jawa. Slama bertapa disini beliau juga membentuk pesraman untuk melatih dan meningkatkan kemampuan dari pengikut2 beliau yang akan diajak ngatur ayah di bali. Dari hasil bertapa disini kemudian beliau mendapat petunjuk untuk menyusuri aliran sungai sampai ke hulu dan ketemu suatu tempat yang tinggi (bukit). Bukit yang tinggi inilah yang kemudian hari dikenal dengan Gunung Bhujangga ( Puncak Sepang Bujak).

Gunung Bhujangga (Puncak Sepang Bujak)

Di tempat inilah ida Maharsi Markhandeya bertapa supaya bisa menemukan pusat sinar di Bali yang beliu lihat dari Gunung Raung Jawa. Setelah bertapa sekian lama di Gunung Bhujangga barulah beliau mendapatkan petunjuk yang pasti ke arah mana beliau harus berjalan untuk dapat menemukan Pusat Sinar Suci di Bali. Jadi di gunung bhujangga inilah pertama kali beliau bisa melihat gambaran pulau bali seutuhnya melalui penglihatan mata batin. Oleh karena di tempat ini beliau pertama kali melihat bali seutuhnya maka tempat ini pulalah yang beliu pilih untuk melihat bali untuk terakhir kalinya dalam hidup beliau. Dengan kata lain, Puncak Gunung Bhujangga merupakan tempat Ida Maha Rsi Markhandeya Moksa. Beliau Moksa di atas Batu Hitam yang sampai saat sekarang ini masih ada di Puncak Gunung Bhujangga.

Dari Gunung Bhujangga banyak tempat yang beliau singgahi hingga beliau sampai di Gunung Agung. Tempat-tempat tersebut, antara lain :

Sadaka/Sulinggih

Sadaka/Sulinggih

Kesulinggihan 
Berdasarkan Keputusan Mahasabha PHDI ke-2 tanggal 2 s/d 5 Desember 1968, yang dimaksud dengan Sulinggih ialah mereka yang telah melaksanakan upacara Diksa, ditapak oleh Nabe-nya dengan Bhiseka: Pedanda, Bhujangga, Rsi, Bhagawan, Mpu, dan Dukuh.

Pada Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu ke-14 tahun 1986/1987 tentang Pedoman Pelaksanaan Diksa, ditetapkan sebagai berikut:
Umat Hindu dari segala warga yang memenuhi syarat-syarat:
  1. Laki-laki yang sudah kawin dan yang nyuklabrahmacari
  2. Wanita yang sudah kawin dan yang tidak kawin (kania)
  3. Pasangan suami/ istri
  4. Umur minimal 40 tahun
  5. Paham Bahasa Kawi, Sanskerta, Indonesia, memiliki pengetahuan umum,pendalaman intisari ajaran-ajaran agama
  6. Sehat lahir bathin dan berbudi luhur sesuai dengan sesana
  7. Berkelakuan baik, tidak pernah tersangkut perkara pidana
  8. Mendapat tanda kesediaan dari pendeta calon Nabe-nya yang akan menyucikan
  9. Sebaiknya tidak terikat akan pekerjaan sebagai pegawai negeri ataupun swasta kecuali bertugas untuk hal keagamaan
Ketentuan-ketentuan di atas dikelompokkan pada persyaratan formal bagi seorang Sulinggih.

Pura Taman Sari Kerobokan

Pura Taman Sari Kerobokan

Pura yang satu ini, berlokasi di jalan raya Kerobokan menuju Canggu, adalah pura sungsungan warga Pasek Kayu Selem, tapi prakteknya memberikan berlimpah-limpah berkah bagi umat dari mana saja. Karena terdapat berbagai keunikan. Salah satunya yeh klebutan yang manfaatnya sangat ampuh untuk sembuhkan berbagai penyakit dan tirta panglukatan. Berikut ulasan selengkapnya.

Pura Tamansari Agung yang terletak di Butyeh, Banjar Anyar Kaja, Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung erat kaitannya dengan Pura Peti Tenget. Ini diketahui dari Bhisama Ida Bhatara Kawitan Leluhur Penyungsung/Pengempon dan penyiwi Pura Tamansari Agung terdapat pada lontar yang ada di Pura Tamansari Agung.

Disebutkan sejarah Pura Tamansari Agung, merupakan parahyangan linggih Ida Bhatara sebagai tempat semua umat Hindu menghaturkan sembah bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi sane mapragayang Sang Hyang Siwa mapelemahan ring marcapada dados Sang Hyang Daniswara. Beliau dalam menjalankan sesana kawikuan atau Brahmana Siwa nyukla Brahmacari. Sang Hyang Daniswara merupakan dewane balian yang menjalankan tetambaan dan memberikan panglukatan segala leteh di jagat ini.

Jejak Panjang Wangsa Bhujangga Waisnawa di Bali

Jejak Panjang Wangsa Bhujangga Waisnawa di Bali

Sekte Waisnawa dan Tri Sadaka
Menurut Dr. Goris, sekte-sekte yang pernah ada di Bali setelah abad IX meliputi Siwa Sidhanta, Brahmana, Resi, Sora, Pasupata, Ganapatya, Bhairawa, Waisnawa, dan Sogatha (Goris, 1974: 10-12).
Di antara sekte-sekte tersebut, yang paling besar pengaruhnya di Bali sekte Siwa Sidhanta. Ajaran Siwa Sidhanta termuat dalam lontar Bhuanakosa.

Sekte Siwa memiliki cabang yang banyak. Antara lain Pasupata, Kalamukha, Bhairawa, Linggayat, dan Siwa Sidhanta yang paling besar pengikutnya. 
Kata Sidhanta berarti inti atau kesimpulan. 
Jadi Siwa Sidhanta berarti kesimpulan atau inti dari ajaran Siwaisme. 
Siwa Sidhanta ini megutamakan pemujaan ke hadapan Tri Purusha, yaitu Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa. Brahma, Wisnu dan dewa-dewa lainnya tetap dipuja sesuai dengan tempat dan fungsinya, karena semua dewa-dewa itu tidak lain dari manifestasi Siwa sesuai fungsinya yang berbeda-beda. Siwa Sidhanta mula-mula berkembang di India Tengah (Madyapradesh), yang kemudian disebarkan ke India Selatan dipimpin oleh Maharesi Agastya.

Lontar Udayati (Palelinduran)

Lontar Udayati (Palelinduran)

Udayati (alih aksara)
IDENTITAS LONTAR
Judul : Udayati (Palelinduran)
Lontar milik : Balai Bahasa Denpasar
Nomor : 104/BPB/IIIa/91
Jumlah lempir : 84 lempir
Ukuran Naskah : Panjang 40,5 cm; Lebar 4 cm
Dialihaksarakan oleh: Drs. I Made Sudiarga
Selesai diketik : 11 Maret 2009

ISI RINGKAS LONTAR
Berdasarkan perhitungan hari yang berjumlah tujuh hari yang disebut saptawara meliputi hari Minggu (Redite), Senin (Soma), Selasa (Anggara), Rabu (Buda), Kamis (Wrespati), Jumat (Sukra), dan Sabtu (Saniscara) yang dipadukan dengan hari yang berjumlah lima hari yang disebut pancawara, meliputi umanis, pahing, pon, wage, dan keliwon terdapat 35 jenis hari kelahiran manusia. Ketiga puluh lima hari kelahiran itu meliputi hari Minggu pahing, Senin pon, Selasa wage, Rabu keliwon, Kamis umanis, Jumat pahing, Sabtu pon, Minggu wage, Senin keliwon, Selasa umanis, Rabu pahing, Kamis pon, Jumat wage, Sabtu keliwon, Minggu umanis, Senin pahing, Selasa pon, Rabu wage, Kamis keliwon, Jumat umanis, Sabtu pahing, Minggu pon, Senin wage, Selasa keliwon, Rabu umanis, Kamis pahing, Jumat pon, Sabtu wage, Minggu keliwon, Senin umanis, Selasa pahing, Rabu pon, Kamis wage, Jumat keliwon, dan Sabtu umanis.